Hatinya beku dan tak bergetar.
Walau memahami hatinya tuli dan buta.
Diberi akal kemudian hatinya dicabut.
Ia menemukan diri dalam kegelapan yang mematikan.
Dicobanyalah mengubur keraguan dan memendam kebingungan.
Kembalilah ia pada iman yang tak berdaya.
Hari demi hari ia terus digiring pada kematian yang terjadwal di sisi Tuhan.
Ia ingin lisannya di amini oleh emosi dan perasaan.
Sadarkah ?
Kau terlalu jauh dari tekad sedang tujuan mu terlalu tunggu.
Ia mendengar bisikkan yang ntah datang dari mana, tapi begitu nyata dan merasuki seluruh kesadaran.
Bersahabat lah dengan orang yang khusyuk, orang yang gemar berfikir, ikutilah orang-orang yang bertakwa dan shaleh, yang tutut katanya memancarkan hikmah, wajahnya menyemburatkan cahaya, dan mereka itu jumlahnya sedikit. Cari dan temuilah mereka.
Ia terhenyak luar biasa. Dalam dirinya amat mengakui bisikkan itu.
Setelah semua kejadian itu.
Ia sering melayangkan pandangan kedalam hati dan lisan dengan jejak-jejak keagungan yang memikat.
Sebab semua itu memberi kehidupan bagi hati, menerangi kisi-kisi jiwa dengan iman dan keyakinan.
Ia lebih banyak bertafakur tuk mengobati penyakit hati yang melandanya.
Menelaan fenomena kesengsaraan dan kebahagiaan, penderitaan dan ketentraman, mengunjungi orang-orang sakit, menghibur orang miskin, mengenali psikologis kesengsaraan di antara manusia seperti kedurhakaan, kekafiran, kezaliman, permusuhan, egoisme, dan keterpedayaan diri oleh yang fana.
Semua itu memampukan memetik senar hati yang telah lama senyap dalam geram.
Ia meresapi. Tidak ada yang lebih dalam pengaruhnya bagi perasan daripada berbuay baik kepada orang yang terdesak, menolong orang yang membutuhkan, serta berempati pada orang yang berada dalam ujian Allah.
Subhanallah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar