Gerombolan kata ricuh, menanti dijamahi jemari cerdik ku. Hal yang menyentak kesadaran bahwa kata dapat mengubah jiwa manusia yang nelangsa menjadi bertapa suka cita, hati yang keruh menjadi jernih, pribadi yang gelisah menjadi terkungkung kedamaian, akal yang sempit menjadi kian meluas dan berpaham. Dalam gemuruh debar hati dan gelora seorang gadis ya ng ingin mencapai kesuksesan untuk menjadi Sosok yang Bermafaat Bagi Umat. Ia kini terus meneguk lautan kata yang mengkristal dalam untaian-untaian hikmah yang sarat makna di setiap jejal sumber ilmu yang ada. Agar dengan kata itu kelak ia mampu menasehati dirinya sendiri, agar dengan kata itu terluaplah segala hasrat amal, agar dengan kata itu ia mampu melegakan rongga dada yang mendidih, agar dengan kata itu mampu menghipnotis jiwa yang terpancung lemah, agar dengan kata itu mampu menyeret berseantaro kebaikan, agar dengan kata itu mampu membuat-Nya tersenyum dan berkata 'Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya, Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.
Hari ini aku masuk kerja dengan kedisiplinan seperti biasanya. Memang sudah menjadi tabiatku gemar menyimak fenomena yang berceceran di sepanjang perjalanan. Sungguh tak sanggup lagi aku sembunyikan rahasia hati ini. Setiap ku pandang lipatan diwajahnya aku kian terenyuh. Nenek itu sudah teramat tua sekali. Setiap hari ku perhatikan ia setia duduk di beranda rumahnya sambil memperhatikan hiruk pikuk jalan. Mengapa aku sedih ?, Sobat, aku takut sekali jika Allah menghendaki ku sampai pada usia udzur sedang belum ada yang dapat aku persembahkan untuk agama-Nya. Kegetiranku pun terbakar jika Pada akhri usiaku aku bukanlah siapa-siapa di hadapan-Nya dan di mata manusia. Aku betapa tak inginnya mati menjadi hamba yang 'Tak Bernama'. Kadang aku menangis sendiri setiap melihat nenek itu. Semoga Allah mengampuni dosa nenek itu karena telah menyingkap pintu kesadaranku akan pentingnya memanfaatkan usia untuk melakukan amalan sholeh semasif mungkin.
Di pemandangan yang lain ku tatap gugusan bukit yang menyelonjor menghiasi tepian ranah minang ini. Halimun duduk terpaku menikmati tahtanya di atas bukit itu. Mentari segar kembali sumringah menemani hari ini bagi setiap hamba Allah yang masih diberi kesempatan hidup. Jalanan masih hingar bingar, klakson, dan deru mesin pacu-berpacu mengiringi pesona perjalanan ke tempat kerja ku. Di sana aku lihat peminta yrjang menengadahkan tangan pada setiap kendaraan yang berhenti di lampu merah. Ada yang cacat fisik, namun kebanyakan yang cacat hati dan akalnya. Kurenungi lagi, mungkinkah mereka berbuat karena malunya sudah menebal atau pintu hatinya yang ditutup Allah untuk bekerja dengan profesi yang lebih terhormat. Entahlah sobat. Peranan mereka di panggung jalanan itu kerap membuat ku sesak ke ulu hati. Ini karena ulah ku yang masih belum bisa berkontribusi lebih untuk membantu mereka menemukan kebaikan dan kebajikan.
HUft.... Ku hela nafas panjang agar energi tak tersobek habis oleh jamuan-jamuan di perjalanan tadi.
Nice Story Mbak.. Salam kenal yakk :)
BalasHapuskompashermansyah.blogspot.com