Sabtu, 20 Januari 2018

Menulis




Tulisan yang berkarakter, bermutu, bertenaga, dan juga bermanfaat merupakan tulisan yang hadir dari  pancaran keimanan dan ruh pikiran yang benderang. Sehingga dapat menghanyutkan pikiran siapa pun yang membacanya dalam arus influensasi sang penulis. Apa yang tulis memberi efek nan membahana lagi dahsyat cetarnya bagi pembaca. Pengaruh dari tulisannya menembus pikiran-pikiran manusia melewati lintas ruang dan waktu. Siapa pun yang membaca tulisannya akan terlahirkan menjadi pribadi-pribadi baru, membentuk manusia-manusia penggerak kebaikan. Jelas untuk dapat membuat tulisan yang sedemikian bukanlah perkara yang mudah. Ada beberapa hal yang menjadi beberapa prasyarat ketika seseorang memulai untuk menulis.

 Tuntutan menulis sefrekuensi dengan kebutuhan mensuplai ilmu. Akumulasi dari energi ilmu  menuangkan penyegaran pada ide. Mencuarkan semacam ruh dalam kata-kata yang dijejalkan pada tulisan. Berbeda dengan seorang yang menulis hanya sekedar mengungkapkan perasaan atau menuangkan kisah-kisah harian. Memang ada poin hikmah yang dapat disiggahi, namun kedangkalan akan ilmu membuat poin hikmah yang akan tersampaikan pun kurang mengena. Pada akhirnya, hanya menjadi bacaan yang abalan tanpa bobot dan makna bagi pembaca. Maka pentinglah bagi seorang penulis untuk menjadikan budaya tholibul ilmy sebagai suatu kebutuhan dasar. Budaya tholibul ilmy  merupakan budaya baik yang diteladankan oleh para salafus solih. Meraup ilimu baik dengan membaca, mendengarkan kajian ilmu, atau membaca pengalaman kehidupan manusia-manusia yang silih berganti menghiasai kehidupan diri. Budaya itulah yang mengajarkan diri untuk menjadi lebih baik dan menunjukkan pada jalan pencerahan bagi akal dan hati. 

Salah seorang Salafus Sholih yang bergentayangan dalam kemah budaya tholibul ilmy adalah Imam Tsa’lab. Kisah yang menarik adalah tentang kematiannya pada suatu hari ketika beliau menikmati perjalanannya dengan membaca buku, perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki. Maka dalam keasyikannya dengan bacaannya tetiba datang seekor kuda dari belakang dan kemudian menabraknya. Lantas beliau pun jatuh ke parit dan dua hari kemudian meninggal dunia. Poin penting yang menggelitik motivasi dari kisah ini adalah keasyikan seorang ulama dengan ilmu membuatnya selalu dan senantiasa haus untuk membaca sekalipun dalam kondisi berlajan. MasyaAllah.

Kecanduan membaca mengindikasikan seseorang  mulai mencintai ilmu. Jika membaca belum menjadi candu maka jadikanlah sebagai paksaan. Harus berupaya membaca sekalipun dalam keadaan malas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar