Senin, 14 September 2015

Kita Hanya Akan Hidup Hari ini



Kita hanya akan hidup pada hari ini….
Usia yang entah rentangnya, mungkin tinggal hari ini saja. Jika kita ada di pagi ini tidak lagi menunggu sore tiba. Hari ini adalah yang mesti kita jalani, bukan kemarin dengan segenap gegap gempita distorsi rasa yang telah berlalu, juga bukan esok yang masih temaram lagi paling jauh untuk diprediksi. Umpamakan saja masa hidup kita hanya hari ini atau seolah-olah kita baru lahir kini dan akan hidup untuk hari ini pula. Hari yang saat ini mataharinya menyapa dengan sinar jumawa untuk menawarkan investasi kebaikan bagi kita. Bersediakah kita mengembangkan kebaikan ini dalam kesyukuran menikmati rasa lelah bekerja ?. Hari yang sesaat setelah siang diselimuti malam, dewi malam pun akan mendamaikan deru-deru kepenatan seharian bekerja. Bersediakah kita bersabar untuk apapun yang menimpa di hari ini ?

       Kita hanya akan hidup pada hari ini….
Tidak ada alasan lagi selain mencurahkan seluruh perhatian dan semangat juang hanya untuk hari ini. Kita yang mesti bertekad mempersembahkan sebaik-baiknya kebaikan. Kita yang mesti membenahi segala kecacatan ibadah, shalat yang belum mampu khusu’, bacaan Qur’an yang jarang tadabur, dzikir yang masih kurang, akhlak yang belum harum, kebaktian pada orang tua yang masih jauh dari pembalasan jasa, kemanfaatan yang belum menyentuh banyak insan, serta ilmu yang masih sekuku. Ah malu rasanya…! Kita yang mesti merenovasi urusan-urusan pendengaran, penglihatan, dan hati agar tidak lagi untuk mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri melainkan memantik perhatian penduduk langit dan pengharapan bagi syurga untuk kitalah yang menjadi penduduknya. Ah ingin sekali rasanya…

       Kita hanya akan hidup pada hari ini…
Waktu memang tak terbatas, tapi waktu kita dibatasi lantas kita dituntut untuk membaginya dengan kebijaksanaan. Membuat melar menit laksana ribuan tahun dan membuat melar detik laksana ratusan bulan lalu di tubuh-tubuh waktu itulah kita injeksi sebanyak-banyaknya cairan kebaikan. Demi mempersiapkan perjalanan untuk sebuah keabadian. Kita akan berupaya untuk menyembuhkan  hari ini lebih baik dari kemarin, dari sisi mengingat Allah, dari sisi meminta keampunan, dari sisi manapun kita yang masih rusak. Di hari ini kita akan lebih berbahagia karena kita lebih bersyukur. Sehingga mengecilkan bobot kesedihan, kegalauan, emosi tak baik, dan penyakit hati.

Maka berpegang teguhlah dengan apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”
(Q.S.al-A’raf:144)
       Kita hanya akan hidup pada hari ini….
Hari kita adalah hari ini bukan ? Jadi, apabila hari ini kita dapat makanan yang nikmat mengapa masih merenungkan rasaa pilu dengan kelaparan di hari kemarin atau merasa gusar dengan hari esok yang belum tentu ada.  Mungkin prinsip ini mampu menyibukkan setiap detik kita  untuk terus memperbaiki segala keadaan, mengeksplorasi segala potensi, dan mensucikan hati. Kita akan berusaha untuk sekuat tenaga lebih taat kepada Tuhan. Menanam beraneka benih-benih amal dan mencabut rumput-rumput liar yang akan merusaknya. Masa lalu telah selesai layaknya tenggelam mentari di hari senja lalu, ia telah pergi jauh dan tak dapat lagi di jemput. Masa depan masih dalam kegaiban rencana Tuhan. Kita tak mau bermain dengan khayalan sampah dan memburu untuk hal yang belum tentu ada. Namun tidak membuat kita kosong dari sebuah perencaanan baik. Bukankah niat baik untuk kelak tetap diperhitungkan Tuhan ?, walau  kita sudah dibuat mengerti  tentang esok yang belum tentu ada. Hari kita adalah hari ini, perindahlah dengan segala keindahan hati, amal, dan ibadah. Berjuanglah dengan menyebut nama-Nya di pagi hingga sore hari ini. Semoga Tuhan menjaga kita yang hanya akan ada di hari ini. Semoga…

©Ningsi_afj
07:46 AM, 14-09-15 @Home Bangko
#remainder, #perjalanan_untuk_sebuah_mimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar