Senin, 28 September 2015
Selasa, 22 September 2015
Terus lah Belajar
Kita
terlahirkan bersama kepolosan dan tanpa mengerti apa pun mengenai segala hal
dari kehidupan ini. Namun, kita dibekali dengan kekuatan dan pancaindera yang
dapat menyiapkan kita untuk mengetahui dan terus belajar. Maka pendengaran, penglihatan
dan akal ialah seperangkat alat yang diberikan Allah kepada kita untuk
digunakan sebagai media pembungkus ilmu.
Agar kita memperoleh pengetahuan
sekaligus menjadi jendela-jendela yang akan
kita lalui untuk menjenguk ke alam yang luas tentang kebesaran Allah. Dengan itu, kita jadi merasa kecil, semakin
tahu diri. Lantas semakin haus untuk terus belajar.
Jangan
biarkan pikiran kita lelap tertidur. Dunia ini bukan igauan. Kita mesti
membelalak mata bahwa kita sedang dituntut untuk mempelajari banyak hal. Kita yang seharusnya memiliki semangat membuka
mata terhadap cakrawala dunia. Di zaman yang serba mendewakan digitalisasi dan
segala hal sudah beraroma bahasa-bahasa komputasi.
Tidak ada waktu untuk berlagak santai, kecuali kita adalah konsumerisme, atau
bahkan bisa menjadi korban mordenisme. Sehingga membuat lupa diri dan hidup dijadikan untuk sekedar mereguk dan menikmati
dunia ini setuntas- tuntasnya. Mengejar detik-demi detik untuk kebutuhan akan
gengsi dan symbol-simbol prestise yang biayanya amat mahal. Mungkin, kita sedang
lupa tentang sabda Rasul saw:
“Barang siapa yang menjadikan (motivasi)
dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya,
dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya
sunguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa
yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya;pada sore dan siang harinya dia selalu
dalam kefakiran.”
Mari memahami
bahwa dalam mencari ilmu bukanlah materi visi kita, melainkan hal yang lebih
esensial dari sekedar ilmu, yakni sebuah makna yang akan menyampaikan kita
kepada Allah. Sehingga, orang -orang
yang memiliki ilmu harus memiliki motivasi kuat untuk meningkatkan kinerja
inteletualnya dari detik ke detik, menit
ke menit, jam ke jam, hari ke hari. Tidak akan pernah terlintas dalam aktivitasnya
untuk bermalas-malasan sebab sifat malas datangnya dari setan. Kapan kita
istirahat ? Nah, kegiatan istirahat bagi Rasulullah saw dan para sahabat adalah
di waktu shalat. Artinya dalam kondisi istirahat pun kita masih tetap ingat
kepada Allah.
“Barangsiapa melalui
jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke syurga, dan
bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu
sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu..”
(H.R.Tirmidzi)
Sambil
meraih cita-cita kita, maka malaikat pun membentangkan sayapnya. Aduhai
senangnya. Cita-cita dapat diibaratkan sebuah bangunan. Besar kecilnya bangunan
tergantung kepada keinginan sang pembuat. Yang penting diketahui adalah bahwa
semakin besar, mewah, dan indah suatu bangunan yang diharapkan, maka modal
pembuatannya tentu semakin besar. Demikian halnya dengan sebuah cita-cita, maka
semakin besar sebuah cita-cita maka semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Modal
kita adalah potensi dahsyat yang sudah
tercipta secara alami,akal, jasad, dan hati. Semakin pandai kita mengelola
potensi maka semakin banyak lah modal kita terkumpul untuk membangun rumah
impian. Namun, kita akan dapat mengelola
potensi hanya dengan ilmu. Maka ,terus lah belajar…!
“Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?".(Az-Zumar 9).
Kita
lah yang dapat meningkatkan kebaikkan masa depan kita, baik berupa kemakmuran,
kenyamanan, dan kebahagiaan. Jangan rendahkan diri kita dengan kedangkalan ilmu
dan malasnya diri untuk belajar. Sebab tingkat kedudukan kita akan tercermin
dari sejauh mana ilmu yang kita miliki. Bukan berarti kita menjadi orang yang teoritis
kan ?. Dengan mengupayakan apa-apa yang telah kita ketahui disalah letak
kedudukan kita sebenarnya di sisi Allah. Siapa saja telah dikaruniakan ilmu, maka ia telah memperoleh karunia kebajikan
dari segala sudutnya:
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
(Q.S. al-Baqarah:269).
Bukan
kah perjalanan kita ke depan masih entah
? untuk ke-abu-abu-an itu mari kita sama-sama terus belajar untuk kebaikan diri
kita yang lebih baik. Sebab proses belajar itu tak kenal usia, tak berbatas
waktu, dan tak perlu malu-malu.
Ini Adalah Zamannya
ini adalah zaman, kala materialisme menjadi tonggak ukuran kemana setiap acuan hidup difungsikan.
Ini adalah zaman, siapa tidak ikut gila tidak kebagian.
Ini adalah zaman, dicabutnya hati dari akar jiwa-jiwa yang nelangsa.
Ini adalah zaman, siapa yang tidak menzalimi orang akan dizalimi.
Ini adalah zaman, persekutuan antara dilema dan keangkuhan .
Ini adalah zaman, perseteruan kebenaran dan kebatilan yang membara.
Ini adalah zaman digitalisasi yang satunya belum bertauhid dan nol nya masih penuh jelaga dunia.
Ini lah zaman nya...zaman kita
Pengecut telah menjadi mahkota anak laki-laki.
Gadis-gadisnya membuka sejengkal demi sejengkal kehormatan yang semestinya tertutup rapi
Wahai jiwa, turun lah berlaga.
Turun lah atau harus kah engkau dipaksa.
Jangan buat Tuhan kembali murka.
dulu-dulu kaum tsamud telah binasa dan kamu ‘Ad juga.
Bahkah sekampung Nuh telah diberingus air bah.
Kini turun lah berlaga. kau atau bukan siapa sama sekali,
Jangan lagi buat Tuhan murka.
©SN
Ini adalah zaman, siapa tidak ikut gila tidak kebagian.
Ini adalah zaman, dicabutnya hati dari akar jiwa-jiwa yang nelangsa.
Ini adalah zaman, siapa yang tidak menzalimi orang akan dizalimi.
Ini adalah zaman, persekutuan antara dilema dan keangkuhan .
Ini adalah zaman, perseteruan kebenaran dan kebatilan yang membara.
Ini adalah zaman digitalisasi yang satunya belum bertauhid dan nol nya masih penuh jelaga dunia.
Ini lah zaman nya...zaman kita
Pengecut telah menjadi mahkota anak laki-laki.
Gadis-gadisnya membuka sejengkal demi sejengkal kehormatan yang semestinya tertutup rapi
Wahai jiwa, turun lah berlaga.
Turun lah atau harus kah engkau dipaksa.
Jangan buat Tuhan kembali murka.
dulu-dulu kaum tsamud telah binasa dan kamu ‘Ad juga.
Bahkah sekampung Nuh telah diberingus air bah.
Kini turun lah berlaga. kau atau bukan siapa sama sekali,
Jangan lagi buat Tuhan murka.
©SN
Senin, 21 September 2015
Memahami Kehidupan Agar Lebih Hidup
Sekarang kita tengah dihajar kesibukan. Waktu yang kita
punya makin tiris karena pekerjaan yang kita tekuni kian egois. Imbasnya, tanpa
sebab jelas kita sering naik pitam, masalah yang ada juga tak pernah
benar-benar terselesaikan. Sibuk melempar permasalahan dan mencari
pembenaran. Menggiring dan bertukar bola api yang semakin lama
jilatannya bertambah besar. Pada akhirnya, membuat kita dibelenggu
keperihan, dilanda kesedihan yang tak berkesudahan. Merasa paling malang. Aduh
kasihan..
Pada saat ini
kita hidup di era yang penuh dengan keegoisan dimana seseorang tidak peduli
dengan apapun jika hal tersebut tidak menguntungkan untuk diri sendiri. Maka mencari makna hidup adalah salah satu bahasan
penting yang fenomenal dan eksotik
sekaligus banyak peminatnya. Sebab dengan memahami makna hidup itulah kita bisa
menjalani hidup yang lebih bermakna dan lebih bervisi. Kita juga tahu bahwa setiap orang ingin hidup
bahagia dan punya arti yang baik bagi orang-orang di sekelilingnya. Betapa tak asyik hidup ini jika terjebak dalam
segitiga permanen KT (kamar tidur), KM (kamar makan), KB (kamar buang,WC). Ia
tidur bila lelah dan kantuk menyerang. Jika bangun dan perutnya lapar, ia pergi
ke dapur untuk makan. Dan bila telah terjadi pembusukkan dalam usus, ia harus pergi
ke KB untuk membuang menu internasional yang tadi baru di pamer lewat IG dan
sosmed lainnya. Lalu semua aktivitas lainnya hanyalah menjadi aksesoris dari
kerangka utama segitiga mogok tersebut.
Sepertinya pondasi memang harus giat kita susun dari sekarang. Kita harus mulai merombak tatanan
demi kebaikan. Gelombang pekerjaan yang menuntut kerja keras dan sedang
menghisap kita ini memang demi menjamin kehidupan di masa depan, tapi maukah
kita berjuang untuk menyeimbangkan pekerjaan?. Sebab, keberadaan kita
dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang
dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat,
puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS Adz Dzaariyaat:56)
Selain hidup ini adalah ibadah
mari kita telusuri kembali, makna-makna kehidupan kita. Bahwa kehidupan kita
adalah ujian. Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang
terjemahnya,
”(ALLAH) yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”,
Lalu hidup adalah sementara Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah
berfirman,
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“
Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35,
“Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu
dikembalikan.“
Jika
hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah.
Caranya ialah pertama selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta
memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah. lalu pastikan juga apa yang kita lakukan
sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair
mahdhah). Jika hidup itu adalah ujian,
maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan
penuh kesabaran. Jika kehidupan akhirat
itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan
berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai
bekal menuju akhirat. Jika hidup ini
adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi
santai, mengandai-ngandai, panjangan angan-angan apalagi malas karena kita
tidak hidup ini tidak selamanya.
Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang,
dan berlomba-lombalah dalam kebaikan Kebaikan bukan hanya perasaan, melainkan
emosi yang mengarah ke tindakan. Kebaikan memberikan kehangatan pada kehidupan
dan setiap interaksi yang baik memicu suatu perasaan relasi dan kesenangan.
Dengan begitu kehidupan kita akan sangat berarti untuk generasi selanjutnya,
setidaknya anak cucu kita.
Jadilah yang Tawadhuk
Kesombongan
adalah lisan paling fasih dari lidah manusia.
Secara tidak sadar kita sering mengucapkan kalimat-kalimat yang
meng’aku’kan diri sendiri. Sejatinya ‘aku’ merupakan suara lirih yang keluar
dari dalam jiwa kita, yang menimbulkan harapan
atas pengormatan orang lain terhadap diri kita. Sungguh, ini adalah sesuati yang sangat naïf.
Motif inilah yang selalu mendorong kita untuk menunjukkan kemapuan agar orang
lain mengetahui kita lebih utama. Secara
tidak sadar kita telah menunjukkan kecacatan diri kita sendiri, sekiranya
penyakit ini butuh penanggulangan untuk disembuhkan.
Kesombongan
mampu menusukkan penderitaan dalam diri pemiliknya. Sebab selalu dibayangi rasa khawatir, jika
orang lain mengetahui bahwa dirinya tidak seperti apa yang telah disombongkan
kepada khalayak ramai. Ini sangat lah
menyiksa bukan ?. Bagaimana jika kita memilih untuk menjadi orang-orang tawadhu
saja. Mereka adalah orang-orang yang
malu jika kebaikannya terpamerkan. Karena takut hal itu dapat mengusir
keikhlasan dalam hatinya.
Sungguh mengagumkan
orang yang mengenyahkan kesombongannya, membuang keangkuhannya, dan memelihata
nilai-nilai ketawadhukan dalam dirinya. Orang-orang yang seperti ini adalah
yang enggan mewacanakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan profesi yang
didudukinya. Justru prestasi, kelebihan, dan profesinya yang berbicara sebagai
ganti dari dirinya. Wiliam James-Bapak ilmu psokologi modern-
menginterpretasikan hal ini dengan apik, “Anda harus menghilangkan kekaguman
pada diri sendiri. Jika anda dapat melakukannya, maka hal itu merupakan
kenikmatan yang tiada tara. Dan dengan sendirinya, orang lain akan mengagumi
kelebihan-kelebihan yang anda miliki.”
Minggu, 20 September 2015
Do'a
Biar setinggi mana ombak dugaan melanda, Biar
seganas mana badai masalah menghempas,Tanamkan ketetapan iman agar tidak
berganjak haluan. Kalau kita tidak pernah kecewa, mungkin kita tidak pernah
merasa dekat dengan doa
Orang yang hidupnya banyak didoakan orang lain, akan selalu
mendapatkan kemudahan, kita tidak bisa hidup dengan kekuatan sendiri. Orang
yang selalu ingat akan kebesaran Tuhan, pasti tenang hatinya, kerana ia tahu
Tuhan pasti akan menolong dan memberi keadilan padanya, tidak kira cepat atau lambat,
keadilan itu pasti tiba mengikut kehendakNya.
Adakalanya kita bertanya, mengapa
doa belum juga Allah kabulkan. Padahal Allah telah berjanji, bahwa Allah akan
mengabulkan setiap doa. Mungkin pertanyaan itu muncul mungkin salah satunya
karena keyakinan didalam diri, bahwa segala sesuatu yang kita inginkan dan minta
adalah hal yang terbaik dan pantas untuk diri ini.
Allah menahan untuk mengabulkan doa kita, karena
ternyata Allah lebih tahu bahwa penolakan-Nya itu lebih baik untuk kita
“Bisa
jadi kalian membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kalian. Terkadang pula,
kalian mencintai sesuatu, padahal itu buruk bagi kalian. Sungguh Allah Maha
mengetahui dan kalian tidak mengetahui.”
(Q.S. Al-Baqarah: 216)
(Q.S. Al-Baqarah: 216)
Apabila Allah telah membukakan
bagi hati kita tentang pengertian (faham) maksud dari penolakan-Nya mengabulkan
doa dan permintaan kita, maka akan berubahlah penolakan-Nya itu menjadi
pemberian. Dan apabila Allah telah memperlihatkan kepada kita hikmah dari
kebijaksanaan-Nya, didalam apa apa yang telah dihindarkan-Nya dari kita, maka
itu adalah karunia Allah, sehingga pada akhirnya kita bersyukur karena
penolakan-Nya mengabulkan doa adalah semata mata untuk keselamatan kita di dunia
dan akhirat.”
Doa adalah ibadah, maka menunggu terkabulnya doa adalah ibadah jua..
Jangan tergesa, wahai pendoa..
Dan Saya pun Tertampar
Alhamdulillah siang ini
dapat pinjaman buku “Warisan Sang Murabbi” karya KH. Rahmat Abdullah dari salah
seorang, Shohibul Iman. Saya terhenti, hati pun mencaci diri sendiri, dan
kesesakan dada berirama menjejali saat
pada halaman ke 33. Kutipannya begini
Nilai
iman yang tertinggi manakala pemiliknya dapat merasakan ketentraman iman
(Q.S.ar-Ra’d:28) dan karenanya mereka berhak mendapatkan kemananan (Q.S al-An’am:82).
Ketentraman dan keamanan tersebut tidak ada hubungannya dengan mentalitas
burung onta yang melarikan diri dari persoalan ummat dan berlindung di balik
dinding ma’bad tempat dzikir, karena
orang seperti mereka bisa sangat terguncang dan tidak merasa aman terhadap
guncangan makhluk. Terlebih untuk bisa menjadikan dirinya “perisai Tuhan” bagi
hamba-Nya yang lemah teraniaya.
Imam
Ahmad meriwayatkan hadist, suatu masa turun perintah Allah kepada seorang
malaikat untuk menumpahkan adzab pada suatu negeri. Malaikat itu melapor dan
Allah Maha Tahu tentang hal yang dilaporkannya Ya Tuhan disana ada orang
shaleh. “justru jawaban Allah begitu mengejutkan,” mulailai timpakan azab
kepadanya. Apa pasal ?. Karena wajahnya sama sekali tak pernah memerah karena Aku.
Ia tak punya kecemburuan dan ketersinggungan bila kehormatan Allah dilanggar.
Ia tenang ketika ummatnya dibantai. Ia baru tersinggung bila pribadina di usik!
Salah
satu sukses madrasah (aliran) sekuler modern adalah keberhasilan mereka
mencetak generasi Muslim yang tak tersingging bila Islam, al-Qur’an dan Rasul
diejek,:Demi toleransi” kata mereka.
Selesai membaca bab ini saya pun tertampar dan spechless
Langganan:
Komentar (Atom)