Jumat, 24 Maret 2017

Daya Urai Mata

Dalam riset ilmiah setiap ilmuan akan memulai rekayasa alam semesta ini dari langkah observasi. Metode Observasi atau boleh diartikan sebagai pengamatan yang sejauh ini dideskripsikan menggunakan segenap panca indra termasuk  mata. Pengamatan dengan mata manusia sangatlah terbatas untuk itu para ilmuan pun merancang sedemikian rupa perangkat yang membantu mereka untuk melakukan pengamatan, misalnya dalam menelusuri angkasa raya digunakanlah  teleskop.

Semua itu karena setiap manusia telah Allah jatahkan dengan daya urai mata. Lampu yang kita amati selalu menyala sejatinya tidak begitu adanya. Keterbatasan manusia yang memiliki waktu tunda sekuantitas 1/20 detik memberi kesan lampu terus menyala. Padahal jika pada lampu rumah tertera frekuensi 20 Hz artinya lampu tersebut terpaksa harus hidup mati sebanyak 20 kali sebagai dampak arus bolak-balik yang terpasang.

Jelas banyak sekali bukti keterbatasan daya urai mata manusia, seperti ketidakmampuan kita menyaksikan gelombang elektromagnetik yang menjalar dari satu pemancar ke pemancar yang lain, padahal hal ini nyata ada dan terbukti dari lalu lintas informasi dari internet, telpon selular, dan sebagainya. Sebagaimana keterbatasan mata menangkap wujud elektron yang tak henti berlari dengan kecepatan lebih kecil dari kecepatan cahaya di kabel-kabel listrik maupun pada piranti tenaga surya yang kini dikenal sebagai solar cell (pengubah energi matahari menjadi listrik dengan memanfaatkan sifat gelombang/sinar matahari dan partikel/elektron). Sekali lagi, walau tak dapat dicerna penglihatan namun elektron itu nyata adanya bukan?

Disisi lain kita sangat mensyukuri keterbatan penglihatan yang Allah karuniakan. Sehingga kita menjadi lebih nyaman tanpa perlu stres menghindari arah-arah sinar UV yang terpancar di siang hari atau menjadi begitu tertekan dengan alur gelombang elektromagnetik yang ada di telpon genggam dan gagdet kita. Jelas Maha Cerdas Allah, Pendesain terbaik segala sesuatu bagi sistem tubuh manusia.

Mata kita memiliki daya urai mata yang menjadikan penglihatannya  terbatas. Itulah faktanya ! Dalam hal ini marilah menyingkap petunjuk Ilahi, apakah daya urai mata manusia dapat menjadi tak terbatas ?. Jawabannya ada pada Q.S. Qaf:22

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كُنْتَ فِيْ غَفْلَةٍ مِّنْ هٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ
"Sungguh, kamu dahulu lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam."
(QS. Qaf: Ayat 22)

Teranglah bukan? Bahwa pada hari yang Allah tetapkan daya urai mata manusia tidak lagi terbatas sehingga kita dapat menyaksikan dengan penglihatan secara langsung dimensi selevel malaikat (dari cahaya). Hikmah dari pembelajaran ini mengarah kita kepada sifat ihsan, yakni keyakinan bahwa setiap dari kita selalu di awasi oleh Allah kapan pun dan dimana pun dengan presisi dan akurat,  sekalipun kita belum mampu melihat siapa dan dimana keberadaan yang tengah mengawasi segenap aktifitas lahir dan batin kita, tapi mereka pasti ada. Dari kiasan tanda-tanda kebesaran Allah melalui daya urai mata manusia semoga membuka cakrawala baru bagi pemahaman dan kesadaran kita tentang kebenaran 'pengawasan langit' tersebut. Sehingga kita menjadi selektif memilih apa yang akan dilakukan baik itu aktifitas hati, pikiran, maupun jasad. Dengan senantiasa merasa diawasi setidaknya, akan hadir perasaan khouf (takut) jika melakukan segala sesuatu yang Allah murka dan lebih termotivasi untuk menggunakan karunia tubuh, hati,  dan pikiran kepada amalan-amalan yang Allah ridhoi.

Selain merasa diawasi oleh Allah dengan perantara para malaikat, kita mesti sadar bahwa kita selalu dalam pengintaian setan yang tak henti menyerang dari berbagai sisi untuk membujuk pada kedurhakaan kepada Allah, sebagaimana yang telah diterangkan dalam firman Allah:
Allah SWT berfirman:

قَالَ قَرِيْنُهٗ رَبَّنَا مَاۤ اَطْغَيْتُهٗ وَلٰـكِنْ كَانَ فِيْ ضَلٰلٍۢ بَعِيْدٍ
"(Setan) yang menyertainya berkata (pula), "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.""
(QS. Qaf: Ayat 27)

Kejamnya setan adalah membisikkan kejahatan dan tidak bertanggungjawab atas bisikan itu, memang karena salah manusia sendiri yang dengan kerelaan mengikuti bisikan kesesatan itu. Hal sedemikian mestilah diwaspadai sebab kita belum mampu mengamati dimensi jin (setan) namun golongan setan leluasa mengamati kita. Maka kita sebagai manusia yang lemah harus selalu memohon perlindungan Allah dari tipu daya setan tersebut.

Alangkah beruntung jika kesadaran akan tiba waktu 'itu' diyakinkan dengan seutuh keyakinan dari saat ini (di dunia). Sehingga, tidak ada penyesalan yang tercipta di hari kemudian (akhirat). Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang disebutkan dalam firman-Nya:
Allah SWT berfirman:

مَنْ خَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِ  وَجَآءَ بِقَلْبٍ مُّنِيْبِ
"(Yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat,"

اۨدْخُلُوْهَا بِسَلٰمٍ  ؕ  ذٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُوْدِ
"masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi.""
(QS. Qaf: Ayat 33-34)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar