Selama ini aku mendengar kamu
banyak bercerita tentang senja. Kamu yang mengisahkan senja tentang satu masa
dimana pergantian siang menjadi malam. Pergantian cerah menjadi mendung.
Pergantian panas menjadi dingin. Pergantian terang menjadi temaram. Pergantian
lelah menjadi istirahat. Pergantian dua warna menjadi satu, kuning dan merah
menjadi jingga. Mungkin juga pergantian rindu menjadi padu.
Kamu
yang malu-malu untuk menciptakan arti yang sesungguhnya. Tapi aku tahu, kamu tidak
dapat menuangkan keinginanmu sebab kamu seorang wanita.
Bagaimana
jika kamu telah membuat aku jatuh hati. Membuat aku tertarik memandang langit
di ufuk timur. Menjadi terpesona pada jingganya yang bertabur. Lalu aku berdo’a
diantara aroma embun. Semoga merah itu aku dan kamu bersedia menjadi kuningnya.
Kemudian kita menjadi jingga di langit senja. Seperti prosa-prosa yang ku baca
darimu.
Bagaimana
jika aku memiliki perasaaan yang sama dengan perasaanmu kepada orang lain,
kepada orang yang kamu harapkan. Sebenarnya aku ingin, kamu tidak berharap
terlalu tinggi, karena di atas awan sana tidak ada pegangan. Aku mengharapkan
kamu yang tengah mengharapkan orang lain. Sulit, kan?. Banyak orang yang
mengalami seperti ini.
Aku pun bertanya
maukah kamu menjadi kuning untuk pelengkap jingga ku dan aku hanya butuh sebuah
jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Namun kamu
membatu, membisu, dan tak bersuara.
Rumit…! Begitulah wanita.
tapi senja pun selalu menyisakan gelap, kenapa harus datang jika hanya untuk pergi meski disisi lain senja selalu tau bagaimana cara berpamitan.
BalasHapusmantap tulisannya .. hehee