Setiap
amalan ada puncak dan setiap puncak memilki lembah yakni penurunan
dalam grafik yang fluktuatif. Benarlah, keimanan akan melejit kala takwa
terus diundang untuk bertamu di apartemen-apartemen jiwa. Sayangnya
maksiat cendrung suka terselip masuk untuk menebas leher-leher iman
itu. Hanya dengan keistiqamahan amalan-amalan yang dicintai Allah kita
dapat memperisai gedung qalbu. Menjadikan setiap deru aktifitas dengan
kekokohan niat lillah.
Jika hati telah larut dalam senyawa kemelut megah dunia, jangan
sungkan bertamasya ke pemakaman karena inilah tempat wisata ampuh yang
mendera kelembutan hati dan menzuhudkan diri dari dunia. Tidak layak
bagi mukmin untuk tertipu daya oleh dunia yang fana. Dunia ini hanya
tempat ujian bagi kita. Orang kaya mati, orang miskin mati, raja-raja
mati, dan rakyat pun mati. Dunia yang dicari tanpa ridho Ilahi tidak
akan ada artinya. Bom nasihat mutakhir agar meledakkan kekerasan hati
adalah mengingatkannya pada kematian. Dengan ini, semakin mudah
kebaikan-kebaikan untuk tereksitasi dari pita valensi imiginasi dan niat
ke jalur orbit aksi yang nyata.
Hati seorang mukmin tidak mengenal kata mengapa dan bagaimana. Karena
ia hanya mengikuti titah apa yang telah Allah swt putuskan. Namun,
nafsu memang mempunyai waktu untuk menentang kebaikan-kebaikan amal.
Jika ingin merehabilitasinya dibutuhkan pelatihan iman yang
berkesinambungan hingga aman dari noktah-noktah murka Tuhan. Kita
menyadari, sebenarnya tangga kebaikan memiliki jenjang unlimited. Tidak
lain iman-lah yang mampu memapah untuk sampai ke puncak jenjang
kemuliaan di sisi Allah swt. Perhatikanlah saat minuman iman itu habis,
kita pun otomatis tertatih dengan keluh kesah yang tiada henti.
Pendakian terasa semakin menyesakkan dada dan menohok ke ulu hati.
Inilah detik-detik dimana keihklasan terkikis seiring berkaratnya taat
dan takwa.
Dosa-dosa juga mengambil peran sebagai minyak pelumas tangga yang
melicinkan perjalanan untuk meluncur kembali pada jenjang yang terendah.
Kita kenal fitrah manusia yang amat tertahta di sisi Sang Maha Raja
dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S at-Tin: 4). Namun manusia banyak
melalaikan jenjang-jenjang amalan kebaikan dan mengisi teater waktu
dengan peranan dosa. Tidak salah pula iapun terjungkir dalam hamparan
kehidupan menuju kehinaan yang nelangsa. “Kemudian Kami kembalikan dia
ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),”(Q.S.at-Tin: 5).
Ketika hati mulai lelah, lelah dalam gelimangan dosa dan mulai enggan
untuk berdoa. Ingatlah! Bahwa Tuhan tidak pernah berhenti mendengarkan
jeritan doa-doamu dan Dia pun memenuhi segala kebutuhanmu sekalipun kita
kerap melalaikan-Nya, maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?.
Jangan pernah berhenti berdoa dan beristighfar atas segala gugusan bukit
dosa yang telah tersintesis. Tiada penolong selain Allah swt dan
kepada-Nya lah kita akan dikembalikan. Mengemis sadislah pada Allah swt
sekiranya Dia merahmati dan meridhoi untuk selalu dalam kebaikan dan
kesabaran.
Berubah itu mudah. Namun tetap bertahan dengan perubahan itu
mungkin susah. Berbicara itu mudah. Namun untuk mewujudkan dalam
tindakan itu mungkin (juga) susah.
Beberapa variabel yang dapat dijadikan suplemen untuk pendakian
jenjang surga yang ada inginkan. Perhatikanlah apa-apa yang masuk ke
dalam liuk-liuk usus perut kita, jangan sampai mendistorsi peribahan
kepada Allah swt. Tak kalah penting pula menuntut ilmu dengan mendalam
agar tidak tersesat. Masuklah Islam secara kaffah, karena Allah swt Maha
Sempurna dan tidak mencintai suatu kecacatan apalagi dalam beragama.
Perhatikanlah arus berita-berita yang didengar, pilah-pilih yang sesuai
syariat. Biasakan diri dalam rutual pertaubatan dan jagalah muhasabah
(intropeksi diri) bersama Allah swt. Berhati-hati juga dengan dosa kecil
karena intensitasnya yang melebar mampu menggerogoti kebaikan-kebaikan
serata memupuskan kenikmatan bertaqarrub (mendekatkan diri) pada Allah
swt.
Sebelum istirahat panjang, buatlah hidup ini bermakna. Enggan tertipu
oleh kebaikannya sendiri, tidak pula tersibukkan pada kekurangan orang
lain, pantang terbutakan bunga prestasi yang diraih, dan tak tergoda
prestise apalagi gengsi. Mesti lahir suci, hidup memiliki arti, lalu
mati syahid di jalan Ilahi Rabbi. Surgakanlah peran pentas di dunia
dengan senantiasa kreatif menciptakan momentum. Bersemangat sampai
tamat, memelihara integritas hingga tuntas, dan terus optimis menjejaki
mimpi-mimpi manis. Sebongkah asa untuk perjalanan yang terjal, sarat
onak dan belantara kemungkaran. Setiap detiknya harus dijadikan peluang
agar lahirlah amal heroik, detak jantung menggetarkan inspirasi untuk
mencetak karya, tetes keringat menjadi kesyukuran nikmat, buliran air
mata menjadi lautan maghfirah. Dalam mengukir kebaikan sertailah kerja
keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja mawas. Tiga besar ciri-ciri
kesuksesan :
“Orang sukses menggunakan tubuhnya untuk ikhtiar (1), otaknya untuk berfikir kreatif (2) dan hatinya untuk bertawakal kepada-Nya (3)”. Inilah cipta, rasa, dan karsa yang melebur untuk menyambut Allah Aza wa Jalla. (Author: Sulastriya Ningsi , img: myopera)
Sumber:http://m.cyberdakwah.com/2013/06/meniti-jalan-kebaikan-menuju-surga/#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar