Laut merupakan fasilitas multifungsional,
kemanfaatan laut terimplementasi pada segala aspek. Mulai dari agama,
komunikasi sosial, ekonomi, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Apabila
membahas sejarah kelautan secara ilmu oseanografi umum yang dipelajari
di universitas-universitas, ceritanya bermula dari para filsuf dan
naturalis yang mengkaji laut dari daratan, perkembangan ilmu ini mulai
pesat sejak adanya ekspedisi Chalenger pada abad ke-19 yang
dirintis oleh C.W. Thomson (berkebangsaan Skotlandia) dan Murray
(berkebangsaan Kanada). Mereka mulai mengamati gejala-gejala fisis dari
laut seperti arus, gelombang, pasang-surut dan badai yang mengerakkan
dan mempengaruhi rakit ketika di lautan. Selain itu, mereka pun mulai
mempelajari biota di bawah laut. Setelah itu berangsur-angsur ilmu
kelautan terus dikembangkan dan mulai dibentuk institusi-institusi
khusus yang bergerak dan berfungsi dalam eksplorasi, eksploitasi dan
pembudidayaan laut.
Penelaahan aspek agama adalah faktor yang
sangat signifikan bagi keimanan seorang muslim, dalam hal ini dapat
menancapkan akar aqidah menjadi semakin kuat dan erat. Cepisan kata
“laut” telah tertoyong dalam firman Allah SWT sejak 14 abad tempo lalu.
Dalam pengetahuan seorang muslim secara global dan umum laut identik
dengan kisah para nabi seperti Nabi Nuh as. dan Musa as. Wawasan
kelautan yang ingin diinformasikan dalam al-Qur’an secara faktual dan
esensinya tidak hanya sebatas menceritakan sejarah nabi-nabi. Namun ada
pengetahuan ilmiah empirik yang sangat mencengangkan dan ini hanya
dikhususkan bagi orang yang “berakal” dalam bahasa sastra al-Qur’an.
Berawal dari perkembangan iptek yang
terus merangkak dengan perlahan hingga mampu berlari kencang sampai
diluar estimasi akal primitif. Maka para ilmuan pun mulai terinspirasi
untuk mempelajari fenomena-fenomena laut karena kemanfaatannya yang
menggiurkan baik dari finansial maupun kemajuan teknologi. Pada
akhirnya ditemukanlah korelasi alamiah yang ilmiah antara penuturan
al-Qur’an dengan fakta yang terjadi dari hasil riset. Rentetan
penelusuran dan penemuan para ilmuan mencigap tabir keniscayaan bahwa
al-Qur’an adalah firman Tuhan yang tidak dapat digugat oleh siapapun di
seantaro alam ini. Bahkan kemajuan sains dan teknolgi memang ditakdir
untuk menyokong pembuktian kemewahan dan ke-spektakuler-an al-Qur’an.
Kita semua tentu sudah sering mendengar
maupun membaca kisah nabi Allah Musa as. Dalam al-Qur’an al-Karim kisah
nabi Musa as menjadi kisah yang sangat fenomenal. Beberapa kisah yang
diabadikan dalam al-Qur’an adalah tatkala penyerangan fira’un durjana
serentak dengan ribuan serdadunya yang elit dan kuat. Tertuturlah dalam
firman-Nya yang suci pada surat al-Baqarah ayat 50:
“Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami
selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya
sedang kamu sendiri menyaksikan.” (Q.S al-Baqarah: 50)
Jelas dan terang dengan kita sekarang,
tidak ada satu pun yang dapat melindungi kita jika Allah berkehendak
memberikan mudharat atas hamba-Nya dan tidak pula ada manusia yang
mampu memberikan mudharat atas insan terpilih jika Allah telah
menitahkan perlindungan bagi dirinya. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya
bagi umat Muhammad saw yang mau mengambil pelajaran dan ingin mencari
kebenaran.
Tidak dapat dipungkiri lagi kebenaran
sejarah fantastik terbelahnya laut yang berlangsung pada dimensi
peradaban nabi Musa as. Pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi kian
hari semakin menunjukkan perkembangan yang sehat, kuat, cepat dan terus
melesat. Satu persatu paradigma kolot yang berbau mistik dan alam non
fisik pun mulai meluruh bahkan rontok meninggalkan cabang-cabang akal
manusia, akar disiplin ilmu yang berbau ke alam tidak kasat mata
mengalami sinkronisasi dengan rumus-rumus empirik para ilmuan, lambat
laun mulai menancapkan tunggangnya ke ulu brain wave (gelombang
otak) setiap masyarakat pribumi saat ini. Teori kuantum yang
diperkenalkan oleh fisikawan teoritik tempo lalu seperti Bohr,
Schrödinger, Heisenberg, Becquerel, dan Einsten berkolaborasi dengan
prinsip-prinsip oseanologi terkini, mampu mendobrak jendela ke-jadul-an
alur pikir umat-umat kafir terdahulu yang menduga dan menjastifikasi
bahwa al-Qur’an dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw itu adalah
dongengan belaka.
Sekarang kita mulai penjelasan praktis dan ilmiah itu dari ayat cinta Allah pada surat Thohaa ayat 77:
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan
kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam
hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak
usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).”(Q.S Thohaa: 77)
Membuat jalan yang kering di dalam laut
itu ialah memukul laut itu dengan tongkat. Nabi Musa as telah
menjalarkan sebuah energi seismik melalui tongkatnya dengan skala sekian
richter ke dalam lapisan litosfer bumi yang diteruskan ke lantai
samudra. Gelombang seismik ini akan mempengaruhi posisi lempeng bumi,
ada yang mengalami konveksi dan divergensi (dalam dikaji dalam ilmu
oseanografi). Koheren dengan teori sel konveksi dalam rumusan lempeng
tektonik, seismologi. Jauh di dalam inti bumi telah terjadi peluruhan
bebatuan melalui radioaktifitas yang menghasilkan energi luar biasa
besarnya. Energi ini dijadikan oleh inti untuk memanaskan batuan di
atasnya sehingga membentuk lapisan plastis atau sebagai mantel cair yang
mengelilingi inti bumi. Karena adannya desakan batuan baru dari atas
biasanya dari peristiwa pelepasan eneri gempa bumi maka cairan atau
magma tersebut mencuar ke atas permukaan. Namun karena berkurangnya suhu
seiring dengan aliran yang semakin ke permukaan bumi maka akan
terbentuklah punggung samudra atau batuan yang baru
.
Seperti terlihat pada gambar di atas,
fenomena siklus yang sedemikian, biasanya berlangsung ribuan tahun.
Namun jika Allah berkehendak dalam sekejap mata pun dapat terealisasi.
Tentunya anda sudah mulai bisa membaca makna dari uraian sebelumnya.
Energi yang dilepaskan oleh tongkat nabi Musa telah menstimulus air laut
surut karena permukaannya yang semakin tinggi akibat pembentukan batuan
baru. Barulah setelah nabi Musa dan kaumnya (Bani Israil) menyeberangi
laut, air kembali kepada keadaan normal efek pergeseran lempeng ke arah
yang lain dari energi seismik yang tersisa. Gejala alam seperti
pergeseran lempeng (lantai samudra) memang pada umumnya hanya
berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama. Tentu saja,
sepertinya Allah telah menunjukkan jalur yang akan dilalui oleh nabi
Musa as tepat pada waktu gejala alam itu akan terjadi dan jalur ini
sudah dirancang sejak tempo abad yang silam, sehingga ketika tiba
masanya hanya dengan sedikit getaran saja dapat memicu bangkitnya
fenomena seperti paparan di atas. Allahu’alam Bishowab. Jika anda
ingin mengetahui kebenarannya, peristiwa ini juga sudah pernah terjadi
di jepang pada abad 19 ini (silahkan cek di internet).
Allah swt secara tersirat telah
membuktikan bahwa kitab yang diturunkan kepada nabi Agung yang buta
huruf itu tidaklah dongengan orang terdahulu dan bukan pula
mantra-mantra sihir, ia adalah petunjuk, pembeda, cahaya dan obat bagi
umat mukmin. Sekali lagi ditegaskan dalam ayat-Nya:
“Maka Kami hukumlah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka lihatlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim.” (Q.S: al-Qashas: 40)
Murka Allah swt jatuh pada diri-diri yang
angkuh, pongah, dan penuh kesombongan. Oleh karena itu, marilah kita
senantiasa menghisab diri sudah seberapa jauh kita mengenal Allah swt,
ketahuilah jika hati itu sadar akan kebesaran Tuhannya pastilah ia
merasa kecil lagi hina di hadapan Allah swt. Dengan seperti ini
tekuraslah korosi-korosi kesombongan yang menempel di kebeningan hati
manusia. Dekatilah al-Qur’aan yang penuh ketakjuban , sesekali tidak ada
salah menelaah maknanya agar semakin tumpah ruahlah keyakinan kita
kepada Tuhan yang Maha Indah. Fastabiqul khairat….!
Oleh: Sulastriya Ningsi, mahasiswa MIPA/Fisika Universitas Andalas
Sumber: http://m.cyberdakwah.com/2013/06/kisah-terbelah-laut-nabi-musa-itu-ilmiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar