(Tulisan ini hanya perspektif belaka)
Entah kenapa, kata 'entah' itu teramat sering muncul dalam setiap tulisan ku.
Apakah ambiguitas atau transendental ? yang jelas hal yang entah itu adalah elusif bagi ku.
Layaknya perasaan ini, benar-benar elusif.
Sedih, senang, sakit, kecewa, marah, dan rindu. Merupakan hal yang nyata dan dapat dirasakan tapi tak terlihat .
Datangnya refleks dari suatu daur sebab-akibat.
Apa pun itu, ragam rasa adalah fluktuasi hati, dinamika perasaan.
Setiap dari kita secara alami dipaksa untuk mengambilnya baik suka atau pun tidak.
Terima saja, nikmati sebagai kesyukuran, dan jangan lupa mengambil hikmah dari setiap perasaan yang datang.
Lantas malam ini. Rasa itu hadir. Datangnya benar-benar elusif. Terbura begitu saja sebab ia tetiba mengetuk pintu kesendirian.
Saat ku buka, dia hanya tersenyum padaku dan meminta untuk ditemani beberapa waktu . Mungkin agar aku dapat memahaminya dan mengambil hikmah darinya.
Kamu tahu siapa yang datang ? Dialah rindu...dialah yang kini tengah bertamu dan telah bertemu hatiku.
Satu rasa yang lugu dan sering tak tahu malu kalau bertamu didalam hati. Kehadirannya bukanlah kesalahan, namun banyak dari kita salah dalam menjamunya didalam hati. Sembari aku ditemani rindu. Biarlah tangan ini terus menari untuk menceritakan hadirnya di lekuk sanubari.
Aku terus merenungi tentang rasa rindu ini, yang sedang duduk anggun di selaksa hati. Rasa yang terkuak dari jarak antara dua unsur yang belum saling menggenapkan. Banyak kejadian sebab jarak itu. Ada yang getir karnanya, ada tersenyum-senyum sendiri, ada yang pilu bahkan menjadi tak berdaya, ada yang gegai sebab tak kuasa, ada terburu-buru untuk mengungkapkan, ada ceroboh mengekspresikannya, tapi ada yang bersikap anggun lalu mencari kedamaian akan rindu itu dengan bermunajat kepada Dzat yang mengujinya dengan rasa yang hadir itu. Aku memilih untuk menuliskannya. Tentang apa sikap ku, cukup Allah yang tahu.
Orang yang merindu itu, sering nanar sendiri mengenai tujuan dari ia merindu. Mari kita jujur pada diri sendiri, dan periksa kembali niat dalam hati. Tanyakanlah pada diri. Apa tujuannya rindu itu datang ? Bagiku rasa rindu itu hanya sebentuk ujian belaka. Lantas setan paling suka memanfaatkan momen ini.
Jika kita mau memberi luang bagi logika untuk berfikir maka kita akan tiba pada satu konklusi bahwa 'kita sedang merindukan sesuatu yang nantinya bukanlah hal yang dirindukan.' Aku menyatakan ini karena beginilah yang sangat banyak aku saksikan. Banyak dari kawula muda yang mabuk kepayang untuk menyatukan rindu itu dalam ruang yang satu, sayangnya setelah rindu itu padu lalu ia menyublim ke ruang jengah. Jengah sebab finansial, jengah sebab tuntutan kewajiban, jengah sebab mempertahankan hak masing-masing, jengah sebab anak-anak yang banyak ulah, jengah sebab letihnya menjalani rutinitas kian memuncak. Apa-apa yang dulu di rindukan pada akhirnya tidak lagi menjadi hal dirindukan. Semua yang dirindu menjadi hambar dan tak berasa. Lalu mengapa kita harus merindu. Mungkin kita terlalu naif dan bersekongkol dengan kebanyakan insinuasi mereka. Akhirnya ketahanan jiwa pun leco dan menyepakati bahwa kerinduan itu mesti segera dituntaskan. Sejatinya kelak yang dirindu itu akan menjadi hal yang tak dirindukan.( Yang bingung selamat ^_^)
Tentu pernyataan "Hal yang dirindukan kelak akan menjadi hal yang tak dirindukan", tidak semestinya membuat mati rasa dan pasrah pada kondisi. Kalimat itu tidak lain hanya sebentuk konsekuensi logis bagi para perindu kelak dan untuk membuat paham bagi yang merindukan kini. Adapun idealitas seperti yang didamba tidak seperti itu adanya kelak. Khazanah itu hendaknya membuat kita lebih bersiap diri. Lebih meluaskan hati untuk saling menerima. Lebih menguatkan tekad untuk saling komitmen. Lebih menata niat dan mengupayakan jalan menuju titik temu rindu itu adalah dalam koridor yang Allah cintai, yang Allah suka bukan yang kita mau.
Yaps....kita jadi tahu mesti bersikap bagaimana saat rindu itu ingin bertamu. Izinkan lah ia masuk, ucapkan salam padanya. Dan katakanlah, duhai Rindu sungguh engkau adalah ujian keteguhan hatiku. Karena kelak engkau bukanlah yang kuinginkan bukan pula yang diharapkan, lebih tepatnya engkau adalah yang aku butuhkan, yang paling sesuai dengan kebutuhanku. Rindu....! Biarkan aku mengantarmu pulang pada Dzat yang telah mengirim mu pada ku. Karena membiarkan mu terlalu lama bertamu dihati, memberi ruang bagi setan untuk membuat indah hal yang Allah murkai. Aku kirimkan engkau dengan kendaraan do'a. Pada Allah, pada Dzat yang mengetahui peristiwa di kemudian hari. Tidak perlu datang lagi. Karena setiap manusia telah diciptakan saling menggenapkan. Kapan ganjil itu digenapkan Allah. Itu bukan urusan kita. (Inti nya sih yang ini *_*)
Ingatlah tujuan dari hidup ini begitu agung. Sebagai khalifah di muka bumi. Lalu kita akan dimintai pertanggung jawaban atas waktu ini. Satu waktu kelak mata terbelalak menyaksikan hisab amalnya. Semoga Allah beri kita kekuatan untuk mengisi pundi timbangan kebajikan. Yang perlu kita perhatikan adalah amal kita bukan takdir. Sebab takdir kita adalah ketetapan Allah.
Jadi tak perlu risau dengan fluktuasi hati. Karena hamba-hamba Allah itu tidak ada rasa gelisah, tidak ada gundah, tak ada khawatir, tak pula rasa takut.
Bagimu yang bertanya tentang rindu yang tak jua padu.
Bagimu yang telah menengadah ke kolong langit dan menanti jawaban turun. Maka akan ada dua kemungkinan: Nama itu diturunkan segera atau tertahan namun hatimu dipenuhi rasa sabar dan ikhlas dalam kehendak-Nya.
Untuk itu, Jangan pernah letih berdo'a ....Allah memberi kita rasa rindu agar dengannya kita kembali meminta. Kembali menata diri. Kembali membenahi kerombengan iman. Kembali pada niat yang tulus.
Lihatlah embun menyapa dedaunan saat sang mentari tersumbur.
Lihatlah cahaya rembulan yang menyapa gelap gempitanya langit .
Maka sapa dia dalam do'a-do'a di keheningan malam dan di kebeningan hati. Sebab waktu itu do'a mu bersama sayap para Malaikat, bersama energi semesta yang agung.
Bagimu yang tengah merindu, cukup letakkan keningmu di atas sajadah, lalu berdo'alah pada-Nya.
'Alaikumsalam Rindu...
©SN
Entah kenapa, kata 'entah' itu teramat sering muncul dalam setiap tulisan ku.
Apakah ambiguitas atau transendental ? yang jelas hal yang entah itu adalah elusif bagi ku.
Layaknya perasaan ini, benar-benar elusif.
Sedih, senang, sakit, kecewa, marah, dan rindu. Merupakan hal yang nyata dan dapat dirasakan tapi tak terlihat .
Datangnya refleks dari suatu daur sebab-akibat.
Apa pun itu, ragam rasa adalah fluktuasi hati, dinamika perasaan.
Setiap dari kita secara alami dipaksa untuk mengambilnya baik suka atau pun tidak.
Terima saja, nikmati sebagai kesyukuran, dan jangan lupa mengambil hikmah dari setiap perasaan yang datang.
Lantas malam ini. Rasa itu hadir. Datangnya benar-benar elusif. Terbura begitu saja sebab ia tetiba mengetuk pintu kesendirian.
Saat ku buka, dia hanya tersenyum padaku dan meminta untuk ditemani beberapa waktu . Mungkin agar aku dapat memahaminya dan mengambil hikmah darinya.
Kamu tahu siapa yang datang ? Dialah rindu...dialah yang kini tengah bertamu dan telah bertemu hatiku.
Satu rasa yang lugu dan sering tak tahu malu kalau bertamu didalam hati. Kehadirannya bukanlah kesalahan, namun banyak dari kita salah dalam menjamunya didalam hati. Sembari aku ditemani rindu. Biarlah tangan ini terus menari untuk menceritakan hadirnya di lekuk sanubari.
Aku terus merenungi tentang rasa rindu ini, yang sedang duduk anggun di selaksa hati. Rasa yang terkuak dari jarak antara dua unsur yang belum saling menggenapkan. Banyak kejadian sebab jarak itu. Ada yang getir karnanya, ada tersenyum-senyum sendiri, ada yang pilu bahkan menjadi tak berdaya, ada yang gegai sebab tak kuasa, ada terburu-buru untuk mengungkapkan, ada ceroboh mengekspresikannya, tapi ada yang bersikap anggun lalu mencari kedamaian akan rindu itu dengan bermunajat kepada Dzat yang mengujinya dengan rasa yang hadir itu. Aku memilih untuk menuliskannya. Tentang apa sikap ku, cukup Allah yang tahu.
Orang yang merindu itu, sering nanar sendiri mengenai tujuan dari ia merindu. Mari kita jujur pada diri sendiri, dan periksa kembali niat dalam hati. Tanyakanlah pada diri. Apa tujuannya rindu itu datang ? Bagiku rasa rindu itu hanya sebentuk ujian belaka. Lantas setan paling suka memanfaatkan momen ini.
Jika kita mau memberi luang bagi logika untuk berfikir maka kita akan tiba pada satu konklusi bahwa 'kita sedang merindukan sesuatu yang nantinya bukanlah hal yang dirindukan.' Aku menyatakan ini karena beginilah yang sangat banyak aku saksikan. Banyak dari kawula muda yang mabuk kepayang untuk menyatukan rindu itu dalam ruang yang satu, sayangnya setelah rindu itu padu lalu ia menyublim ke ruang jengah. Jengah sebab finansial, jengah sebab tuntutan kewajiban, jengah sebab mempertahankan hak masing-masing, jengah sebab anak-anak yang banyak ulah, jengah sebab letihnya menjalani rutinitas kian memuncak. Apa-apa yang dulu di rindukan pada akhirnya tidak lagi menjadi hal dirindukan. Semua yang dirindu menjadi hambar dan tak berasa. Lalu mengapa kita harus merindu. Mungkin kita terlalu naif dan bersekongkol dengan kebanyakan insinuasi mereka. Akhirnya ketahanan jiwa pun leco dan menyepakati bahwa kerinduan itu mesti segera dituntaskan. Sejatinya kelak yang dirindu itu akan menjadi hal yang tak dirindukan.( Yang bingung selamat ^_^)
Tentu pernyataan "Hal yang dirindukan kelak akan menjadi hal yang tak dirindukan", tidak semestinya membuat mati rasa dan pasrah pada kondisi. Kalimat itu tidak lain hanya sebentuk konsekuensi logis bagi para perindu kelak dan untuk membuat paham bagi yang merindukan kini. Adapun idealitas seperti yang didamba tidak seperti itu adanya kelak. Khazanah itu hendaknya membuat kita lebih bersiap diri. Lebih meluaskan hati untuk saling menerima. Lebih menguatkan tekad untuk saling komitmen. Lebih menata niat dan mengupayakan jalan menuju titik temu rindu itu adalah dalam koridor yang Allah cintai, yang Allah suka bukan yang kita mau.
Yaps....kita jadi tahu mesti bersikap bagaimana saat rindu itu ingin bertamu. Izinkan lah ia masuk, ucapkan salam padanya. Dan katakanlah, duhai Rindu sungguh engkau adalah ujian keteguhan hatiku. Karena kelak engkau bukanlah yang kuinginkan bukan pula yang diharapkan, lebih tepatnya engkau adalah yang aku butuhkan, yang paling sesuai dengan kebutuhanku. Rindu....! Biarkan aku mengantarmu pulang pada Dzat yang telah mengirim mu pada ku. Karena membiarkan mu terlalu lama bertamu dihati, memberi ruang bagi setan untuk membuat indah hal yang Allah murkai. Aku kirimkan engkau dengan kendaraan do'a. Pada Allah, pada Dzat yang mengetahui peristiwa di kemudian hari. Tidak perlu datang lagi. Karena setiap manusia telah diciptakan saling menggenapkan. Kapan ganjil itu digenapkan Allah. Itu bukan urusan kita. (Inti nya sih yang ini *_*)
Ingatlah tujuan dari hidup ini begitu agung. Sebagai khalifah di muka bumi. Lalu kita akan dimintai pertanggung jawaban atas waktu ini. Satu waktu kelak mata terbelalak menyaksikan hisab amalnya. Semoga Allah beri kita kekuatan untuk mengisi pundi timbangan kebajikan. Yang perlu kita perhatikan adalah amal kita bukan takdir. Sebab takdir kita adalah ketetapan Allah.
Jadi tak perlu risau dengan fluktuasi hati. Karena hamba-hamba Allah itu tidak ada rasa gelisah, tidak ada gundah, tak ada khawatir, tak pula rasa takut.
Bagimu yang bertanya tentang rindu yang tak jua padu.
Bagimu yang telah menengadah ke kolong langit dan menanti jawaban turun. Maka akan ada dua kemungkinan: Nama itu diturunkan segera atau tertahan namun hatimu dipenuhi rasa sabar dan ikhlas dalam kehendak-Nya.
Untuk itu, Jangan pernah letih berdo'a ....Allah memberi kita rasa rindu agar dengannya kita kembali meminta. Kembali menata diri. Kembali membenahi kerombengan iman. Kembali pada niat yang tulus.
Lihatlah embun menyapa dedaunan saat sang mentari tersumbur.
Lihatlah cahaya rembulan yang menyapa gelap gempitanya langit .
Maka sapa dia dalam do'a-do'a di keheningan malam dan di kebeningan hati. Sebab waktu itu do'a mu bersama sayap para Malaikat, bersama energi semesta yang agung.
Bagimu yang tengah merindu, cukup letakkan keningmu di atas sajadah, lalu berdo'alah pada-Nya.
'Alaikumsalam Rindu...
©SN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar