Oleh:
Sulastriya Ningsi,S.Si (Penulis Buku “Perjalanan untuk Sebuah Mimpi”)
Tahun 2045, Indonesia menduduki seratus tahun kemerdekaannya.
Hal tersebut menjadi momentum yang sangat penting dalam sejarah bangsa
Indonesia. Menyadari akan cita-cita bangsa Indonesia untuk
menjadi bangsa dan negara besar, kuat, disegani dan dihormati keberadaannya di sumbu
negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia. Setelah 71 tahun Indonesia merdeka
pencapaian cita-cita ini belum sepenuhnya dipenuhi. Faktanya, Indonesia saat
ini tengah menghadapi tantangan besar dalam memasuki era tatanan dunia baru
bernama globalisasi dana pasar bebas, dimana tantangan terbesar negeri ini
ialah rendahnya daya saing yang slah satunya tercermin dari tingkat kemiskinan
dan kesejahteraan yang masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah
penduduk miskin yang terdata pada Biro Pusat Statistik pada bulan Maret 2016 di
Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa. Jelas perkara ini berkesepadanan pada salah
satu aset besar bangsa ini yakni, para
Pemuda.
Bangsa yang besar,kuat, disegani, dan
dihormati harus menyimpan generasi masa depan yang berkualitas. Berkualitas dari
beberapa aspek yakni kualitas iman, akhlak, intektual, keterampilan abad 21.
Sehingga hadirlah dari bangsa ini, pemuda yang beriman, berkarakter, berprestasi, dan
berkarya demi menyongsong Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat dan berdaya
saing global di kancah dunia.
Salah satu peran kritis
para pemuda adalah sebagai akselerasi pembangunan bangsa di kancah kompetisi
global ini. Ikrar
Sumpah Pemuda telah dikumandangkan sejak tanggal 28 Oktober 1928 lalu seolah
membangunkan jiwa-jiwa yang teritidur. “Pemuda
adalah tulang punggung negara”, kata-kata inilah yang biasanya sering diperdengarkan
pada pidato-pidato dalam rangka merayakan hari sumpah pemuda. Namun, kontribusi
nyata, karya, dan pergerakan aksi para pemuda Indonesia saat ini mengalami
tantangan untuk dapat mewujudkan harapan bangsa tercinta ini.
Jika ditelaah beberapa
variable tantangan untuk mencapai cita-cita luhur negri ini adalah arus
perkembangan IPTEK (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi) dan kondisi virus moral yang menjangkiti para
pemuda. Disisi perkembangan IPTEK tampak terjadi percepatan arus globalisasi
yang ketat. Era digital telah menciptakan dan melahirkan
kemajuan yang sangat Indiscribible
(tidak terdeskripsi), baik kepesatan dalam sains maupun teknologi. Modernitas
era digital di awal milenium ketiga ini telah berkolaborasi dengan nuansa
globalisasi yang kental instalisasi westernitas (budaya barat). Gejala tersebut menjadi problematika hangat
bangsa Indonesia yang menabrak pada seantaro strata publik dewasa ini. Realita
demikian menimbulkan kekhawatiran akan mendistorsi nilai luhur bangsa yang
berasaskan pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Disisi lain, betapa memilukan
menyaksikan tayangan kondisi moral anak bangsa indonesia sekarang. Kian merebaknya
kasus-kasus degradasi moral, terlebih hal ini menimpa para pemuda harapan
Indonesia, yaitu kaum yang kelak dinantikan menjadi estafet kebanggaan bangsa
ini. Generasi yang tentunya tidak hanya
memiliki good intelektual (IQ),
tetapi juga mengutamakan good spiritual (SQ) dan good emotional (EQ). Sebuah
laporan penelitian di beberapa kota besar (Jakarta, Medan, Bandung, dan
Surabaya) mendata bahwa perilaku seksual remaja tingkat SMP dan SMU (antara
usia 12 tahun sampai 18 tahun) sebagai berikut: 93,7% ciuman, petting, dan oral
sex, 62,7 % remaja tingkat smp tidak
perawan, 21,2% remaja tingkat SMU pernah aborsi, 97 % pernah nonton film porno,
52% melakukan sex pra-nikah.
Kejadian ini mengindikasikan bahwa pemuda saat
ini belum memiliki sense of value (kepekaan
terhadap nilai-nilai moral). Bentuk dekadansi moral saat ini, tidak hanya
sebatas perilaku seksual, namun telah merambah ketingkat yang lebih kompleks.
Menggejalanya kenakalan remaja, bisa terekam dalam berbagai aktifitas negatif
seperti: merokok, minuman keras, narkoba, perjudian, tawuran, sampai pada
ketidakjujuran dalam pelaksaan ujian. Segala aktivitas negatif ini jelas
bersifat destruktif dan mencederai masa depan anak bangsa. Pada akhirnya, realitas
semacam ini secara perlahan membuat bangsa
ini semakin merosot dan terpuruk. Padahal,
ada lima kelemahan yang harus dijauhi bagi generasi kita, seperti yang
diungkapkan Prof. B.J. Habibi yakni lemah harta, lemah fisik, lemah ilmu, lemah
semangat hidup dan yang lebih ditakutkan adalah lemah moral (akhlak).
Adapun muara dari dekadansi
moral para pemuda Indonesia adalah
minimnya pendidikan moral dan pendidikan tauhid yang berkualitas. Moral
(akhlak) dan ketauhidan (iman) merupakan dua hal yang harus terintegrasi satu
sama lain secara proposional. Tentunya, integrasi tersebut belum sempurna jika
tidak diikuti oleh kapasitas intelektual yang optimal. Jika seseorang hanya
memiliki domain intelektual untuk
menerima serta mengolah ilmu pengetahuan dan teknologi namun tidak ditemalikan
bersama domain akhlak dan iman maka akan sangat rentan untuk bertindak yang
membahayakan diri maupun orang lain. Domain akhlak dan iman berfungsi sebagai power
pengontrol diri seseorang dari segenap tindakan yang diluar nilai-nilai agama
dan norma-norma masyarakat.
Generasi menempati
dimensi urgentif dalam suatu peradaban dunia.
Ditilik dari segenap sejarah
kebangkitan bangsa-bangsa terbukti bahwa pemuda atau generasi muda selalu memiliki peran yang masif dan
strategis. Sebab, pemuda memiliki potensi akbar guna mengakselerasi
inovasi pembangunan pada suatu bangsa yang sebelumnya telah diretas para pendahulunya. Idealisme
tersebut sejalan dengan orasi Bung Karno, presiden pertama republik ini, dengan
lantang pernah berkata, “Berikan aku 1000
orangtua, niscaya aku cabut semeru dari akarnya. Berikan aku 10 orang pemuda,
niscaya akan ku guncangkan dunia.”
Untuk menghadapi abad
ke 21 dan era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia berkualitas dalam undang-undang Nomor
2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “Manusia Indonesia Seutuhnya”. Adapun “Manusia Indonesia Seutuhnya” dalam undang-undang pendidikan
nasional Indonesia adalah: “Manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME
dan berbudi pukerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantapn dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.”
Menjadi yang unggul dan berkualitas dibandingkan dengan yang
lainnya, tentu bukan peristiwa kebetulan melainkan hasil dari proses yang
diciptakan. Oleh karena itu, generasi unggul dan berkualitas harus diciptakan
dan salah satu langkahnya adalah melalui pendidikan, yakni pendidikan yang tidak
hanya menekankan pada sisi kualitas good intelektual (IQ), tetapi juga mengutamakan kualitas good
spiritual (SQ) dan good
emotional (EQ). Para pemuda Indonesia merupakan harapan
bangsa untuk dapat menjadi generasi unggul, sebagai ujung tobak peradaban
bangsa. Para pemuda adalah nafas
penyambung bangsa, yang akan meneruskan amanah-amanah negara berikutnya. Optimisme dan upaya kuat seluruh pemuda
dengan semangat nasionalisme dan keimanan dalam mewujudkan cita-cita harus
tetap dilakukan secara sistematik, sistemik dan berkelanjutan, meskipun
dihadapkan pada sekelumit tantangan. Dari pada itu, mengantisipasi
tantangan di era globalisasi saat ini sangat butuh penguatan komitmen dengan menjadikan
pendidikan sebagai sarana utama untuk menuju terwujudnya bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis dalam akselerasi pembangunan nasional menuju bangsa yang berdaya
saing global. Tidak dapat disangkal, bahwa melalui pendidikan bangsa kita dapat
menjadi lebih baik dan dapat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, baik di
bidang sains dan teknologi maupun ekonomi.
Peran pendidikan pun juga penting
dalam membangun peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri dan karakter
bangsa. Hal
ini selaras dengan amanat UU NO 20/2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah “menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Yuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab“. Semakin terang bahwa rumusan tujuan pendidikan
tidak hanya sebatas memaksimalkan kecerdasan intelektual saja (Intelegence
Quoetient) melainkan mengoptimalkan kecerdasan emosional (Emotional
Quoetient), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient).
Selain itu, dari penjelasan Undang-undang Pendidikan Nomor
20 Tahun 2003 juga terefleksi secara makna bahwa orientasi pendidikan sebaiknya
melakukan integrasi domain Spritual
Quotient (SQ), Emotional Quotient
(EQ), dan Intelectual Quotient (IQ) dalam sistem pendidikan, pembelajaran
maupun kurikulum. Kecerdasan Spiritual
atau Spritual Quotient (SQ) adalah
kecerdasan yang dioentingkan dalam
menghadapi persoalan makna
atau value, yaitu kecerdasan inti dalam menempatkan perilaku dan hidup pada
konteks makna yang lebih luas dan
lebih kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang
lain. SQ adalah landasan yang begitu diperlukan untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif, bahkan kecerdasan spiritual
merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang semestinya dioptimalkan.
Sepeetinya, problematika
yang tengah menghantam di era globalisai saat ini, terkait penempatan
nilai-nilai spiritual di sumbu dinamika peradaban yang terus terjadi dalam
pengembangan khazanah intelektual. Pergeseran nilai-nilai spiritual dalam
eksplorasi ilmu pengetahuan mensintesis paham materialisme, sekularisme dan
hedonisme yang mempertuhankan kemampuan akal dalam ilmu dan teknologi.
Permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan rencangan, sistem dan program
pendidikan yang terimplementasi di Indonesia. Pendidikan pada hakekatnya
merupakan usaha manusia untuk membantu, melatih, dan mengarahkan peserta didik
melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual yang idelanya dapat mengerucut
pada injeksi kemurnian akidah. Untuk itu, dibutuhkan pendidikan yang dapat
membentuk generasi unggul dalam mencetak pemuda berkualitas agar dapat
menyongsong persaingan global. Gambaran pendidikan tersebut adalah pendidikan
yang mengintegrasikan secara seimbang domain SQ, EQ, dan IQ dalam rencana, sistem,
dan program pendidikan. Sehingga dilahirkan pemuda unggul harapan bangsa yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
Pertama, memiliki SQ yang berkualitas. Maksudnya, beraktualisasi
diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat
keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian
unggul. Pemuda-pemuda unggul Indonesia haruslah memiliki pondasi SQ yang kokoh
untuk membawa bangsa ini lebih cerah, damai dan disegani.
Kedua, memiliki EQ yang berkualitas. Maksudnya,
beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan
apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi
untuk mengekspresikannya secara baik dan dalam koridor nilai dan norma yang
berlaku di agama dan masyarakat. Serta, beraktualisasi diri melalui interaksi
sosial yang (i) membina dan memupuk hubungan timbal balik secara positif, (ii)
demokratis, (iii) empatik dan simpatik, (iv) menjunjung tinggi hak asasi
manusia, (v) ceria dan percaya diri, (vi) menghargai kebhinekaan dalam
bermasyarakat dan bernegara, (vii) berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan
hak dan kewajiban warga negara. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya
senantiasa memiliki ide-ide inovatif dan brilian untuk diterapkan. Ilmu yang
dimilikinya membuat ia mampu berpikir strategis merencanakan masa depannya.
Pemuda yang mampu berpikir visioner atau mau berpikir jauh ke arah masa depan.
Menyesuaikan diri dengan keterampilan abad 21 yakni keterampilan berfikir
kritis, kreatif, inovatif, solutif, keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi,
dan refleksi diri.
Ketiga, memiliki IQ yang berkualitas. Maksudnya, beraktualisasi
diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi; aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, inovatif
dan imajinatif. Cerdas kinestetik,yaitu beraktualisasi diri melalui olah raga
untuk mewujudkan insan sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil dan
trengginas; serta aktualisasi insan adiguna. Oleh karena itu perbaikan dan
pembangunan sektor pendidikan di negeri ini harus memperhatikan agar sumber
daya manusia kelak menjadi generasi yang profesional, sesuai bidang keilmuannya
dan memiliki kemampuan dan keterampilan untuk
membawa bangsa dan negara ini ke arah peradaban sains dan teknologi
mutakhir dunia. Diharapkan dengan menyadari keadaan Indonesia yang sedang
berada dalam keterpurukan saat ini, para pemudanya tergerak menjadi pemikir
kritis, kreatif dan bertindak solutif terhadap permasalahan negara saat ini.
Sehingga setiap detik dalam aktifitas kehidupannya menjadi sesuatu hal yang
bermanfaat.
Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam
kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional,
sosial, dan etik seorang peserta didik. Dengan kata lain pendidikan merupakan
suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan
kehidupan individu secara umum dan sangat mendasar. Untuk itu, pengembangan
sekolah-sekolah yang berbasis integrasi secara seimbang domain
SQ, EQ, dan IQ dalam sistem pendidikan, pembelajaran, maupun kurikulum menjadi
solusi terbaik untuk menelurkan generasi unggul sebagai estafet peradaban
bangsa Indonesia menuju bangsa dan negara yang mampu berkompetesi dalam
persaingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar