Fenomenya, ada diantara mereka yang telah berada di atas, lupa mendengar rintihan saudaranya di bawah
yang bergejolak. Jeritan rakyat yang lapar. Rintihan pedih kaum papa. KH.
Rahmat Abdullah pernah menyampaikan
dalam bukunya yang berjudul “Warisan Sang Murabbi bahwa, nilai iman yang
tertinggi manakala pemiliknya dapat merasakan ketentraman iman (Q.S.ar-Ra’d:28)
dan karenanya mereka berhak mendapatkan kemananan (Q.S al-An’am:82).
Ketentraman dan keamanan tersebut tidak ada hubungannya dengan mentalitas burung onta yang melarikan diri dari
persoalan ummat dan berlindung di balik dinding ma’bad tempat dzikir, karena
orang seperti mereka bisa sangat terguncang dan tidak merasa aman terhadap
guncangan makhluk. Terlebih untuk bisa menjadikan dirinya “perisai Tuhan” bagi
hamba-Nya yang lemah teraniaya.
Hal ini disampaikan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad. “Suatu masa turun perintah Allah kepada seorang malaikat untuk
menumpahkan adzab pada suatu negeri. Malaikat itu melapor dan Allah Maha Tahu
tentang hal yang dilaporkannya Ya Tuhan disana ada orang shaleh. Justru jawaban
Allah begitu mengejutkan, mulailah timpakan azab kepadanya. Apa pasal?. Karena
wajahnya sama sekali tak pernah memerah karena Kita. Ia tak punya kecemburuan
dan ketersinggungan bila kehormatan Allah dilanggar. Ia tenang ketika umatnya
dibantai. Ia baru tersinggung bila pribadinya diusik!” Memang salah satu sukses
madrasah (aliran) sekuler modern adalah keberhasilan mereka mencetak generasi
Muslim yang tak tersinggung bila Islam, al-Qur’an dan Rasul diejek, demi
toleransi” kata mereka.
“Kesalahan terbesar adalah bila engkau berusaha meluruskan dan membenahi
kehidupan yang ada disekitarmu, tapi engkau meninggalkan kekacauan di hatimu”
(Mustafha Shadiq
ar-Rafi’i,Wahyu al-Qalam)
Jika kita secara tidak sadar
telah berlaku zalim terhadap diri sendiri, sebab mengabaikan apa yang
semestinya kita kontribusikan bagi yang membutuhkan. Tak ada salah kita
banyak-banyak memohon ampunan. “Barang
siapa bergembira atas kebaikannya dan bersedih atas keburukannya, maka dia
adalah seorang mukmin.” (H.R.Bukhari).
Jadikan kesadaran kita sebagai teguran agar tercipta kekuatan. Kita menyadari
bahwa yang bagi kita mudah, belum tentu mudah bagi orang lain. disitulah
perlunya memudahkan urusan sesama, semoga Tuhan berkenan pula memudahkan urusan
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar