Minggu, 20 Agustus 2017

Empati



Fenomenya, ada diantara mereka yang telah berada di atas, lupa mendengar rintihan saudaranya di bawah yang bergejolak. Jeritan rakyat yang lapar. Rintihan pedih kaum papa. KH. Rahmat Abdullah  pernah menyampaikan dalam bukunya yang berjudul “Warisan Sang Murabbi bahwa, nilai iman yang tertinggi manakala pemiliknya dapat merasakan ketentraman iman (Q.S.ar-Ra’d:28) dan karenanya mereka berhak mendapatkan kemananan (Q.S al-An’am:82). Ketentraman dan keamanan tersebut tidak ada hubungannya dengan mentalitas burung onta yang melarikan diri dari persoalan ummat dan berlindung di balik dinding ma’bad tempat dzikir, karena orang seperti mereka bisa sangat terguncang dan tidak merasa aman terhadap guncangan makhluk. Terlebih untuk bisa menjadikan dirinya “perisai Tuhan” bagi hamba-Nya yang lemah teraniaya. 

Hal ini disampaikan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. “Suatu masa turun perintah Allah kepada seorang malaikat untuk menumpahkan adzab pada suatu negeri. Malaikat itu melapor dan Allah Maha Tahu tentang hal yang dilaporkannya Ya Tuhan disana ada orang shaleh. Justru jawaban Allah begitu mengejutkan, mulailah timpakan azab kepadanya. Apa pasal?. Karena wajahnya sama sekali tak pernah memerah karena Kita. Ia tak punya kecemburuan dan ketersinggungan bila kehormatan Allah dilanggar. Ia tenang ketika umatnya dibantai. Ia baru tersinggung bila pribadinya diusik!” Memang salah satu sukses madrasah (aliran) sekuler modern adalah keberhasilan mereka mencetak generasi Muslim yang tak tersinggung bila Islam, al-Qur’an dan Rasul diejek, demi toleransi” kata mereka.

Kesalahan terbesar adalah bila engkau berusaha meluruskan dan membenahi kehidupan yang ada disekitarmu, tapi engkau meninggalkan kekacauan di hatimu
(Mustafha Shadiq ar-Rafi’i,Wahyu al-Qalam)

Jika kita secara tidak sadar telah berlaku zalim terhadap diri sendiri, sebab mengabaikan apa yang semestinya kita kontribusikan bagi yang membutuhkan. Tak ada salah kita banyak-banyak memohon ampunan. “Barang siapa bergembira atas kebaikannya dan bersedih atas keburukannya, maka dia adalah seorang mukmin.” (H.R.Bukhari).  Jadikan kesadaran kita sebagai teguran agar tercipta  kekuatan. Kita menyadari bahwa yang bagi kita mudah, belum tentu mudah bagi orang lain. disitulah perlunya memudahkan urusan sesama, semoga Tuhan berkenan pula memudahkan urusan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar