Minggu, 17 April 2016

Perjalanan Menuju Senja yang Entah



Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Masing-masing dari kita akan melampaui lintasan sendiri dengan jarak dan rintang. Entah siapa dari kita yang tengah berlari. Melaju kencang untuk merengkuh titik tepi. Melaju berlomba bersama waktu dan para penyanjung agar kepastian rasa tak lagi utopia. Sayangnya, aku kehabisan energi. Mungkin butuh istirahat bersama do’a-do’a. Ikhtiar ini cukup menyita banyak hal. Maka  Sepertinya, tidak apa-apa kita harus berpisah jalan dulu, biar saja hari ini kita harus bertahan di jalur masing-masing. Bukankah esok lusa kita akan bersua di ujung yang sama? Bukankah esok lusa kita akan bersatu di tujuan yang sama?. Mudah-mudahkan begitu.
Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Terlalu banyak arah membuat hati bimbang ingin menuju kemana. Jelas memang jalan untuk menuju yang ditakdirkan itu hanya ada satu jalan. Meski pada awalnya telihat lurus tanpa hambatan, kenyataannya penuh aral dan onak yang merintang. Kita harus tetap menuju kesana, sebab titik itu adalah akhir yang tak akan ada lagi persimpangan jalan setelahnya. Kita akan menunggu hingga satu titik yang disetujui takdir, di tempat yang disebut masa depan. Semoga perencanaan satu sama lain itu lebih sempurna dengan campur tangan Tuhan.
Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Berdiam diantara jawaban yang tidak benar. Memang inilah ujian. Cobaan bagi para perindu. Harus menunggu dalam ujian yang bertubi-tubi hingga mencapai apa yang dirindukan. Terlalu lama kita berjalan saling berpunggungan. Asumsi membelai asumsi, tak pernah ada ruang untuk hati bicara arti. Dengan menyerahkan hati pada Ilahi  mudah-mudahakan atas kasih sayang-Nya semua menjadi lebih membaik kembali. Sebaiknya kita tak perlu terburu-buru. Jika Allah mengiyakan hati kita, tak lagi ada peluru penyangkalan yang memburu. Mudah-mudahan.
Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Kita yang berlari namun terus dibatasi durasi waktu dan garis finish yang enggan menampakkan pita kuningnya. Sedang orang lain yang berlari telah disambut penuh senyum di garis finish. Semua orang, semua penonton, bahkan angin pun tahu siapa pemenangnya. Hanya saja kita tidak peduli, kita akan terus berlari meskipun tak ada apapun di garis finish. Karena Tuhan lah yang akan memberi hadiah dari proses kita. Kita akan tetap berjuang, kan ? Tentu saja berjuang untuk seseorang yang juga tengah memperjuangkan kita. Yakin saja kita akan  menang dengan semua do’a yang dipanjatkan pada Allah di sepertiga malam. Akhirnya, kita lebih damai.
Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Terbata-bata mencari makna. Memandang jalan yang akan dilalui kedepan. Perjalanan yang kelak pasti diguyuri sinar mentari, jelas menguras banyak peluh, menyita banyak waktu, mencurahkan energi yang lebih. Kita sebenarnya hanya menuju perjalanan yang seperti itu. Bersama orang yang tepat tentu semua perjalanan panjang itu menjadi nikmat. Sebab akan ada yang menopang disaat lemah. Ada yang mengingatkan dikala salah. Ada bahu tempat bersandar dari segenap gelisah. Ada mata yang menyemburatkan cahaya dan menerangi di saat gelap menerpa. Melangkah sejauh apa pun itu jika bersama, kita yakin kita mampu. Berjalan menuju bahagia, bersama-sama menuju Allah dengan orang yang kini masih entah. Siapa kah ?
Kita yang merasa, perjalanan hari menuju senja itu masih entah. Sembari menikmati hijrah gemawan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Mengingatkan akan hijrah kita pula. Kita yang banyak berubah setelah mengenang bahwa kebaikan akan menemukan kebaikan. Maka kita terus berupaya memperbaiki diri. Mencoba berdamai dengan waktu dan jarak. Memaksa ketabahan yang sesekali memberontak. Apakah ada yang rela menyusuri jalan sepi?, sebuah jalan yang tidak banyak diminati orang-orang. Jalan itu adalah jalan yang diridhoi Allah. Jalan yang memang sepi, tanpa ada interaksi, tanpa ada sapa berbalas sapa, dan hanya ada kepatuhan akan rambu-rambu di dalamnya. Mungkin jika kita masih bisa tabah kita akan saling bertemu pada satu jalan yang tercitra namaku dan namamu, nama kita.
Kelak saat kita telah bertemu kita akan belajar lagi bahwa kita disatukan bukan untuk berkompetisi, saling mengalahkan, terus menonjolkan ego masing-masing. Bukan! Saat takdir senja berpihak pada kita untuk menjinggakan langit, semua menjadi sebuah awal baru. Awal dari perjalanan  kita. Dalam perjalanan ini kita akan merangkak, berjalan, ataupun berlari bersisiran. Dan kurasa tidak perlu mengajakku untuk berlari. Nanti aku bisa lelah. Kita nikmati perjalanan sambil mengeratkan genggaman jemari. Pun sebenarnya kamu bisa dengan mudah meninggalkanku. Aku berharap kamu akan memilih tetap membersamaiku, karena aku ingin kita sejajar, bukan saling menarik dan ditarik, atau digiring dan menggiring. 
Jika kau lihat saat berjalan tali sepatuku lepas, bantulah aku untuk mengikatnya agar dapat kita tantang bersama jalan yang telah ditelanjangi dari aspal panas.  Kadang aku sempat berfikir untuk menjadi menjadi telapak sepatumu, yang memberi kenyamanan bagi telapakmu untuk berjalan. Yah, aku ingin jadi telapak sepatumu saja dari kotor dan basah, aku mengabdi tetap untuk bersamamu. Yang sesungguhnya lelah, tapi  untukmu aku tidak pernah menyerah. InsyaALlah, karena akan bernilai ibadah. Terlebih dari rasa syukuryang  telah menimbulkan rasa bahagia. Bahagia itulah yang memicu untuk terus menerjang lelah. Sebab dulunya kita telah berupaya penuh. Ini adalah saatnya kita mensyukuri titik temu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar