Kini usia ku tepat pada angka 22.
Geriap asa yang terus mengelanakan mimpi-mimpi, namun semua belum menjelma
dalam rupa yang nyata. Sekalipun Guntur
turut serta meneriakkan harapanku di kaki langit, tentu akan sia-sia tanpa
setangkai do’a dan nutrisi usaha yang ku jejal. Gemuruh hati semakin gegap gempita dalam riuh kegalauan.
Betapa tidak, aku sedang dihadapkan pada rentetan hidup yang kian hari semakin
menampakkan kehororannya. Setangkup kasih-Nya terus kuteguk dalam kesumaku,
namun kesyukuran enggan kali untuk muntah dari ketulusan jiwa ini. Dulu aku pernah mengazamkan niat untuk
menghiasi tepi renda qalbu dengan cinta kental untuk Sang Maha Khalik. Ketika aku tidak bisa lagi menyinta kefanaan
dunia, saat hati terpuruk oleh kekecewaan, dimana aku selalu dalam kegetiran. Itulah masa-masa
SMA, konon banyak cerita indah yang mengisi sejarah. Tidak, ini tidak berlaku
pada ku, untuk aku yang diputuskan agar tidak mau mengikuti tren ‘anak muda’. Ternyata perjalanan waktu mengasah hati tuk tumbuhkan kembali puing-puing yang pernah
runtuh. Tulisan di diariku mengajari akan kebermaknaan masa muda untuk jangan
disia-siakan kepada perkara nestapa,
karena akan membawa diri pada nelangsa. Memang kini aku masih muda namun
sepucuk lebih tua dari kemaren kala aku merangkai impian dalam diari itu.
Motivasiku mulai terbakar untuk melakukan perubahan diri kembali, membenahi
tabiat-tabiat yang keruh, merehabilitas amalan-amalan ibadah, dan menata hati
kepada kejernihan fitrah. Sudah lama fitrah menggerung marah, ia terpaku
dalam sapuan geram, karena aku yang telah lama tidak mensucikan dan membawanya
kembali kepada tempat asalnya. Ku sangat
mengerti cinta Allah pada hamba tak mengenal celah sanggahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar