Rabu, 25 Oktober 2017

Aku dan Ayah

Biasanya, suka sangat bercerita ke Ayah perihal impian, tujuan, visi, misi kehidupan yang akan dicapai dikemudian hari. Ayah...lelaki paling sabar yang pernah aku jumpai di dunia ini. Hal itu, yang membuat aku jatuh cinta padanya berkali-kali. Walau Ayah, tak sempat banyak membaca teori tentang tabi'at wanita karena sibuk dan padat waktunya untuk mengais rizki yang halal dan barakah untuk keluarganya. Namun, Ayah paling pandai tuk membahagiakan hati wanitanya, putri kesayangannya dan kekasihnya,amak. Dengan cara mendengarkan, membuat Ayah selalu menjadi sosok yang nyaman untukku.

Hampir setiap malam, apabila ada kesempatan di rumah kami habiskan untuk diskusi. Ayah adakalanya menceritakan pengalaman masa kecilnya, kenangan remajanya, perihal cintanya, dan kesibukkannya di kantor padaku. Aku, wanita yang paling antusias mendengarkan dan memberi umpan balik dari setiap apa yang Ayah sampaikan. Kisah-kisah masa kecil Ayah, mengajarkanku untuk tumbuh menjadi wanita yang kuat kesabarannya dan tegar dalam menghadang gelombang ganas kehidupan ini. Bila Ayah menceritakan masa remajanya, membuat aku merasa bahagia bahwa titisan 'marantau' telah terwatiskan padaku. Apalagi urusan cinta, memahamkanku bahwa jatuh hati itu fitrah manusia. Kita harus pandai memainkan sandiwara hati dalam peran fitrah itu. Sebab ada waktunya, sandiwara hati itu diselesaikan. Maka itulah saatnya memainkan peran hati yang sebenarnya. Mencintai seseorang yang Allah pilihkan padanyalah hatimu seutuhnya dijaga dalam bingkai ibadah. Sewaktu-waktu Ayah menjelaskan kerja-kerjanya dikantor, kadang aku menemani ayah lembur di rumah bahkan di kantor. Aku, wanita yang paling Ayah percaya untuk menyangga matanya jika lembur. Sebab, seketika aku bisa jadi radio yang tak henti cuap-cuap bercerita. Setidaknya, Ayah tak jadi sepi dan kopi hangatnya bisa aku bantu buatkan bila kantuk Ayah tak bisa lagi ditoleransi. Yang serunya, Ayah pun tak malu mengajakku ku ke kantor bila ada kegiatan lembur disana. Mungkin, untuk meyakinkan Amak, bahwa ada aku yang akan menjaga Ayah di kantor. Menjaga Ayah agar tetap pulang lebih awal. Di kantor, aku jadi mengerti bahwa tak mudah seorang laki-laki yang bekerja itu. Sebenarnya, aku suka jika Ayah menawarkanku ikut Ayah lembur ke kantor. Karena aku jadi bisa merasakan lelahnya. Sehingga aku sangat menghargai sekecil apapun yang Ayah berikan untukku. Dari itu pula, aku kian jatuh cinta begitu hebat pada Ayah. Meskipun kalau dikantor, bila telah lelah bercerita aku akan pulas tidur di meja kerja rekan kantor Ayah. Ah, jarang kan, ada anak perempuan yang dibawa lembur seperti ini. Tapi, Ayahlah yang satu satunya ku tahu tak enggan membawa aku dan memperkenalkanku pada rekan kantornya. Membelajarkanku pada banyak hal melalui caranya, cara Ayah Terhebat yang pernah aku dapati. Karena, aku pun  malas menghabiskan malam terlalu dini dengan tidur, pada waktu-waktu tertentu.

Ayah itu, teman diskusi paling menyenangkan. Karena lebih banyak  mengalah dan membiarkan aku menemukan sendiri kekeliruan dari sudut pandang yang aku sampaikan. Ayah pula yang menata cara berfikirku sebagai seorang wanita. Bahwa wanita itu lebih anggun dengan karakter yang penurut, meskipun adakalanya yang kita sampaikan itu benar dan baik gagasannya. Bila satu waktu kita dipertemukan dengan ketidaksetujuan seorang lelaki yang memimpin kita, belajarlah meleburkan ego. Izinkan lelaki itu mengeksekusi yang menurutnya benar dan baik, lalu dukunglah ia walau dengan keterpaksaan. Sebab, kita akan membantu lelaki itu  belajar dalam mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin dan belajar menjinakkan hati kita untuk taat pada pemimpin. Menurut Ayah, itulah yang membuat laki-laki itu jatuh cinta padamu. ^_^

Ayah itu teman bermain paling menyenangkan. Dari kecil aku suka diajak Ayah bermain dengan abang-abang. Membuat layang-layang dan menerbangkannya. Membuatkanku sebuah pondok kecil, yang kata Ayah itu istanaku dan akulah putrinya dikerajaan itu. Pondok itu, Ayah bangun di samping rumah menghadap hutan. Jadi rakyatku adalah para monyet, ayam, babi  hutan, biawak, kadang ada ular dan harimau. Maklum, dulunya kabupaten Merangin itu tak seramai saat ini. Bahkan rumahku hanya di depan saja yang bukan hutan. Di pondok Istana yang aku tahtai semasa kecilku, menjadi tempat pertama aku selalu dilatih dan berlatih berimiginasi, berpidato, dan berpuisi. Karena disana, jika senja telah menghampiri. Amak akan menyediakan makanan cemilan dan teh hangat yang siap aku bawa ke istana dan Ayah akan menemaniku bermain menjadi putri Raja disana. Kadang aku akan berpidato lalu Ayah tertawa. Pidatonya seorang putri Raja.

Di lain kesempatab Ayah Mengajakku jalan-jalan sambil menunjuk kesini kesitu pada hal-hal yang menurut Ayah ada ilmu yang perlu dijelaskannya padaku. Masih teringat saat usia 5 tahun, ketika pembangunan awal kompleks perumahan dekat rumah kami. Sepulangnya dari kantor dan aku sudah mandi sore, maka Ayah akan membawaku ke lokasi tanah lapang itu. Disana, Ayah menunjuk beberapa alat-alat konstruksi bangunan dan menjelaskannya padaku, tentang apa namanya, apa fungsi dan mekanisme kerjanya. Dengan kedekatan seperti ini dengan Ayah, memupuk sifat 'banyak tanya' pada alam dan kehidupan ini dalam diriku. Bisa jadi, begitu candu ilmunya aku karena kebiasaan belajar dari Ayah yang secara tidak langsung itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar