Rabu, 29 Maret 2017

Takdir-Ujian

Hidup ini adalah susunan anak tangga yang akan ditempuh dari tingkat paling rendah hingga yang paling memayahkan. Ini adalah fitrah dalam fase kehidupan. Setiap ketetapan Allah yang tengah disuguhi dihadapan pun kita masih meraba jenisnya apakah ujian atau takdir. Namun, tidak perlu mendramatisir keadaan yang ada sebab tidak akan memberi solusi. Baik itu ujian yang mesti diselesaikan dengan sebaik-baiknya sabar  atau takdir yang mesti dijalani dengan sebaik-baik  kesyukuran tidak terlepas dari pengawasan dan kebijaksanaan Tuhan Semesta Alam. Percaya bahwa keadaan saat ini adalah yang terbaik bagi kita akan melemparkan jiwa ke lembah rasa tenang. Keyakinan sedemikian memang harus terus dilatih dengan muhajadah bahwa Allah memiliki sifat Maha Baik maka setiap yang diputuskan bagi hamba-Nya pasti ada kadar kebaikan jika disikapi dengan baik.

Jangan pernah menyalahkan takdir, karena perih dan gundah itu hadir sebab diundang oleh diri sendiri, bertemali dengan apa yang telah Allah firmankan:

Allah SWT berfirman:

مَاۤ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ  ۖ   وَمَاۤ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّـفْسِكَ   ؕ  وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا   ؕ  وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
"Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi."
(QS. An-Nisa': Ayat 79)

Jika hadirnya ujian terasa sangat perih dan menusuk sukma bisa jadi Allah menghendaki kabaikan agar hamba tersebut kembali pada-Nya dengan air mata taubat. Karena tak sedikit yang Allah sentuh sedikit dengan musibah,kemudian dengan musibah itu akan membuat hamba-Nya tadi menjadi  ahli taubat, lalu taubatnya itulah yang mengundang cinta Allah padanya. 

Maka jika yang tengah dihadang adalah ujian, bangunlah kelapangan hati untuk menampung kesabaran seluas-luasnya. Sehingga tekanan akan ujian terasa lebih ringan. Semua terjadi atas izin Allah dan hanya pada-Nya permohonan minta tolong patut diajukan. Karena hanya Dia lah yang dapat menyudahi ujian itu. Tugas penerima ujian hanyalah menjalani ujian dalam kerangka ketaatan pada Allah dan tidak berkeluh kesah. Melalui keyakinan utuh bahwa buah dari kesabaran adalah manis dan legit sehingga diri lebih solutif dan kreatif menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan ujian tersebut. Itulah ujian yang akan mengangkat derajat seorang hamba disisi Allah kepada tingkatan yang lebih mulia.

Kalau lah pula yang tengah dihadang adalah takdir terbaik dari sebaik ikhtiar dan  do'a-do'a khusyuk penuh harap pada-Nya, semoga tak membuat diri lepas kendali. Ketidakmampuan mengendalikan diri saat Allah berikan karunia dari sisi-Nya bisa jadi mengundang malapetaka. Untuk hal ini, sangat penting menghiasi diri dengan kesyukuran tanpa henti. Bentuk kesyukuran itu adalah semakin dekat dengan Allah, semakin ingin hanya Allah yang ada dalam  hati dan ingatan, semakin bersegera ke Allah, dan semakin gencar mencari ridho Allah dengan melakukan amalan terbaik. Itulah karunia yang akan mengundang cinta Allah.

Apakah sebatas ujian atau menjadi takdir bukan menjadi urusan, tapi urusan diri ini hanya melakukan apa yang Allah suka dan meninggal apa yang Allah tak suka. Untuk akhir keputusan biar Allah yang memberikan ketetapan terbaik. Jika sudah terbaik dalam versi Tuhan Semesta Alam, adakah lagi ketetapan melebihinya?

Mari Renungi yang satu ini:

“Ketika orang lain bergantung pada dunia, gantunglah dirimu hanya kepada Allah. Ketika orang lain merasa gembira dengan dunia, jadikanlah dirimu gembira karena Allah. Ketika orang lain merasa bahagia dengan kekasih-kekasih mereka, jadikanlah dirimu bahagia dengan Allah. Dan ketika orang lain pergi menghadap raja/pembesar untuk mengais harta dan mencintai mereka, jadikan dirimu benar-benar mencintai Allah. Sesungguhnya dalam hati ada satu koyakan yang tidak dapat dijahit melainkan bertemu Allah. Di hati juga ada satu kesunyian yang tidak dapat diobati melainkan bersendirian bersama Allah. Di hati ada satu kesedihan yang tidak mampu dihapuskan kecuali dengan mengenali Allah. Di hati ada kegelisahan yang tidak dapat pergi melainkan kita berjalan menuju kepada Allah. Di hati juga ada gejolak amarah yang hanya dapat dipadamkan dengan ridho kepada Allah.” (Ibnu Qayyim rahimahullah)

Bersegeralah pada Allah ya sholiha semoga Allah ridho padamu...
Ingat ya sholiha....
Berdo'a demi Allah, Ikhtiar untuk Allah, libatkan Allah, dan kembalikan pada Allah hasilnya karena ketetapan Allah adalah sebaik-baik keputusan bagi hamba-Nya yang taat, takwa, tawakal, sabar, lagi banyak bersyukur. ^_^

Selasa, 28 Maret 2017

Menyikapi Ujian

Tidak ada celah dalam kehidupan ini untuk bebas dari ujian dari Allah swt. Sekolah pasti mengadakan ujian untuk peserta didik agar bisa naik ke level pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang lebih tinggi. Agaknya kita begitu, ada beberapa hal yang mesti diketahui dalam menyikapi ujian dari Allah swt yakni Ujian yang Allah tetapkan tidak akan melewati kapasitas manusia dalam menerimanya, pasti telah dipertimbangkan oleh Allah Yang Maha Bijaksana. Kedua, kita harus yakin bahwa ujian tersebut memiliki kebaikan jika disikapi dengan baik. Mendramatisir masalah dan melebih-lebihkan kegalauan, kejengkelan, kepiluan tentu tidak akan membuat masalah terselesaikan. Bukan masalah yang menjadi masalah tapi salah menyikapi masalah lah yang akan memperkeruh masalah. Ketiga, yakinlah bahwa tidak ada yang dapat memberi pertolongan untuk menyelesaikan ujian itu kecuali Allah, maka bermunajat lah  pada Allah dengan  rasa harap dan takut dengam kesungguhan, perbaiki shalat, lakukan yang Allah suka dan jauhkan apa yang Allah tidak suka lalu isilah setiap waktu dengan ibadah. Keempat, ingatlah, perihnya rasa sakit ketika menerima ujian itu sebagai alarm untuk taubatan nashuha dengan  semurni-murni niat, sekuat-kuat tekad, dan sehebat-hebat penyesalan kepada Allah swt sehingga ujian pun menjadi penggugur dosa-dosa. Kelima, yakinlah ujian yang Allah berikan untuk hamba-Nya bukan untuk menyakiti namun untuk menaikkan derajat hamba tersebut di sisi-Nya jika ujian tersebut diselesaikan dengan peningkatan keimanan pada Allah swt.

Semoga Allah kuatkan iman dalam menapaki satu ujian ke ujian lain yang lebih kompleks ya sholiha !!!
Jadilah yang tegar, orang-orang sholih terdahulu hidupnya padat dengan ujian dan ujian itu menjadikannya patut diberi gelar pemenang sejati untuk kemenangan agung, Syurga tertinggi di sisi Allah.

Minggu, 26 Maret 2017

Ancaman

Pernah gak kamu berada dalam satu keadaan yang membuat merasa sangat tertekan oleh sikap orang-orang yang melingkupi kehidupanmu ? Misal di dunia kerja,saat atasan kamu mengancam bahwa kau akan dipecat jika masih datang telat, atau teman mu akan kompak menjauhimu dan berlaku acuh padamu  jika kamu melanggar kesepakatan, atau orang tuamu akan marah besar jika ketahuan kamu pulang malam.

Ada seonggok rasa yang sulit didefisikan bukan? Takut, cemas, gelisah, dan tak menentu dengan sederet risiko yang mesti diemban mental jika apa-apa  yang ada  dalam norma dan penilaian  manusia  tersebut mencantumkan bahwa kamu tengah bersalah.

Dalam kondisi yang Allah ujilah , kamu akan kenal tentang banyak karakter yang mewarnai kehidupanmu. Dari sana kamu dapat mendalami hati dan akan lebih belajar mana yang patut dicontoh dan mana yang patut dihindari. Siapa yang  dapat dipercaya dan siapa yang dapat dijadikan teladan.

Sebenarnya hikmah pada kejadian itu adalah  pada ancaman yang pasti. Herannya, mengapa ada manusia yang telah Allah beri ancaman demi ancaman atas kedurhakan dengan azab yang pedih tidak membuatnya bergeming sedikit pun? Mengapa ada manusia yang menyalahi apa yang Allah kehendaki Dan tetapkan masih merasa aman-aman saja? Padahal Allah tidak menyalahi janji-Nya dan itu pasti diadakan sesuai apa yang telah diterangkan dalam al-Qur'an.

Boleh jadi karena keyakinan kita pada Allah masih kendor. Tentu keyakinan berbanding lurus dengan taraf pengenalan kita kepada Allah. Semakin kenal pada Allah maka kita akan semakin yakin. Sehingga keyakinan itu akan membuat kita lebih hati-hati dalam kehidupan ini karena kita sangat merinding atas apa yang Allah ancamkan dan begitu mengharapkan atas apa yang Allah janjikan bagi hamba-hamba-Nya yang sholih.

Sayap-Sayap Terbang

Kepiawaian manusia mengeksplorasi  intelektualnya sangat menakjubkan. Terlebih di era teknologi mutakhir zaman ini kemudahan demi kemudahan untuk melegakan aktifitas sehari-hari dirasakan cukup memuaskan. Kita sangat mengenal perihal alat transportasi yang tersedia sebelum ditemukan dan didesesainnya inovasi di dunia teknik mesin dan elektronika perjalanan lintas daerah membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apatah lagi untuk perjalanan lintas pulau, bisa menghabiskan hari-hari diperjalanan dengan menyebrangi lautan. Penemuan teknologi transportasi via udara sangat memberikan nilai lebih pada efesiensi waktu dan kenyamanan manusia untuk menuju dari satu kota ke kota lainnya baik itu lintas pulau maupun negara.

Jika ditelaah sejarah versi perkembangan ilmu di eropa setelah abad 21 dikabarkan bahwa penemu pertama desain pesawat adalah Wright Bersaudara. Benarkah? Memang beda versinya dengan sejarah versi peradaban emas Islam bahwa teknisi pertama yang menemukan desain sayap pesawat adalah Ibnu Farnas.

Sebenarnya saya hanya berhikmah dari firman Allah tersebut:

Allah SWT berfirman:

اَوَلَمْ يَرَوْا  اِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صٰٓفّٰتٍ وَّيَقْبِضْنَ  ؕ     ۘ  مَا يُمْسِكُهُنَّ اِلَّا الرَّحْمٰنُ  ؕ   اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍۢ بَصِيْرٌ
"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu."
(QS. Al-Mulk: Ayat 19)

Sungguh menakjubkan, langkah-langkah ilmiah telah Allah ajarkan kepada manusia semua yakni dengan observasi (pengamatan). Kita dituntun untuk menemukan hikmah dari apa yang di amati. Layaknya pesawat, ilmuan-ilmuan yang menemukan rancanga desain sayap pesawat bermula dari mengamati burung-burung yang terbang. MasyaAllah....jika manusia mau menelaah firman-Nya itu adalah petunjuk dan cahaya terang benderang untuk kehidupan yanh bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.

Jumat, 24 Maret 2017

Daya Urai Mata

Dalam riset ilmiah setiap ilmuan akan memulai rekayasa alam semesta ini dari langkah observasi. Metode Observasi atau boleh diartikan sebagai pengamatan yang sejauh ini dideskripsikan menggunakan segenap panca indra termasuk  mata. Pengamatan dengan mata manusia sangatlah terbatas untuk itu para ilmuan pun merancang sedemikian rupa perangkat yang membantu mereka untuk melakukan pengamatan, misalnya dalam menelusuri angkasa raya digunakanlah  teleskop.

Semua itu karena setiap manusia telah Allah jatahkan dengan daya urai mata. Lampu yang kita amati selalu menyala sejatinya tidak begitu adanya. Keterbatasan manusia yang memiliki waktu tunda sekuantitas 1/20 detik memberi kesan lampu terus menyala. Padahal jika pada lampu rumah tertera frekuensi 20 Hz artinya lampu tersebut terpaksa harus hidup mati sebanyak 20 kali sebagai dampak arus bolak-balik yang terpasang.

Jelas banyak sekali bukti keterbatasan daya urai mata manusia, seperti ketidakmampuan kita menyaksikan gelombang elektromagnetik yang menjalar dari satu pemancar ke pemancar yang lain, padahal hal ini nyata ada dan terbukti dari lalu lintas informasi dari internet, telpon selular, dan sebagainya. Sebagaimana keterbatasan mata menangkap wujud elektron yang tak henti berlari dengan kecepatan lebih kecil dari kecepatan cahaya di kabel-kabel listrik maupun pada piranti tenaga surya yang kini dikenal sebagai solar cell (pengubah energi matahari menjadi listrik dengan memanfaatkan sifat gelombang/sinar matahari dan partikel/elektron). Sekali lagi, walau tak dapat dicerna penglihatan namun elektron itu nyata adanya bukan?

Disisi lain kita sangat mensyukuri keterbatan penglihatan yang Allah karuniakan. Sehingga kita menjadi lebih nyaman tanpa perlu stres menghindari arah-arah sinar UV yang terpancar di siang hari atau menjadi begitu tertekan dengan alur gelombang elektromagnetik yang ada di telpon genggam dan gagdet kita. Jelas Maha Cerdas Allah, Pendesain terbaik segala sesuatu bagi sistem tubuh manusia.

Mata kita memiliki daya urai mata yang menjadikan penglihatannya  terbatas. Itulah faktanya ! Dalam hal ini marilah menyingkap petunjuk Ilahi, apakah daya urai mata manusia dapat menjadi tak terbatas ?. Jawabannya ada pada Q.S. Qaf:22

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كُنْتَ فِيْ غَفْلَةٍ مِّنْ هٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ
"Sungguh, kamu dahulu lalai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam."
(QS. Qaf: Ayat 22)

Teranglah bukan? Bahwa pada hari yang Allah tetapkan daya urai mata manusia tidak lagi terbatas sehingga kita dapat menyaksikan dengan penglihatan secara langsung dimensi selevel malaikat (dari cahaya). Hikmah dari pembelajaran ini mengarah kita kepada sifat ihsan, yakni keyakinan bahwa setiap dari kita selalu di awasi oleh Allah kapan pun dan dimana pun dengan presisi dan akurat,  sekalipun kita belum mampu melihat siapa dan dimana keberadaan yang tengah mengawasi segenap aktifitas lahir dan batin kita, tapi mereka pasti ada. Dari kiasan tanda-tanda kebesaran Allah melalui daya urai mata manusia semoga membuka cakrawala baru bagi pemahaman dan kesadaran kita tentang kebenaran 'pengawasan langit' tersebut. Sehingga kita menjadi selektif memilih apa yang akan dilakukan baik itu aktifitas hati, pikiran, maupun jasad. Dengan senantiasa merasa diawasi setidaknya, akan hadir perasaan khouf (takut) jika melakukan segala sesuatu yang Allah murka dan lebih termotivasi untuk menggunakan karunia tubuh, hati,  dan pikiran kepada amalan-amalan yang Allah ridhoi.

Selain merasa diawasi oleh Allah dengan perantara para malaikat, kita mesti sadar bahwa kita selalu dalam pengintaian setan yang tak henti menyerang dari berbagai sisi untuk membujuk pada kedurhakaan kepada Allah, sebagaimana yang telah diterangkan dalam firman Allah:
Allah SWT berfirman:

قَالَ قَرِيْنُهٗ رَبَّنَا مَاۤ اَطْغَيْتُهٗ وَلٰـكِنْ كَانَ فِيْ ضَلٰلٍۢ بَعِيْدٍ
"(Setan) yang menyertainya berkata (pula), "Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.""
(QS. Qaf: Ayat 27)

Kejamnya setan adalah membisikkan kejahatan dan tidak bertanggungjawab atas bisikan itu, memang karena salah manusia sendiri yang dengan kerelaan mengikuti bisikan kesesatan itu. Hal sedemikian mestilah diwaspadai sebab kita belum mampu mengamati dimensi jin (setan) namun golongan setan leluasa mengamati kita. Maka kita sebagai manusia yang lemah harus selalu memohon perlindungan Allah dari tipu daya setan tersebut.

Alangkah beruntung jika kesadaran akan tiba waktu 'itu' diyakinkan dengan seutuh keyakinan dari saat ini (di dunia). Sehingga, tidak ada penyesalan yang tercipta di hari kemudian (akhirat). Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang disebutkan dalam firman-Nya:
Allah SWT berfirman:

مَنْ خَشِيَ الرَّحْمٰنَ بِالْغَيْبِ  وَجَآءَ بِقَلْبٍ مُّنِيْبِ
"(Yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha Pengasih, sekalipun tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat,"

اۨدْخُلُوْهَا بِسَلٰمٍ  ؕ  ذٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُوْدِ
"masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi.""
(QS. Qaf: Ayat 33-34)

Kemenangan Agung

Sebelumnya marilah buka mushaf kesayangannya, lalu liriklah Surat Ad-Dukhan:44-57. Baiklah saya tegaskan pada ayat ke 57

Allah SWT berfirman:

فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكَ    ؕ  ذٰ  لِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
"itu merupakan karunia dari Tuhanmu. Demikian itulah kemenangan yang agung."
(QS. Ad-Dukhan: Ayat 57)

Karunia menjadi penghuni syurga adalah kemenangan yang agung. Kemenangan di atas kemenangan yang ada di dunia ini. MasyaAllah, tercenung saya mentadabburinya. Betapa, kala azan dengan bait indahnya "Marilah menuju kemenangan/Hayya 'Ala Falah" adalah seruan dahsyat lagi menggetarkan. Bagaimana tidak, karena Allah tengah memanggil para penduduk syurga yakni mereka yang bersegera menyambut seruan itu (azan)  dengan penuh rasa rindu tuk bersua dengan Tuhannya Yang Maha Mulia. Ah, indah lah jika kita mau meluangkan waktu untuk menelaah ayat-ayat cinta-Nya.

Seperti halnya baru bertemu dengan seseorang, sangat manusiawi jika kita tidak yakin padanya. Berbeda dengan sohib karib yang sudah sangat dikenal dan dipahami segala sesuatu yang ada padanya, sontak keyakinan padanya akan mengkristal. Begitulah kita terhadap Allah...saat Allah memanggil kita untuk meraih kemenangan (shalat) kadang  kita sangat mudah mengabaikan boleh jadi karena kita belum mengenal Allah seutuhnya. Jika ma'rifatullah (mengenal Allah) telah terinstal sempurna dalam jiwa dan hati, mendengar seruan shalat seolah mendengar seruan Allah untuk pulang kampung (Syurga) dalam keselamatan. Masya Allah

Dalam konteks Surat al-Jatsiyah:30 pun masih perihal kemenangan:

Allah SWT berfirman:

فَاَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِيْ رَحْمَتِهٖ    ؕ  ذٰ لِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْمُبِيْنُ
"Maka adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka Tuhan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Demikian itulah kemenangan yang nyata."
(QS. Al-Jasiyah: Ayat 30)

Namun, penyempurnaan kalimatnya dengan kemenangan yang nyata. Tetap saja kemenangan yang nyata itu adalah syurga. Kemenangan yang lagi euforia layaknya di dunia.

Bisa juga dikiaskan, orang-orang yang tak tanggap akan seruan kemenangan itu (azan) dan menggulur-ngulur waktu pengerjaannya adalah mereka yang tengah lupa bahwa fitrah mereka adalah penduduk syurga (Nabi Adam dari Syurga). Kealpaan itu membuat dirinya tak terpanggil dalam artian sederhana tak merasa dirinya penduduk syurga. Bukankah dunia ini adalah kompetisi untuk memenangkan syurga atau neraka?. Lantas bagi mereka yang tak merasa dirinya penduduk syurga, dengan pengabaian itu, tengah berjuang untuk menjadi penduduk apa? Na'udzubillah.

Semoga Allah mudahkan langkah kita menyambut seruan Allah dengan bersegera dan menunaikan seruan itu dengan penuh khidmat dan khusyuk mengharap ridho-Nya.

*hanya tengah merenung dan ini mutlak untuk saya sebenarnya, semoga dengan berbagi menjadi lebih menguatkan.

Kamis, 23 Maret 2017

Merajut Benang-Benang Bahagia

Bismillah....

Setiap manusia sekolah, bekerja, dan berusaha dalam kehidupannya tak henti-henti mengejar kebahagiaan. Bersekolah agar dapat prestasi sehingga bisa bahagia, bekerja agar memperoleh uang yang banyak sehingga dengan itu dapat bahagia, termasuk lah dalamnya memiliki jabatan, keluarga, dan apapun di dunia ini agar dengan itu menurut pandangannya bisa mencapai kebahagiaan.

Perlu kiranya dirumuskan perihal kebahagiaan itu dalam kaca mata yang Allah ridhoi. Sebab ada dua tipe orang dalam menggapai kebahagiaan yakni orang akan bahagia dengan kesenangan dan orang yang akan bahagia dengan ketenangaan. perbedaannya adalah pada durasi waktu bahagia yang didapatkannya. Orang yang yang mencari kebahagiaan dengan kesenangan maka ia akan peroleh bahagia itu pada ambang batas yang sangat singkat karena sifatnya materi. Nikmatnya, orang yang menelusuri kebahagiaan dengan ketenangan maka rentang bahagia yang didapatkannya bersifat abadi.

Bila untuk mendapatkan kebahagiaan yang lebih lama dengan ketenangan, maka baik pula dipelajari tentang benang-benang apa yang mesti dirajut agar terkibar kebahagiaan itu, yakni melalui
1. Dzikir pada Allah, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. ar-Ra'd:28)

2. Shalat. Manusia diciptakan berkeluh kesah (tidak tenang) kecuali orang-orang yang menjaga  shalatnya sebagaimana terlampir dalam Q.S. al-Ma'arij: 19-23). Terlebih jika mampu melaksanakan tahajud. Dalam tahajud Allah telah menjanjikan mengokohkan jiwa setiap diri yang menunaikannya. Hal ini yang menjadikan Rasul saw dapat tenang dalam menghadapi kaumnya yang ingkar dan menentang risalah dakwah.

3. Membaca Qur'an. Sebab tilawah al-Qur'an adalah muara rahmat, petunjuk, serta hidayah dari Allah swt. Terlebih orang yang mempelajari akan Allah jaminkan baginya sakinah.

4. Istighfar, taubat pada Allah swt. Karena dosa itu membuat gelisah pelakunya, maka dengan kembali pada Allah dengan taubatan nasuha dilapangkan pula hatinya.

5. Ikhlas. Dengan tidak mengharapkan penilaian dan pembalasan dari makhluk hati pun lebih tentram dan damai. Fokus dalam hidupnya hanya 'penilaian langit' agar Allah ridho padanya dan apa yang Allah tetapkan baginya diberi keridhoan menerimanya.

6. Yakin. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang yakin atas segala yang Allah tetapkan dan  yang Allah  wajibkan baginya yakni taat dan takwa disetiap waktu.

7. Rumah tangga. Sebagaimana dalam Q.S ar-Rum:31, bahwa berpadunya dua hati dan raga dalam ikatan suci serta sakral pernikahan akan memberikan ketenangan bagi kedua insan yang Allah takdirkan bersama. Maka terkenanglah kisah bunda  Khadijah ra yang dengan kelembutan dan kehangatan menyelimuti Rasulullah saw saat pertama menerima wahyu di gua hura. Lalu Rasul saw pun mendapatkan ketenangan dalam pangkuan sang Istri tercinta. Maka peran Istri di rumah adalah melukiskan atmosfer ketenangan bagi penghuninya. Jika dalam rumah tangga tidak memperoleh ketenangan maka ada yang perlu diperbaiki dalam rumah tangga tersebut.

8. Lingkungan. Memilih kebersamaan dan pergaulan dengan majelis ilmu serta sahabat-sahabat yang sholih secara otomatis memberikan ketenangan.

Semoga segenap benang-benang tuk merajut kebahagiaan tersebut dapat kita upayakan. Yakni kebahagiaan yang abadi yang diikhtiarkan dengan mencari ketenangan.

Selamat berbahagia sholiha....