Kita hanya akan hidup pada hari ini….
Usia yang entah rentangnya,
mungkin tinggal hari ini saja. Jika kita ada di pagi ini tidak lagi menunggu
sore tiba. Hari ini adalah yang mesti kita jalani, bukan kemarin dengan segenap
gegap gempita distorsi rasa yang telah berlalu, juga bukan esok yang masih
temaram lagi paling jauh untuk diprediksi. Umpamakan saja masa hidup kita hanya
hari ini atau seolah-olah kita baru lahir kini dan akan hidup untuk hari ini
pula. Hari yang saat ini mataharinya menyapa dengan sinar jumawa untuk
menawarkan investasi kebaikan bagi kita. Bersediakah kita mengembangkan
kebaikan ini dalam kesyukuran menikmati rasa lelah bekerja ?. Hari yang sesaat
setelah siang diselimuti malam, dewi malam pun akan mendamaikan deru-deru
kepenatan seharian bekerja. Bersediakah kita bersabar untuk apapun yang menimpa
di hari ini ?
Kita hanya akan hidup pada hari ini….
Tidak ada alasan lagi selain
mencurahkan seluruh perhatian dan semangat juang hanya untuk hari ini. Kita
yang mesti bertekad mempersembahkan sebaik-baiknya kebaikan. Kita yang mesti
membenahi segala kecacatan ibadah, shalat yang belum mampu khusu’, bacaan Qur’an
yang jarang tadabur, dzikir yang masih kurang, akhlak yang belum harum,
kebaktian pada orang tua yang masih jauh dari pembalasan jasa, kemanfaatan yang
belum menyentuh banyak insan, serta ilmu yang masih sekuku. Ah malu rasanya…! Kita
yang mesti merenovasi urusan-urusan pendengaran, penglihatan, dan hati agar tidak
lagi untuk mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri melainkan memantik
perhatian penduduk langit dan pengharapan bagi syurga untuk kitalah yang
menjadi penduduknya. Ah ingin sekali rasanya…
Kita hanya akan hidup pada hari ini…
Waktu memang tak terbatas, tapi
waktu kita dibatasi lantas kita dituntut untuk membaginya dengan kebijaksanaan.
Membuat melar menit laksana ribuan tahun dan membuat melar detik laksana
ratusan bulan lalu di tubuh-tubuh waktu itulah kita injeksi sebanyak-banyaknya
cairan kebaikan. Demi mempersiapkan perjalanan untuk sebuah keabadian. Kita
akan berupaya untuk menyembuhkan hari
ini lebih baik dari kemarin, dari sisi mengingat Allah, dari sisi meminta
keampunan, dari sisi manapun kita yang masih rusak. Di hari ini kita akan lebih
berbahagia karena kita lebih bersyukur. Sehingga mengecilkan bobot kesedihan,
kegalauan, emosi tak baik, dan penyakit hati.
“Maka berpegang teguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan
hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”
(Q.S.al-A’raf:144)
Kita hanya akan
hidup pada hari ini….
Hari kita adalah hari ini bukan ?
Jadi, apabila hari ini kita dapat makanan yang nikmat mengapa masih merenungkan
rasaa pilu dengan kelaparan di hari kemarin atau merasa gusar dengan hari esok
yang belum tentu ada. Mungkin prinsip
ini mampu menyibukkan setiap detik kita
untuk terus memperbaiki segala keadaan, mengeksplorasi segala potensi, dan
mensucikan hati. Kita akan berusaha untuk sekuat tenaga lebih taat kepada
Tuhan. Menanam beraneka benih-benih amal dan mencabut rumput-rumput liar yang
akan merusaknya. Masa lalu telah selesai layaknya tenggelam mentari di hari
senja lalu, ia telah pergi jauh dan tak dapat lagi di jemput. Masa depan masih
dalam kegaiban rencana Tuhan. Kita tak mau bermain dengan khayalan sampah dan memburu
untuk hal yang belum tentu ada. Namun tidak membuat kita kosong dari sebuah
perencaanan baik. Bukankah niat baik untuk kelak tetap diperhitungkan Tuhan ?, walau
kita sudah dibuat mengerti tentang esok yang belum tentu ada. Hari kita adalah
hari ini, perindahlah dengan segala keindahan hati, amal, dan ibadah.
Berjuanglah dengan menyebut nama-Nya di pagi hingga sore hari ini. Semoga Tuhan
menjaga kita yang hanya akan ada di hari ini. Semoga…
©Ningsi_afj
07:46 AM, 14-09-15 @Home Bangko
#remainder, #perjalanan_untuk_sebuah_mimpi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar