Kepada bumi yang tengah menemani kita berotasi, sembunyi-senyap bercerita tentang banyak hal–termasuk rindu yang kerap mencuar, Namun mesti dipertahankan pada koridor-Nya. Kelak kita pun tersenyum-senyum sendiri mengurai benang kenangan. Terasa geli kala mengingat-ingat kembali waktu itu kita sering memerangkap rindu ini hingga terasa pengap, kadang jadi salah tingkah jika berpapasan dan harus menahan diri dengan cara-cara yang aneh sebab kita takut melangkahi apa yang Allah langgar. Kita merasa sama-sama takut kepada Allah, kan ?
Kini, barangkali kita butuh melangkah mundur pelan-pelan, memperkenankan jarak tercipta pada apa yang belum diperkenankan. Walau yang kita rasa perjuangan telah lepas sebesar kemampuan yang dipunya, namun yang kita temui hasilnya adalah tidak. Maka kita mesti menancapkan komitmen untuk perasaan itu agar tidak lagi bertebaran di hati dan pikiran. Semoga harapan yang kita estimasi tak berlabuh selain pada-Nya. Sekalipun apa yang kita yakini tidak kita dapati dikenyataan. Seperti apa yang memang semestinya terjadi, kita tidak memiliki andil lebih selain melatih diri untuk berkemampuan menerima sebentuk apa pun keputusan langit.
Perjalanan hidup ini sinema belaka. Pada tujuan mana hati kan berlabuh, Dia Maha Tahu, sedang kita hanya suka sok tahu. Bisa saja berhenti pada semenanjung yang tak sempat menjadi pilihan. Memang ada mesti yang pada perhitungan-Nya tak semestinya. Demikianlah kenyataan yang harus dihadapi. Jangan buang waktu dan membuat setan menyeringai atas apa yang telah disia-siakan. Lepaskanlah perasaan itu dengan keberanian. Tempatkan satu rasa di ceruk hati ,ruang khusus yang hanya dihuni oleh Dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar