Senin, 02 Desember 2013

Pelita Penuntun ke Jalan Hidayah

" Beruntunglah orang yang dosa-dosanya terhenti bersamanya saat ia meninggal dunia" - Imam al-Ghozali-

Bersyukurlah atas segala curahan nikmat Allah yang tak pernah berhenti dan tak pernah bisa dihitung. Tanam dan lipatgandakan kesabaran atas segala ujia dan kesulitan yang kita alami.

Sobat,
    Syukur dan sabar, dua senjata paling ampuh dalam mengarungi gelombang kehidupan. Gelombang hidup yang selalu menguji ketangguhan iman. Gelombang hidup yang tak selalu sama antara harapan dan kenyataan. Syukuri segala karunia, kenikmatan, kemudahan, kesehatan, kelapangan dari Allah Yang Maha Pemberi Rahmat. Sabar terhadap segala kepahitan, kesulitan, kesempatan, dan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan. Menurut Rasulullah saw, syukur dan sabarlah yang akan menjadikan keadaan apapun menjadi baik. "Dan dua sikap itu, tidak akan terjadi kecuali pada diri orang yang beriman," ujar Rasulullah saw.

Sobat,
    Semoga rahmat Allah senatiasa tercurah pada kita semua....
Kita semua, punya kesempatan sama. Allah merengkuh semua makhluk-Nya dengan ke Mahaluasan rahmat-Nya yang tak terbatas. Di hadapan kita semua, juga terbentang alternatif yang sama. Kita, dipersilahkan memilih satu di antara dua jalan. Kitalah yang memilihnya, antara jalan fujur (dosa) atau jalan yang mengarah pada takwa. Tak pernah ada keadaan yang memaksa kita melakukan kesalahan. Tak pernah ada juga kondisi yang memaksa kita melakukan kebaikan. Semuanya berpulang pada diri kita sendiri.

Sobat,
   Mari kita merenung sejenak....
Mungkin kita tahu, sebuah keadaan yang mengarahkan kita pada bahaya. Kita juga mungkin tahu, rambu jalan yang akan mengajak kita pada sebuah kesalahan. Tahu, bahwa seandainya jalan itu yang kita tempuh maka hulunya adalah dosa. Tapi, sekadar tahu, tidak menjadikan seseorang memiliki kualitas amal yang lebih baik. Sekadar tahu memang tak menjadi syarat kebaikan seseorang. Ilmu pengetahuan seseorang tentang kebaikan, tentang kebenaran, tentang agama, tidak selalu menjadikannya pasti mendapat hidayah.

    Ini bukan penghinaan bagi ilmu. Karena ilmu pengetahuan, tetap menjadi pilar penting yang menetukan amal seseorang. Tanpa pengetahuan, amal akan sia-sia. Bukan sampai di situ saja, tapi tanpa ilmu suatu amal bisa membawa mudharata dan bahaya. Ilmu juga yang menjadikan seseorang lebih mudah menangkap sinyal hidayah. Kemudian membimbing sesorang untuk melakukan kebaikan. Artinya, ilmu pengetahuan memang penting untuk siapapun. Tapi ilmu pengetahuan tidak pernah menjadi taruhan bahwa seseorang akan menjalani kehidupan ini dengan baik dan mendapat kebahagiaan di akhirat. Para ulama kerap menyebut istilah kekeliruan orang-orang berilmu itu dengan istilah zallatul 'alim. "Sebuah zaman akan dirusak oleh tiga hal, para pemimpin yang sesat, perdebatan mengenai al-Qur'an, dan terpelesetnya orang 'alim ( zallatul 'alim)."

    Karenanya par asalafus shalih tetap menekankan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap perkataan seseorang 'alim. Muadz bin Jabal ra juga pernah mengatakan, "Hati-hatilah kalian denga kekeliruan seorang 'alim, karena syaitan bisa saja mengatakan kesesatan melalui lisan orang alim. Sementara di sisi lain, bisa saja seorang munafik mengatakan kalimat yang hak. Ambillah yang hak itu dari mana saja datangnya. Karena dalam kebenaran itu terdapat cahaya. (Musafir fi Qithari Da'wah,Adil Abdullah)

Sobat...
   Para ahli ilmu, para ulama, tetap saja para manusia yang seperti kita. Dan mereka sebagaimana 'kita-juga manusia memiliki kekurangan dan kesalahan. Bayangkanlah perkataan seorang tabi'in yang sangat memperhatikan dan meniru dua ulama besar dizamannya, Hasan al Bashri dan Ibnu Sirin. Suatu ketika ia berpesan pada anaknya, "Anakku, tirulah kebaikan Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin. Jangan kau tiru kebeurukannya. Jika engkau mengetahui keburukan yang ada pada diri Hasan al-Bashri, dan keburukan yang ada pada Ibnu Sirin, niscaya engkau menghimpun semua keburukan."

Sobat....
     Kapasitas dan kedudukan ilmu seseorang tak bisa disejajarkan dengan orang awam dalam perilaku dosa dan kesalahan. Dosa yang dilakukan orang yang berilmu, bahkan bisa lebih berbahaya ketimbang orang yang tak memiliki ilmu. Menurut Iman al-Gozali, "Dosa seorang alim bisa saja kecil, tapi bahayanya bisa menjadi besar. Dosa seorang 'alim tidak terputus sampai ia wafat. Alasannya jelas, karena kesalahan orang yang telah mengetahui kebaikan dan keburukan, akan menjadi inspirasi yang tidak baik bagi orang awan dalam kurun yang lama. "Karenanya, Imam al-Ghozali melanjutkan, "Beruntunglah orang yang dosa-dosanya terhenti bersamanya saat ia meninggal dunia." (Muwafaqat, Syatibi 4/169)

    Mari kita bersyukur jika kita termasuk orang yagn dikaruniai pengetahuan tentang kebaikan. Bersyukurlah jika kita dibimbing Allah untuk mengnal rambu-rambu kebaikan dan kesalahan. Bersyukurlah jika kita, dengan segala keterbatasan, dimasukkan dalam kelompok orang-orang yang lebih mengenal tuntunan Islam ketimbang orang yang lain. Orang berilmu tak selalu dimiliki dari mereka yang berpredikat ulama. Sedikit maupun banyaknya ilmu yang kita miliki, harus benar-benar mampu mengiringi setiap kita menentukan langkah hidup. Ilmu adalah amanah. Dia juga pelita yang sesungguhnya sangat mampu untuk menerangi jalan mencapai hidayah Allah. Tapi tanpa kesadaran dan kewaspadaan yang cukup, ilmu akan bisa menjerumuskan seseorang pada kedalaman lembah dosa yang lebih jauh daripada orang yang tak memilki ilmu.

Sobat....
     Camkanlah perkata an Sofyan Ats-Tsauri, "Setiap makhluk Allah yang melakukan dosa adalahh bodoh. Baik yang berilmu maupun yang tidak berilmu. Jika ia berilmu, siapa yang lebih bodoh darinya ? Dan jika ia tidak berilmu maka karena itulah ia berbuat dosa...."
     
     Semoga kita termasuk dalam kelompok hamba-hamba Allah yang disabdakan Rasulullah saw, "Man yuridillahu bihi khairin yufaqqihhu fid diin" Artinya, Barangsiapa yang ALlah kehendaki baik , maka akan Allah berikan pemahaman agama."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar