Untuk menjadi orang besar,
kita tidak harus menjadi kaya, terkenal
atau dikagumi banyak orang. Jika kita bersedia mengajarkan al-Qur’an di sebuah surau kecil di desa terpencil banget,
maka kita telah menjadi orang besar. Sebab orang besar adalah orang yang mampu
bermanfaat bagi orang lain kan ?. Penghargaan dan penghormatan tertinggi adalah
keridhoan Allah terhadap segala perbuatan dan amal kebaikan yang kita lakukan
dengan tulus. Kebesaran tidak selamanya menjadi sumber kemuliaan dan kehormatan
bagi seseorang. Terkadang justru menjadi sumber kesengsaraan dan ketersiksaan
hidup bila disalahgunakan. Bila dimanfaatkan hanya untuk memenuhi hasrat
duniawi.
Kita yang sering
mendengarkan atau langsung membaca kisah Seperti Fir’aun. Betapa tak
tertandingi kebesaran Fir’aun. Seluruh penduduk tunduk padanya bahkan ia
sekaligus mentahtakan diri sebagai tuhan. Na’udzubillah…!
Karena merasa begitu ia merasa begitu besar, sebuah perasaan yang bereferensi
pada kebuntuan akal, kebutaan penglihatan, dan tertutupnya mata hati. Kebesaran yang menghinakan diri sendiri.
Fir’aun berbuat untuk kebesaran dirinya bukan kebesaran Tuhan dan itulah yang
menjadikan kecil.
Mari berkelana pada telaga
bening, Kisah Nabi Yusuf. Ayat keempat dalam surah Yusuf berkisah tentang mimpi
Nabi Yusuf a.s. Beliau bercerita pada ayahnya perihal sebuah mimpi yang
dialaminya. Mimpi yang membawa pesan kepadanya bahwa kelak dia akan menjadi
“orang besar”.
Pernah tahu kan seberapa uniknya
kisah perjalanan Nabi Yusuf. Seseorang yang mesti melalui jauhnya tempuhan
dengan kesulitan dan aral-aral keji sepajang perjalanan. Bahkan pada usia Belia
pun sudah menerima cobaan yang menggetirkan nurani. Dengan kedengkian
saudara-saudaranya Beliau a.s pun dicampakkan ke dalam sebuah sumur. Tau
rasanya ? sendiri di dalam lubang kelam, tanpa minum-makan, dipunggungi terik
mentari siang sekaligus di terjang tusukan dinginnya suhu kala malam, tak
berbaju. Sungguh pilu.
Perjalanan cobaan
terus berlanjut sampai Beliau a.s ditemukan kafilah dagang dan dijual sebagai
budak. Diperlakukan semena-mena. Layaknya seorang budak. Diperintah ini dan
itu, dilecehkan, bisa jadi jika tuannya gak mood, yah kena sampah amarah
sekenanya saja. Aduuuh… kalau kita diposisi ini, sudah mulaikah kita mempertanyakan
keadilan Tuhan ? Mungkin iya, tapi Nabi Yusuf tidak !. Suatu keyakinan
bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil.
Maka dengan tetap sabar dan yakin Allah selalu menyediakan hal-hal yang baik
dibalik setia ujian, maka Nabi Yusuf menaiki tangga-tangga ujiannya hingga
puncak kemuliaan di sisi Allah. Hingga
Nabi Yusuf menjadi orang besar. Benar-benar besar sebab kebesarannya lahir
dari kesabaran-kesabaran kecil yang
berkelanjutan dan terus Beliau besarkan. Tantangan dan kesulitan tidak
selamanya buruk. Ia melatih kita untuk menjadi kuat dan tangguh. Ia mengasah
pikiran kita untuk selalu mencari solusi dan cara untuk mengatasi nya. Nabi
Yusuf a.s yang telah membuktikannya, Beliau a.s adalah orang yang setia
menjadikan Allah selalu yang pertama.
Allah tidak pernah pelit untuk
membalas kebaikan kecil yang dilakukan hamba-Nya yang ikhlas. Meski ganjarannya kecil, tidak ada
pahala sekecil apa pun di hari kiamat nanti melainkan ia akan menjadi tempat
bergantung harapan setiap hamba untuk mengantarkannya ke surga.
“Sesungguhnya Allah tidak
menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar
zarrah, niscaya Allah akan melipat gkitakannya dan memberikan dari sisi-Nya
pahala yang besar.”
(Q.S an-Nisa:40)
Kita tentu tidak akan
mengharapkan menjadi orang besar yang kecil di sisi Allah kan ?. Mari kita ukir
kebaikan-kebaikan kecil untuk diri kita. Sebab apapun yang kita lakukan meski
secara maknawi berorientasi pada kepentingan orang lain, namun pada hakikatnya
adalah kita berbuat untuk diri kita sendiri. Orang yang tidak bisa menjalani
hidup dalam kebahagiaan dan kesuksesan adalah mereka yang tidak bisa memanfaatkan
kesempurnaan dirinya. Seseorang yang pikirannya dipenuhi banyak gagasan dan
rencana cerdas tetapi tidak pernah mencoba merealisasikannya menjadi sebuah
karya nyata, maka dia adalah orang yang tidak berguna.
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri;
dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.”
(Q.S.Fushshilat:46).
Berupayalah untuk pulang ke negri keabadian
dengan sebaik-baik nama, mari kita bawa kebesaran nama kita hingga ke syurga
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
(Q.S.al-Qasas:77)
(Q.S.al-Qasas:77)
Mari
upayakan…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar