Minggu, 10 November 2013

Diari (14 Mei 2013)



Kini usia ku tepat pada angka 22. Geriap asa yang terus mengelanakan mimpi-mimpi, namun semua belum menjelma dalam rupa yang nyata.  Sekalipun Guntur turut serta meneriakkan harapanku di kaki langit, tentu akan sia-sia tanpa setangkai do’a dan nutrisi usaha yang ku jejal. Gemuruh hati  semakin gegap gempita dalam riuh kegalauan. Betapa tidak, aku sedang dihadapkan pada rentetan hidup yang kian hari semakin menampakkan kehororannya. Setangkup kasih-Nya terus kuteguk dalam kesumaku, namun kesyukuran enggan kali untuk muntah dari ketulusan jiwa ini.  Dulu aku pernah mengazamkan niat untuk menghiasi tepi renda qalbu dengan cinta kental untuk Sang Maha Khalik.  Ketika aku tidak bisa lagi menyinta kefanaan dunia, saat hati terpuruk oleh kekecewaan, dimana  aku selalu dalam kegetiran. Itulah masa-masa SMA, konon banyak cerita indah yang mengisi sejarah. Tidak, ini tidak berlaku pada ku, untuk aku yang diputuskan agar tidak mau mengikuti tren ‘anak muda’.  Ternyata perjalanan waktu mengasah hati  tuk tumbuhkan kembali puing-puing yang pernah runtuh. Tulisan di diariku mengajari akan kebermaknaan masa muda untuk jangan disia-siakan  kepada perkara nestapa, karena akan membawa diri pada nelangsa. Memang kini aku masih muda namun sepucuk lebih tua dari kemaren kala aku merangkai impian dalam diari itu. Motivasiku mulai terbakar untuk melakukan perubahan diri kembali, membenahi tabiat-tabiat yang keruh, merehabilitas amalan-amalan ibadah, dan menata hati kepada kejernihan fitrah.  Sudah  lama fitrah menggerung marah, ia terpaku dalam sapuan geram, karena aku yang telah lama tidak mensucikan dan membawanya kembali kepada  tempat asalnya. Ku sangat mengerti cinta Allah pada hamba tak mengenal celah sanggahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar