Memang hidup ini menarik, jika paham caranya.
Kini ajari aku tentang makna “Berserah Diri”
Apakah harus mengalah kepada angin, membiarkan diri dihempas dan tak perlu memikirkan kemana akan jatuh ?
Apakah harus mengalah kepada arus, hanyut ke tempat-tempat jauh yang tak pernah tahu dimana akhirnya ?
Atau kubiarkan berjalan sendiri.
Ada satu waktu dimana rasanya lelah itu mendaki hingga sampai ke puncak.
Mungkin selepas usaha yang begitu meresahkan.
Mungkin selepas berlari kencang mengejar deadline.
Adakalanya karena goresan luka yang mulai menganga.
Adakalanya karena kecewa.
Semua menjadi sangat lelah, memberingas menuju sel-sel otak.
Lalu …..
Kemarilah, ajari aku makna “Berserah Diri”
Pasrah pada apa yang telah digariskan.
Begitu?
Sudahlah….
Aku cukup percaya.
Kini juga belajar mempercayakan hidup pada sebuah garis yang tidak pernah kita lihat dimana ujungnya.
Pada garis hidup yang telah ada sebelum semua ada.
Pada sebuah cerita dimana manusia adalah pemeran utamanya.
Dimulai dengan sebuah pemahaman, bahwa bentuk takdir yang ditemui, semua diciptakan dengan tujuan baik.
Hanya butuh waktu untuk menafsirkan semua.
Biar kubisikkan keluhan pada bumi di sepanjang tubuh sepertiga malam, agar langsung bumi menyampaikan pesan ini pada Pemangku Langit.
Ajari aku makna “Berserah Diri”..
Roda aktifitas sehari-hari ku melesat dengan kelajuan menerus, percepatan yang bertambah.
Hampir-hampir tangan jiwaku hilang kendali.
Akal ku tergoncang hebat. Apalagi tubuhku sudah terasa penat yang menyelusup sekehendaknya saja.
Ajari aku makna berserah diri.
Sehingga pelangi tak lagi bersembunyi menjelang datang rinai. Agar aku tak perlu mengayuh terlalu penuh pedal sepedaku. Izinkan aku rehat sebentar. Dan datanglah….
Ajari aku makna berserah diri.
Saat ku pandang langit siang, teriknya kepalang tak tanggung. Ada binatang melayang hinggap di penglihatanku yang mengarah ke langit. Aku duga memang aku sudah letih. Aku sudah letih disini, di tempat dimana aku tak kunjung pergi dari gusar. Maka mendekatlah…
Ajari aku makna berserah diri.
Dipersinggahan yang sementara ini, aku ingin berarti.
Aku ingin mengabdi, aku ingin dalam ridho Ilahi
Ajari aku makna berserah diri…..
Pernahkah kau berjalan di tepi ranu.
Atau dari atas saja. Banyak yang suka pada ranu. Karena kejernihan airnya terkadang hadir menjadi cermin pribadi. Sayangnya aku tak pernah kesana, sehingga belum terlihat bagaimana aku ini adanya. Ajaklah aku kesana…
Ajari aku makna berserah diri.
Perjalanan ini masih jauh. Pun aku bingung sampai kapan berakhir atau adakah yang mau menghentikannya. Meminta mampir di gubuk sederhana. Yang isinya kemegahan hati dan kemuliaan akhlak. Jika belum, temani aku melanjutkan perjalanan ini. Hingga takdir langit turun tuk memarkirkan langkahku di tanah pilihan-Nya.
Ajari aku makna berserah diri.
Sedari dulu, kini, dan nanti kita tak pernah tahu di titik mana akan bertemu solusi. Bersabarlah lalu merengeklah akan pertolongan Tuhan. Ia senjata mukmin yang tak pernah tumpul. Pada hakikatnya zaman terus berevolusi pada satu poros yang pasti yakni kiamat. Untuk itu, ikutlah berevolusi bersama tasbih bumi mengelilingi matahari.
Ajari aku makna berserah diri.
Bahan bakarku habis, aku tak mungkin lagi melanjutkan perjalanan. Jiwaku memberontak bahwa kau tak boleh berhenti karena dunia ini bukanlah tempat yang nyaman tuk istirahat. Temukanlah bahan bakarmu diselubung alam semesta. Ia setia bersembunyi disana hingga kau mau menjemputnya. Para sufi menceritakan bahwa ia bisa kau ambil di sepertiga malam, saat kebanyakan manusia senyap dalam tabur mimpinya masing-masing. Mengendap-endaplah bentangkan sajadah. Luruskan hatimu pada Sang Maha Luas Kekuasaannya, Raja dari segala Raja, Pemilik Segala Sesuatu tanpa terkecuali. Lantunkan nada-nada tasbih dalam kekhusyukan. Rendahkan kepalamu tepat diatas bumi. Memintalah. Disana transfer energi terjadi. Sepanjang Mentari menemani hari kau sibuk dengan aktifitas yang beragam. Energi itu akan menjagamu tetap kuat untuk melanjutkan perjalanan. Berjuanglah bersamanya….
Lalu ...
Ajari Aku Makna Berserah Diri.
Adakalanya, aku ingin menjelma menjadi gamma. Bebas memutuskan perjalanan. Menembus apapun yang ingin dilaluinya. Tak terpengaruh oleh medan listrik, medan magnet, bahkan grafitasi. Hebat ! Bisakah kau mengubahku menjadi gamma. Sehingga nanti aku dapat menerobos apapun dinding ujian dari-Nya tanpa dibelokkan oleh niat yang lain selain mendambakan kemuliaan disisi-Nya. Aku tanya sekali lagi, bisakah ? Kalau begitu…
Ajari aku makna berserah diri…..
Adakalanya, aku ingin menjadi hujan. Datang ke bumi setulus keinginan. Hanya demi menemui setiap apa saja yang merindukan hadirnya. Walau banyak manusia yang jengkel dan mencaci maki hujan karena bajunya yang basah atau menghambat acara yang tengah di adakannya saat itu, saat hujan ditakdirkan untuk terjun ke bumi. Hujan akan memeluk siapapun yang bertengger di atas bumi tanpa pilih-pilih. Hujan tak peduli dengan kebencian makhluk. Ia datang ke bumi hanya untuk mematuhi titah Tuhan. Yakni bercengkrama bersama para tetumbuhan. Mengarus bersama sungai, bahkan rela mengendap kedalam bumi. Sampai datang panggilan dari langit, hujan akan naik bersama terik mentari, kembali bersemayam di gemawan atas sana. Apakah aku menjadi hujan saja ? Entah bagaimana caranya. Oleh karena itu….
Ajari aku makna berserah diri.
Roda-rodaku kelihatannya tidak lagi berputar. Padahal aku memutarnya. Walau dengan pelan. Gaya berat di atas kehidupan ini meraibkan gerakku berjalan. Padahal aku tak berhenti memutarnya. Sungguh, setelah aku sedikit tahu bahwa seorang pemenang takkan berhenti hingga ia mencapai harapan. Aku pun tertatih untuk dapat mengerakkan kaki ini agar tak terhenti. Kenapa aku juga tak bergerak. Mungkinkah aku butuh torsi yang lebih besar ? Sebuah gaya yang mampu merotasikan hidupku dengan lesatan yang tak tertandingi. Setidaknya mempercepatku untuk sampai pada harapan. Bisa jadi torsi itu sedekah. Sebab 1-1 tidak lagi 0 namun jadi 11. Betapa bahagianya bila torsi itu adalah sedekah. Ulama meyakini itu betul. Jadi kita tak mungkin lagi mengelaknya. Untuk menjalani ini…..
Ajari aku makna berserah diri.
Sore ini aku lihat mendung mengkanfas langit.Siluet senja menggurat jelas di wajah angkasa. Setidaknya, apabila memandang langit jingga ini aku dapat merasakan hal yang sama dengan insan dibelahan bumi lain yang berhasrat tuk dihibur menjelang datang malam. Langit sekalipun tak pernah malu memandangku. Membuat aku bisa bertahan lama memikirnya keagungan pencipta-Nya. Hanya aku saja yang malu pada Rabbku, sebab amalan ku tumpang, ibadahku kurang, dzikirku jarang, namun karunia-Nya selalu sempurna. Izinkan aku tuk kembali meminta.
Ajari aku makna berserah diri…..
Sempat berfikir tuk melautkan diri. Sempitnya hati ini tak jarang cuma menyisakan tekanan. Berbeda dengan laut yang kelapangannya membuat laut mampu menampung apapun yang masuk tanpa harus berceloteh panjang, tanpa harus mengeluh, tanpa harus merasa tertekan, tanpa harus melaknat Tuhan atas apa yang telah masuk. Damai bukan ? Cukup mendamaikan bagi orang sepertiku, insan yang masih memiliki perjalanan yang belum tau persinggahannya.Kelapangan itu amat cukup membantu. Jika kita mampu melapangkan hati tuk mencintai Allah, maka Allah akan melapangkan hati-hati manusia tuk mencintai kita dengan kecintaan yang lebih. Ah...aku jadi ingat orang tua ku untuk hal ini. Manusia pilihan Tuhan yang belum pernah bisa atau mungkin tak bisa untuk dibalas cintanya sebab cinta mereka adalah cinta Tuhan. Cinta yang Maha Agung dari segala cinta.
Jika memang kau setuju, maka…
Ajari aku makna berserah diri…..
21:03 wib | 09_06_15 @home
©ningsi_afj