Kamis, 21 Juli 2016

Jingga di Pelataran Senja



Senja….

        Ada tingginya isyarat nan termaktub, ada suasana mendung yang mengesankan hati, ada sentuhan yang membawa jiwa berkeliling alam semesta. Suasana kepatuhan alam yang membuat banyak mata terheran-heran dalam keheningan. Menimbulkan kekhawatiran sekaligus ketenangan. Sebab hati merasa keberpisahan dengan waktu siang. Kesedihan yang membisu dan keterharuan yang mendalam. Rasa khawatir akan malam gelap yang mencekam. Namun pada akhirnya mendatangkan kekhusyukan yang tersembunyi dan rasa tenang pun menyelubungi.

            Bagimu penikmat senja. Atau bagi siapapun kiranya yang terpesona dengan keanggunan pesona senja. Tanyakanlah pada langit perkara warnanya. Mengapa warna jingga di pelataran langit senja tidak bernuansa  kuning atau merah  saja, mengapa harus jingga?. Itu takdir bukan ?. Benar, kini pandanglah dengan teliti langit yang sedang terpulas senyum karena mendengarkan tanya. Tentang kita yang tak sadar bahwa dalam jingga ada perpaduan dua warna yang serasi, kuning dan merah. 

Secara tersirat ada kisah makna dalam jingga. Perihal  pasangan kuning  dan  merah. Mereka yang tak pernah bersitegang untuk mengkanfas langit senja. Satu sama lain berpadu mesra untuk mewarnai senja bersama-sama. Tidak ada keegoisan, tidak ada rasa ingin saling menonjolkan warna, hanya ada rasa saling percaya. Karena memang kala kuning dan merah bersanding dalam motif jingga, menautkan kemegahan yang agung di pelataran langit senja. 

Untuk sampai pada senja kita butuh jeda, kita butuh keyakinan tuk saling berkongsi rasa. Butuh proses yang tidak mudah hingga warna kuning dan merah itu menyatu dalam jingga. 

Dari warna jingga di pelataran langit senja, mari kita belajar tentang menenggelamkan ego. Agar kita  lebih mengerti bahwa dengan meleburkan ego dapat menciptakan indahnya kebersamaan. Tak baik terlalu mempertahankan ego jika ujung-ujungnya kita tak dapat menciptakan keharmonisan hati. Kelak kita bukan lagi yang melulu memikirkan diri sendiri dan menghabiskan waktu untuk tujuan masing-masing. Kita akan lebih banyak mendiskusikan rencana masa depan bersama.

Lalu,  jingga di pelataran langit senja mengajarkan kita  bahwa pesona yang kita kagumi dari kehidupan di atas bumi adalah fana. Apa yang kita lihat tidak serta merta itu yang ada. Kita tidak pernah melihat apa yang sesungguhnya ada. Karena yang kita pandang adalah ornamen jingga. Padahal di dalamnya ada kuning dan merah. Layaknya,  kita yang  tidak pernah tahu persis perjuangan seseorang untuk sampai ke kita, kita yang tidak pernah melihat peluh dan getirnya yang terkuras. Sebab, kita hanya tahu bahwa kelak orang itu telah bersama kita. Padahal untuk menempuh kebersamaan entah seberapa hebat do'a-do'a yang telah dilangitkannya, entah se-ngeri apa aral yang telah dilaluinya. Sebab usaha kita memang selalu semu di mata manusia namun akan selalu nyata dalam catatan amal kebajikan di sisi Allah. Untuk itu, tetaplah berupaya dalam diam yang terus bekerja. Mengupayakan dia yang telah lama menanti sebentuk kehadiran bersama. 

Kita merasakan bahwa  mencintai dalam diam seperti menikmati takjub pada alam bersama gemerisik angin di sebuah taman bunga  yang anggun  dan indah. Dan meski tidak tersampaikan, tidak terucapkan, demi menjaga kehormatan perasaan, kita selalu tahu itu sungguh tetap sebuah ketakjuban cinta.
Ada waktunya, ketika kita menjingga di pelataran senja bergradasi emas, itulah tanda do'a kita diijabah semesta. Selamat merayakan jerih upaya bersama bahagia. Bahagia sebab merah dan kuning kini telah jadi jingga, kau dan aku menghadirkan kita.  Saat nanti  kita melihat hiasan jingga yang sama, di langit yang telah senja. Itulah cinta kita.  Bak cinta manusia yang tak ubahnya seperti langit jika senja. Apapun argumentasi manusia tentang cinta abadi, kenyataannya itu tidak pernah ada. Cinta manusia hanyalah cinta yang sementara. Sesementara warna jingga di langit yang mengindahkan langit senja.

Kita memahami bahwa setelah melalui jingga di senja hari, kita akan melewati malam yang pekat. Malam yang menghimpun banyak hal misteri. Jalan malam kehidupan bak menyedu pahitnya kopi, manis dikecap pahit. Kiasan bahwa kebersamaan kita tidak akan pernah lepas dari ujian. Kita akan merangkak di temaram cahaya dengan kekuatan hati dan kekokohan setia. Kita akan menembus kabut, menjejali gemintang yang tersemat, dan berharap mampu terus beriringan hingga renta. Semoga dalam kesementaraan cinta yang kita miliki kelak, mampu menjingga bersama ketaatan dan ketakwaan pada Allah menuju pelataran istana syurga-Nya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar