Pendidikan karakter
bersal dari dua akar kata yakni pendidikan dan karakter. Untuk itu, akan
diuraikan terlebih dahulu defenisi karakter dari berbabagi sudut pandang para
ahli. Secara etimologis, kata karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak ataubudi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain
(Poerwadarminta, 1996:521).Dalam bahasa inggris, karakter (character) diberi arti a distinctive differential mark, tanda atau
sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain (Martin H.Manser, 1995:318).
Para memiliki
defenisi tersendiri terhadap pengertian karakter jika ditilik secara
terminologis. Menurut Doni Koesoema (2007:80) menjelaskan bahwa sering diasosiasikan karakter dengan apa yang
disebut temperamen yang memberinya defenisi yang menentukan unsur psikososial
yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami
dari sudut behavior yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu
sejak lahir. Istilah karakter tersebut sama dengan kepribadian. Maka
kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakterristik atau gaya atau sifat khas
dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya, keluarga pada masa
kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Dalam kasus
sosiologi, istilah karakter menurut Sunarta (2011:151) adalah ciri khusus dari
struktur dasar kepribadian seseorang (watak). Sedangkan watak yang diperoleh (character acquired) merupakan atribut
seseorang yang perkembangannya berasal dari sumber lain di luar diirinya oleh
karena berhubungan dengan lingkungan alam atau social. Karakter juga dapat
diartikan personality bagi individu, dan karakteristik (characteristic) bagi kelompok atau kebudayaan yang menjadi
identitasnya. Kita juga mengenal istilah characterization
yaitu proses pengambilan ciri-ciri tertentu melalui warisan atau karena
lingkungan atau karena kombinasi keduanya.
Dilain pihak,
Endang Sumantri (2011:6) menyatakan bahwa, kata karakter dapat dilacak dari
kata latin kharakter, kharassein dan kharax, yang maknanya tools for making, to engrave, dan pointed stake.
Kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Prancis “caracter”pada abad ke-14 dan kemudian
masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi “character”
sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia ‘karakter’. Sementara itu, Wyne
(2007:242) menjelaskan bahwa kata karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh karena itu, orang
yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek.Sementara itu.Orang yang berperilaku sebaliknya dikatakan
sebagai orang yang berkarakter mulia.Jadi, istilah karakter erat kaitannya dengan
personality (kepribadian) seseorang,
dimana seseorang bias disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah
moral.
Lebih jauh
Alport,tokoh psiklogi Amerika yang mengembangkan teori kepribadian, mendefinisikan karakter
sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi
(character is personality
evaluated). Menurut Freud, character
isstriving system wich underly behavior. Menurut Philips, karakter
adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistim, yang melandasi
pemikiraan sikap dan perilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Ahmad Tafsir
menganggap bahwa karakter lebih dekat atau sama dengan akhlak, yaitu
spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam
diri manusia, sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dari konsep
karakter ini muncul istilah pendidikan karakter (character education).
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an. Thomas
Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang
berjudul The Return of Characterter
Education kemudian disusul bukunya Educating
for Character: How Our School Can Teach Respect and Respinbility (1991).
Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan
karakter (Koesima, 2007:16). Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan
karakter mulai diperkanalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit
ditegaskan dalan Rencana jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan berada berdasarkan falsafal Pancasila.”
Dalam Rencana
Aksi Nasional Pendidika Karakter (2010) disebutkan bahwa pendidikan karakter
adalah “pendidikan nilai, pendidikan budi pukerti, pendidikan moral, dan
pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.”
Pendidikan
karakter bukan sekar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah,lebih dari
itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik dan buruk, sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang
mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetatpi
juga merasakan dengan baik (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral
action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus
menerus dipraktikkan dan dilakukan (Syarbini 2012:17)
Menurut Ratna
Megawangi (2004:95), pendidika karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mepraktkkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya. Defenisi yang lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar
(2010:1), pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.
Dari uraian
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan karakter
adalah bukan jenis mata pelajaran seperti Pendidikan Agama Islam (PAI),
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau lainnya, tapi merupakan proses
internalisasi atau penanaman nilai-nilai positif kepada peserta didik agar
mereka memiliki karakter yang baik (good character) sesuai dengan nilai-nilai
yang dirujuk, baik dari agama, budya, maupun falsafah bangsa(Syarbini 2012:17).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar