Selasa, 22 Agustus 2017

PENDIDIDIKAN KARAKTER



Pendidikan karakter bersal dari dua akar kata yakni pendidikan dan karakter. Untuk itu, akan diuraikan terlebih dahulu defenisi karakter dari berbabagi sudut pandang para ahli. Secara etimologis, kata karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak ataubudi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain (Poerwadarminta, 1996:521).Dalam bahasa inggris, karakter (character) diberi arti a distinctive differential mark, tanda atau sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain (Martin H.Manser, 1995:318).
Para memiliki defenisi tersendiri terhadap pengertian karakter jika ditilik secara terminologis. Menurut Doni Koesoema (2007:80) menjelaskan bahwa  sering diasosiasikan karakter dengan apa yang disebut temperamen yang memberinya defenisi yang menentukan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga dipahami dari sudut behavior yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir. Istilah karakter tersebut sama dengan kepribadian. Maka kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakterristik atau gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga  pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Dalam kasus sosiologi, istilah karakter menurut Sunarta (2011:151) adalah ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang (watak). Sedangkan watak yang diperoleh (character acquired) merupakan atribut seseorang yang perkembangannya berasal dari sumber lain di luar diirinya oleh karena berhubungan dengan lingkungan alam atau social. Karakter juga dapat diartikan personality bagi individu, dan karakteristik (characteristic) bagi kelompok atau kebudayaan yang menjadi identitasnya. Kita juga mengenal istilah characterization yaitu proses pengambilan ciri-ciri tertentu melalui warisan atau karena lingkungan atau karena kombinasi keduanya.
Dilain pihak, Endang Sumantri (2011:6) menyatakan bahwa, kata karakter dapat dilacak dari kata latin kharakter, kharassein dan kharax, yang maknanya tools for making, to engrave, dan pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan kembali dalam bahasa Prancis “caracter”pada abad ke-14 dan kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris menjadi “character” sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia ‘karakter’. Sementara itu, Wyne (2007:242) menjelaskan bahwa kata karakter  berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh karena itu, orang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek.Sementara itu.Orang yang berperilaku sebaliknya dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia.Jadi, istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bias disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Lebih jauh Alport,tokoh psiklogi Amerika yang mengembangkan  teori kepribadian, mendefinisikan karakter sebagai penentu bahwa seseorang sebagai pribadi  (character is personality evaluated). Menurut Freud, character  isstriving system wich underly behavior. Menurut Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistim, yang melandasi pemikiraan sikap dan perilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Ahmad Tafsir menganggap bahwa karakter lebih dekat atau sama dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia, sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dari konsep karakter ini muncul istilah pendidikan karakter (character education). Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Characterter Education kemudian disusul bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Respinbility (1991). Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter (Koesima, 2007:16). Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai diperkanalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit ditegaskan dalan Rencana jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan berada berdasarkan falsafal Pancasila.”
Dalam Rencana Aksi Nasional Pendidika Karakter (2010) disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah “pendidikan nilai, pendidikan budi pukerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.”
Pendidikan karakter bukan sekar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah,lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik dan buruk, sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotorik). Dengan kata lain, pendidikan karakter harus melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetatpi juga merasakan dengan baik (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan (Syarbini 2012:17)
Menurut Ratna Megawangi (2004:95), pendidika karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mepraktkkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Defenisi yang lain dikemukakan oleh Fakry Gaffar (2010:1), pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang, sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan pendidikan karakter adalah bukan jenis mata pelajaran seperti Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau lainnya, tapi merupakan proses internalisasi atau penanaman nilai-nilai positif kepada peserta didik agar mereka memiliki karakter yang baik (good character) sesuai dengan nilai-nilai yang dirujuk, baik dari agama, budya, maupun falsafah bangsa(Syarbini 2012:17).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar