Kemarin baru embun saja yang turun, lalu terganti oleh rinai, saat ini awan kelam berarak ke atap lara hingga….. menderas lah air itu turun, melaju bersama himbauan gravitasi. Seolah alam ini melukiskan suasana yang ada. Terasa hampir begitu adanya. Kini Ia sudah lembab dengan air mata. Termangu sendiri dalam kecapaian. Menunggu kekuatan hati tumbuh rindang meneduhi teriknya ujian yang datang silih berganti. Memang karena pintanya begitu. Minta diberikan hati yang kokoh, yang kuat, yang tegar untuk meraih apa Yang Tuhan ridhoi. Bisa jadi, apa yang tengah dilewatinya adalah parameter keberhasilan mencapai apa yang dulu pernah ia minta pada Tuhannya.
Kini Ia masih menunggu…menunggu awan gelap itu tersaput kebeningan penglihatan. Hingga ia mampu melihat apa yang ada di atas kegelapan awan, Yakni semburat cahaya matahari yang kekal dan takkan pernah hilang sampai Tuhan menitahkannya untuk berhenti bersinar. Ia yakini itu, lalu kini Ia sedang mencoba memaknai kesabaran pada perihal menunggu terlihatnya cahaya. Sebab segalanya pasti berbatas. Kita tidak di tuntut untuk menunggu terlalu lama. Tidak mungkin seluruh badan kehidupan ini nestapa, karena disana pasti banyak berkecambah bahagia, nestapa itu hanya sekedar memperindah kebun kehidupan. Jika nestapanya ada kesabaran tentu menjadi kembang nan indah. Jika nestapanya kosong dari kesabaran tentu menjadi bunga busuk yang tak berarti. Pedih-pedih sedap rasanya… Nikmati saja kata sanubari ! Kelak selepas banyaknya kesabaran yang dijalani, ada suatu waktu kita akan terpana hingga lupa dengan pedihnya rasa sakit. Entah kapanlah datangnya. Ia hanya mampu tuk bersabar. Berbasar dalam ujian yang berbatas waktu. Tidak terlalu lama….semoga hatinya tak serapuh kapur, namun sekuat baja. Semoga…mari menangkan !
19: 52 wib @home
15_06_15| ©ningsi_afj
Sabtu, 20 Juni 2015
Hujan Air Mata
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar