Kita berjalan dengan harapan-harapan. Menjemput
masa depan. Coba tanyakan pada diri kita, tentang keingandan cita-cita kita.
Jika kita memiliki jawaban yang tak mengarah pada ketaatan pada Allah, lebih
bijak jika kita men-delete dan merevisi cita-cita dan keinginan itu.
Mari kita lebih
berhati-hati dengan cita-cita. KArena kebanyakan umur kita dihabiskan untuk
meraih itu. Kerja keras dan energy terbias untuk mengejar apa yang kita
cita-citakan. Betapa ruginya jika hidup kita yang sekali ini kita habiskan
untuk mengejar cita-cita yang salah. Cita-cita yang bukannya berujung bahagia,
justru membawa diri kepada nestapa. Selalu lah meminta fatwa pada nurani.
KArena nurani senantiasa menggaungkan suara kebenaran.
Menuju cita-cita
itu, mari kita belajar mengindahkan akhlak. Sebab apaun cita-cita yang kita capai
tanpa etika adalah keburukan. Kita mesti menjadi yang profesianal dalam
cita-cita yang ingin dituju. Dalam dalam kata professional sebenarnya melekat
tentang tanggung jawab moral, etika dalam menjalan profesi yang ditekuni atau
dalam bahasa religi yang biasa kita kenal dengan akhlak. Semakin tinggi akhlak,
semakin tinggi pula tingkat profesionalisme seseorang. Jadilah yang berakhlak
Mari kita tetap
menjaga optimisme, bahwa dalam meraih cita-cita itu tugas kita adalah
berkontribusi bukan menebar caci, tugas kita adalah berprestasi bukan malah
menebar benci, tugas kita adalah sebanyak-banyaknya memberi bukan hanya sekedar
mengkritik tanpa menemukan solusi. Sungguh, setiap manusia senantiasa memiliki
kekurangan dan kelebihan. Lalu cinta menyatukan manusia, hingga kekurangan satu
akan ditutupi dengan kelebihan yang lain. JIka setiap dari kita selalu menjaga
hal-hal tersebut dalam meraih cita-cita. Alangkah semerbaknya negri kita ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar