Selasa, 12 April 2016

Kita yang Tengah Mengisi Hari ini



Kita yang pada hari ini dengan pekerjaan yang memang tak pernah kenal waktu. Tak jua kenal ruang dengan beraneka sudut, tak pula kenal timbunan rasa yang telah menggunung. Walau pada akhirnya akan berujung pada keringat dan daki. Kita yang bekerja di naungan punggung mentari. Belajar menikmati lelah dari pekerjaan yang tak kunjung selesai. Belajar berdamai bersama kepegalan tubuh untuk mengejar deadline laporan atau tagihan bulanan. Belajar tenang untuk menghadapi saat si Bos mulai berkasam muka atau rekan kerja yang tak seiya sekata. 

Namun kita melakukan pekerjaan bukan sekedar untuk memeras keringat atau menciptakan daki. Bahwa kita bekerja untuk bersyukur. Kesyukuran atas nikmat kesehatan, nikmat akal, nikmat kesempatan, dan nikmat untuk menghirup udara lepas, bebas, dan puas. Kesyukuran kita atas pekerjaan sekiranya dapat meregangkan kembali urat-urat syaraf. Kita menjadi orang-orang yang bebas dari diksi tertekan. Jika rasa syukur bagian tubuh ibadah, maka melakukan pekerjaan pun adalah ibadah kita. Lantas pekerjaan ini hari ini ada yang menyaksikan. 

“Dan bekerjalah kamu,maka Allah akan melihat pekerjaan mu, begitupula Rasul dan orang-orang beriman”
(Q.S. 9:105)

Mungkin kita merasa dikejar-kejar waktu hari ini?. Pada nyatanya kita dan waktu selalu melangkah bersisiran. Mungkin Kita bukan sedang berkejaran dengan waktu, karena kita tidak tahu sampai kapan kita hidup. Bisa dikatakan saat ini kita sedang berkejaran dengan amal. Layaknya amal itu yang tidak dapat diukur dari berapa panjang usia manusia, tapi dari kualitas saat mengerjakannya. Semoga kita tidak melewatkan begitu banyak kesempatan untuk berbuat baik. 

Kita yang pada hari ini merasa kepenatan pun mengajak menikmati sepenggal senja hari. Bersama secangkir teh hangat. Mendendangkan denyut nadi bersimfoni dengan desau angin. Pertanda kita masih hidup. Masih diminta untuk melanjutkan perjuangan didetik kemudian. Detik yang akan diminta pula pertangungjawabannya nanti. Senja ini, untuk sekedar mengusir kepenatan seharian  tadi, boleh lah kita menulis selarik puisi tentang hidup kita yang barusan terlewati, atau kemarin yang tak bisa dijemput lagi, atau esok yang masih temaram. Mungkin ada harapan yang dicacah kekecewaan, atau impian yang tak kunjung terpetik. Kita bisa menggarang dalam liuk-liuk bait, atau menggubah beberapa soneta. Terserah saja. Semau kita. Luahkan dalam puisi-puisi hati. Kepenatan kita sedari pagi tadi merupakan kemuliaan yang telah kita ciptakan sendiri. Berbahagialah untuk hari ini.

Jikalau salah seorang di antara kamu mengambil seutas tali, kemudian ia pergi ke gunung, kemudian ia pulang dengan membawa seutas kayu bakar di atas punggungnya, lalu ia menjualnya, yang dengan begitu Allah menjaga harga dirinya, niscaya itu lebih mulia baginya daripada ia meminta-minta kepada sesama manusia”
(al-Hadits)

Kita yang pada hari ini. Coba lihat langit malam, jangan-jangan bulan sudah terbakar keluhan. Cahayanya memburam disemprot gerutu. Karena kita yang  menampiaskan diri pada bayangan hari-hari yang panjang. Menghabiskan terik raja siang dengan bongkah-bongkah upaya. Yang kata orang “demi sesuap nasi dan sebukit berlian”. Keluhan tentang mereka, dia, atau seseorang yang mengesalkan.

Ada waktunya kita tidak perlu menghabiskan pikiran dan hati  untuk memikirkan orang-orang yang tidak menyukai. Ada baiknya kita curahkan hati dan pikiran untuk orang-orang yang menghargai keberadaan kita, untuk orang-orang yang mencintai atau mungkin sedang menunggu kita. 

Malam hari ini akan dikoyak kaki-kaki waktu. Jangan izinkan rumput hitam di kepala memutih disiram prasangka-prasangkat tak penting. Mari kita bertasbih menyebut nama Allah. Merenovasi kerusakan hati dari prasangka melalui istighfar bertalu-talu dan untuk kepentingan hati, nikmati kembali sujud-sujud kekhusyukan. Berdentinglah tenang demi tenang. Hingga kedamaian diabadikan malam. Lalu kita terpulas dalam kebaikan. Semoga segala hal di hari ini lebih baik dari kemarin, hari esok kita rencanakan untuk lebih baik dari hari ini. Kita pun menjadi yang beruntung.

Sudah saatnya kita untuk berbenah, melangkah pada perubahan yang lebih mengistimewakan masa depan. Tidak baik kan berlama-lamaan dalam tipu daya syaitan ?.  Melangkahlah lebih tegap. Mari menuju selaksa harapan yang berpintal-pintal dalam kalbu.”

Kutipan buku "Perjalanan untuk Sebuah Mimpi"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar