Kematian kan menjelang.
Detik-detik menjadi hilang.
Tubuh dingin, membisu, dan menegang.
Tanah pun memanggil sayang.
Dibenam ke liang lahat dengan tenang.
Harta, jabatan, rupawan, dan kemewahan tak dipandang.
Amal kebajikanlah yang menjadi tunggangan.
Kematian semakin dekat.
Yang terlena kasihan amat.
Selagi hidup ibadahnya tak memikat.
Saat di kubur tubuh dilumat-lumat.
Kena cambuk kuat-kuat.
Karena meremehkan shalat.
Kematian kian menghampiri.
Setiap jiwa yang berserakan di bumi.
Bersiaplah berbekal kini.
Mumpung diberi kesempatan oleh Ilahi.
Agar selamat duniawi dan ukhrawi.
Tolong hak waktu dihargai.
Diisi pada obsesi meraih ridho Rabbi nan Maha Tinggi.
Melihat wajah-Nya jadikan visi sejati.
Oleh: Sulastriya Ningsi, S.Si
#perenungan setelah ta'ziah
Detik-detik menjadi hilang.
Tubuh dingin, membisu, dan menegang.
Tanah pun memanggil sayang.
Dibenam ke liang lahat dengan tenang.
Harta, jabatan, rupawan, dan kemewahan tak dipandang.
Amal kebajikanlah yang menjadi tunggangan.
Kematian semakin dekat.
Yang terlena kasihan amat.
Selagi hidup ibadahnya tak memikat.
Saat di kubur tubuh dilumat-lumat.
Kena cambuk kuat-kuat.
Karena meremehkan shalat.
Kematian kian menghampiri.
Setiap jiwa yang berserakan di bumi.
Bersiaplah berbekal kini.
Mumpung diberi kesempatan oleh Ilahi.
Agar selamat duniawi dan ukhrawi.
Tolong hak waktu dihargai.
Diisi pada obsesi meraih ridho Rabbi nan Maha Tinggi.
Melihat wajah-Nya jadikan visi sejati.
Oleh: Sulastriya Ningsi, S.Si
#perenungan setelah ta'ziah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar