Kesombongan
adalah lisan paling fasih dari lidah manusia.
Secara tidak sadar kita sering mengucapkan kalimat-kalimat yang
meng’aku’kan diri sendiri. Sejatinya ‘aku’ merupakan suara lirih yang keluar
dari dalam jiwa kita, yang menimbulkan harapan
atas pengormatan orang lain terhadap diri kita. Sungguh, ini adalah sesuati yang sangat naïf.
Motif inilah yang selalu mendorong kita untuk menunjukkan kemapuan agar orang
lain mengetahui kita lebih utama. Secara
tidak sadar kita telah menunjukkan kecacatan diri kita sendiri, sekiranya
penyakit ini butuh penanggulangan untuk disembuhkan.
Kesombongan
mampu menusukkan penderitaan dalam diri pemiliknya. Sebab selalu dibayangi rasa khawatir, jika
orang lain mengetahui bahwa dirinya tidak seperti apa yang telah disombongkan
kepada khalayak ramai. Ini sangat lah
menyiksa bukan ?. Bagaimana jika kita memilih untuk menjadi orang-orang tawadhu
saja. Mereka adalah orang-orang yang
malu jika kebaikannya terpamerkan. Karena takut hal itu dapat mengusir
keikhlasan dalam hatinya.
Sungguh mengagumkan
orang yang mengenyahkan kesombongannya, membuang keangkuhannya, dan memelihata
nilai-nilai ketawadhukan dalam dirinya. Orang-orang yang seperti ini adalah
yang enggan mewacanakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan profesi yang
didudukinya. Justru prestasi, kelebihan, dan profesinya yang berbicara sebagai
ganti dari dirinya. Wiliam James-Bapak ilmu psokologi modern-
menginterpretasikan hal ini dengan apik, “Anda harus menghilangkan kekaguman
pada diri sendiri. Jika anda dapat melakukannya, maka hal itu merupakan
kenikmatan yang tiada tara. Dan dengan sendirinya, orang lain akan mengagumi
kelebihan-kelebihan yang anda miliki.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar