Rabu, 01 Juni 2016

Menetapkan Hati

Sekiranya beberapa lapisan rasa mesti disublimkan ke angkasa. Dengan begitu hati dapat lebih jernih dan pikiran terasa lega. Lalu, saat kita telah yakin atas sebuah jawaban, tak perlu lagi menunda-nunda jika memang 'tidak' telah menjadi keputusan akhir. Pun jika ia masih memelihara harap dan masih memilih tetap berupaya, lepaskan saja dia sesuai yang ia inginkan. Izinkan ia belajar dewasa bersama kecewa, lama-lama ia akan sadar bahwa sekuat apa pun perjuangan yang telah dilaksanakan pada akhirnya ia akan kembali pada meminta dan memasrahkan diri di hadapan-Nya.

Sangat penting untuk dimengerti bahwa perihal pasangan hidup bukan sekadar siapa yang datang menawarkan diri, tapi bagaimana tujuannya untuk menjadikan kita sebagai pasangannya. Seterusnya sudah sejauh mana pemahamannya mengenai visi kebersamaan nanti, apa yang terbersit dalam harapannya jika kita kelak telah berpasangan. Sebab kita bukan akan saling melengkapi hidup di dunia namun kita akan saling menggenapkan agama satu sama lain dari ketidaksempurnaan yang kita miliki. Ini bukan sekadar romansa siapa yang sanggup membuat hati berbunga-bunga. Tapi perihal apa yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak atas kebersamaan kita di dunia.

Jangan berhenti berupaya melakukan yang terbaik, sebisa kadar diri kita. Akan lebih mendamaikan jika kita berbaik sangka pada Allah atas urusan hari depan. Jelas, kita tetap harus komitmen atas konsekwuesi dari keputusan yang telah diambil. Sebab kita telah menetapkan hati pada prinsip. Buang rasa gusar yang menjadi katastropik jiwa. Allah Yang Maha Baik itu tidak akan menyia-nyiakan hamba-hamba-Nya yang taat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar