Tulisan yang
berkarakter, bermutu, bertenaga, dan juga bermanfaat merupakan tulisan yang
hadir dari pancaran keimanan dan ruh
pikiran yang benderang. Sehingga dapat menghanyutkan pikiran siapa pun yang
membacanya dalam arus influensasi sang penulis. Apa yang tulis memberi efek nan
membahana lagi dahsyat cetarnya bagi pembaca. Pengaruh dari tulisannya menembus
pikiran-pikiran manusia melewati lintas ruang dan waktu. Siapa pun yang membaca
tulisannya akan terlahirkan menjadi pribadi-pribadi baru, membentuk
manusia-manusia penggerak kebaikan. Jelas untuk dapat membuat tulisan yang
sedemikian bukanlah perkara yang mudah. Ada beberapa hal yang menjadi beberapa
prasyarat ketika seseorang memulai untuk menulis.
Tuntutan menulis sefrekuensi dengan kebutuhan
mensuplai ilmu. Akumulasi dari energi ilmu
menuangkan penyegaran pada ide. Mencuarkan semacam ruh dalam kata-kata
yang dijejalkan pada tulisan. Berbeda dengan seorang yang menulis hanya sekedar
mengungkapkan perasaan atau menuangkan kisah-kisah harian. Memang ada poin
hikmah yang dapat disiggahi, namun kedangkalan akan ilmu membuat poin hikmah
yang akan tersampaikan pun kurang mengena. Pada akhirnya, hanya menjadi bacaan
yang abalan tanpa bobot dan makna bagi pembaca. Maka pentinglah bagi seorang
penulis untuk menjadikan budaya tholibul
ilmy sebagai suatu kebutuhan dasar. Budaya tholibul ilmy merupakan
budaya baik yang diteladankan oleh para salafus solih. Meraup ilimu baik dengan
membaca, mendengarkan kajian ilmu, atau membaca pengalaman kehidupan
manusia-manusia yang silih berganti menghiasai kehidupan diri. Budaya itulah
yang mengajarkan diri untuk menjadi lebih baik dan menunjukkan pada jalan
pencerahan bagi akal dan hati.
Salah seorang
Salafus Sholih yang bergentayangan dalam kemah budaya tholibul ilmy adalah Imam Tsa’lab. Kisah yang menarik adalah
tentang kematiannya pada suatu hari ketika beliau menikmati perjalanannya
dengan membaca buku, perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki. Maka dalam
keasyikannya dengan bacaannya tetiba datang seekor kuda dari belakang dan
kemudian menabraknya. Lantas beliau pun jatuh ke parit dan dua hari kemudian
meninggal dunia. Poin penting yang menggelitik motivasi dari kisah ini adalah
keasyikan seorang ulama dengan ilmu membuatnya selalu dan senantiasa haus untuk
membaca sekalipun dalam kondisi berlajan. MasyaAllah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar