Hai.....
Kepada yang terbaik dari sisi Tuhan ku Yang Maha Baik.
Yang tengah di-jeda demi sebaik keadaan yang ada.
Dalam jeda itu pula, renungan dan hikmah kian menyoal tuk menguatkan keyakinan, memperbaiki niat, dan merancang sebaik-baik jalan cerita yang akan dilalui.
Barusan kembali melihat persinggahan euforia kerabat yang baru merayakan cintanya. Mungkin, Mereka baru bisa menemukan bahagia dengan cara begitu atau mereka ingin yang lain tahu bahwa mereka tengah merayakan bahagia yang baru ditemukannya itu. Merealisasikan ilusi yang sempat dipelihara. Membuat nyata yang dulu hanya fatamorgana. Maka Tampaklah sudah kini pada mereka foto-foto 'pacaran halal' berkeseliweran dibeberapa medsos yang sebelumnya hanya berisi unggahan tausiyah, motivasi, atau semangat pembakar ruhy. Alhamdulillah, melalui mereka ketangkasan hati semakin terasah untuk menemukan hakikat jawaban , Apakah yang 'sedemikian' itu penting? Atau hanya sebatas nafsu untuk mendapat pengakuan publik? Jika memang untuk memotivasi yang lain, mungkin belum mengenai esensinya sebab memotivasi tidak melulu dengan cara menampakkan puitisasi serta euforia 'itu'. Memotivasi terbaik bisa jadi dengan menunjukkan kontribusi nyata, karya, dan manfaat raya kepada sesama setelah mengkonstruksi dua hati menjadi satu rongga cinta. Entahlah....
Terlepas dari semua itu, dari semua niat mengapa mereka mesti menontonkan bahagianya, terlepas dari segenap euforia itu, terlepas dari rasa ingin bisa seperti 'itu', terlepas lah dari segala kesemuan niat. Jeda semakin membuat kematangan berfikir kian baik, dari sana hadir kesadaran akan kekeliruan yang pernah dipelihara asumsi. Bahwa, setelah menikah hal yang harus dilakukan bukan memamerkan apa yang tengah dirayakan bersama melainkan mempersiapkan sebaik amunisi untuk tantangan yang akan dihadapi. Memperbanyak baca buku, meluaskan khazanah, membuhul erat keimanan, merumuskan bersama visi dan misi kedepan, saling menguatkan komitmen untuk menyelesaikan amanah bersama dengan sebaik-baik cara. Banyak sekali perihal penting yang sering diabaikan bagi mereka yang terlalaikan oleh euforia. Sehingga tepat selepas ilusi itu sirna barulah tatapan jiwa tersentak oleh kenyataan bahwa kebersamaan bukan sekedar merawat suka gembira melainkan sekaligus menikmati duka luka nelangsa demi Ibadah kepada-Nya.
Selepas ikrar yang menggetar 'Arsy-Nya maka saat itu pula masing-masing amanah berat akan saling dipikul demi mencapai ridho-Nya. Percayalah, menikah bukan tentang bahagia. Bukan...bukan...sekali lagi bukan !!! Tapi menikah adalah seni menemukan bahagia dengan cara sederhana dalam suka maupun duka demi Ibadah, demi ridho-Nya dan syurga-Nya. Sebab dunia ini hanya kesementaraan, lantas durasi singkat di dunia ini amat menentukan kedudukan kita di Yaumul Akhir. Inilah yang membuat ghirah (semangat) kebersamaan itu tidak hanya tentang kita berdua, tapi tentang kehadiran kita berdua yang mampu memberi kontribusi bagi peradaban emas bangsa dan agama. Berat bukan? Oleh karena itu, betapa tega jika kelak, kita berbuat sebagaimana mereka yang belum menyadari itu berbuat yakni menunjukkan betapa bahagianya menikah itu. Bagaimana dengan itu, akan ada dari mereka yang menjadi salah niat, bagaimana dengan itu akan ada dari mereka yang hanya memikirkan perihal menikah adalah perkara bahagia. Kita telah mendzalimi perasaan segenap mereka yang tengah berjuang menjaga. Kita telah mendzalimi hati mereka yang tengah merawat luka. Kita telah mendzalimi jiwa mereka yang tengah hampa. Jangan...jangan....sekali-kali jangan begitu.
Kelak kita akan sembunyikan foto-foto mesra ditaman itu kan? Lalu dibuka kembali saat perayaan pernikahan kita yang ke puluhan tahun sekian, dikenang berdua tanpa ada perlu yang tahu bahwa kita selalu setia merayakan bahagia walau dengan cara yang sederhana. Biarkan karya, kontribusi, dan manfaat kita yang mereka nikmati kelak dari sekedar unggahan foto-foto yang dapat menimbul persepsi yang berbeda bahkan bisa melukai perasaan setiap diri yang tengah berjuang.
Hai...
Kepada yang tengah dirahasiakan langit.
Kepada hati yang rindunya mungkin serupa.
Kepada do'a yang setia untuk dipertemukan.
Dalam jeda itu pula, kepasrahan berada pada Sandaran terbaik. Walau ingin tak menyerupa nyata tapi ingin-Nya pasti akan membuat diri takjub dan melafadzkan tahmid.
Percayalah, adanya aku karena kau pun ter-takdir-kan ada. Namun kita tidak dicipta untuk perkara sepele tentang permainan di dunia. Melainkan dengan tujuan yang hebat, tujuan yang terarah, dan penting. Kesadaran ini mudah-mudahan mampu terus melatih mujahadah agar berpacu menuju sekuat-kuat keimanan, sebaik-baik penghambaan, sehebat-hebat amalan yang Allah suka, sebanyak-banyak do'a di waktu mustajab. Sehingga titik temu kelak adalah puncak terbaik kondisi diri dalam penilaian-Nya dan posisi kemuliaan terbaik di sisi-Nya. Entah bertemu kini, esok, atau kelak tidak lagi menjadi perkara yang meresahkan. Tapi keresahan saat ini apakah diri sudah berada di kondisi terbaik dalam penilaian-Nya dan posisi kemuliaan terbaik di sisi-Nya?
Hai....
Kepada yang tengah berjuang.
Dalam jeda sesaat itulah debaran harap harus divibrasikan selaras ketaatan.
Selayaknya kalimat yang tenar di sebuah novel "cinta itu bukan dicari tapi ditumbuhkan". Kalimat pamungkas yang memangkas alasan-alasan menerima karna cinta dan menolak sebab tak ada rasa. Bila alasan mencinta karna pandangan mata bukan dari pandangan iman, alangkah liar pandangan itu yang sewaktu-waktu bisa ke lain rupa, ke lain tahta, ke lain kota. Sifatnya cepat luntur seiring habisnya masa nan fana. Beruntung jika alasan mencinta karena menilik dari kedalaman iman sebab ketaatan pada-Nya. Jika seseorang itu mencintai Allah maka ketaatan pada Rabbnya cukup sebagai sebab ia jatuh cinta. Untuk sederajat kehidupan setelah menikah posisi ketaatan semacam kewajiban untuk menyelimuti yang mereka bilang cinta, dari sana akan lahir kemuliaan. Taat pada-Nya itulah yang memuliakan cinta. Lantas kini, tak guna berdalih memantaskan diri untuk bersiap menumbuhkan cinta yang ditakdirkan, tapi sudah seberapa taat kah diri ini pada-Nya untuk Allah pantaskan karunia cinta yang mulia itu?
Hai....
Aku dan kau pasti ada dan itu adalah keniscayaan. Yakini seindah keyakinan bahwa ruang temu itulah dimensi terbaik keimanan, ketaatan, ketakwaan, dan kedekatan dengan al-Qur'an yang telah dibentuk sebelum mengetuk ruang temu itu. Mari saling membentuk kesadaran yang baik, membangun prasangka yang baik, membuat asumsi yang baik, dan menanamkan persepsi yang baik. Menjadi lebih baik demi Tuhan Yang Maha Baik dengan sebaik-baik ikhtiar untuk mendapatkan takdir terbaik. Apapun yang Allah tetapkan pasti baik maka semua menjadi baik-baik saja.
Yakinlah, bila kita menjaga Allah maka pun menjaga kita lalu Allah akan menitipkan pada kita seseorang yang menjaga dirinya karena Allah sedang ia akan menjaga kita untuk selalu dalam penjagaan Allah.
Yakinlah, kita akan saling menemukan dengan cara yang tak disangka-sangka atas ketakwaan kita pada Allah demi ridho-Nya. Tahu kan? Bahwa ridho Allah adalah hal yang tak boleh ditinggalkan dan ridho manusia merupakan perkara yang tak kan pernah bisa dicapai. Jadi fokuskan diri pada sesuatu yang tak boleh ditinggalkan lewati semua dalam ketakwaan lalu bersiap-siaplah dengan kejutan.
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar