Kita
terlahirkan bersama kepolosan dan tanpa mengerti apa pun mengenai segala hal
dari kehidupan ini. Namun, kita dibekali dengan kekuatan dan pancaindera yang
dapat menyiapkan kita untuk mengetahui dan terus belajar. Maka pendengaran, penglihatan
dan akal ialah seperangkat alat yang diberikan Allah kepada kita untuk
digunakan sebagai media pembungkus ilmu.
Agar kita memperoleh pengetahuan
sekaligus menjadi jendela-jendela yang akan
kita lalui untuk menjenguk ke alam yang luas tentang kebesaran Allah. Dengan itu, kita jadi merasa kecil, semakin
tahu diri. Lantas semakin haus untuk terus belajar.
Jangan
biarkan pikiran kita lelap tertidur. Dunia ini bukan igauan. Kita mesti
membelalak mata bahwa kita sedang dituntut untuk mempelajari banyak hal. Kita yang seharusnya memiliki semangat membuka
mata terhadap cakrawala dunia. Di zaman yang serba mendewakan digitalisasi dan
segala hal sudah beraroma bahasa-bahasa komputasi.
Tidak ada waktu untuk berlagak santai, kecuali kita adalah konsumerisme, atau
bahkan bisa menjadi korban mordenisme. Sehingga membuat lupa diri dan hidup dijadikan untuk sekedar mereguk dan menikmati
dunia ini setuntas- tuntasnya. Mengejar detik-demi detik untuk kebutuhan akan
gengsi dan symbol-simbol prestise yang biayanya amat mahal. Mungkin, kita sedang
lupa tentang sabda Rasul saw:
“Barang siapa yang menjadikan (motivasi)
dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya,
dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya
sunguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa
yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya;pada sore dan siang harinya dia selalu
dalam kefakiran.”
Mari memahami
bahwa dalam mencari ilmu bukanlah materi visi kita, melainkan hal yang lebih
esensial dari sekedar ilmu, yakni sebuah makna yang akan menyampaikan kita
kepada Allah. Sehingga, orang -orang
yang memiliki ilmu harus memiliki motivasi kuat untuk meningkatkan kinerja
inteletualnya dari detik ke detik, menit
ke menit, jam ke jam, hari ke hari. Tidak akan pernah terlintas dalam aktivitasnya
untuk bermalas-malasan sebab sifat malas datangnya dari setan. Kapan kita
istirahat ? Nah, kegiatan istirahat bagi Rasulullah saw dan para sahabat adalah
di waktu shalat. Artinya dalam kondisi istirahat pun kita masih tetap ingat
kepada Allah.
“Barangsiapa melalui
jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke syurga, dan
bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu
sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu..”
(H.R.Tirmidzi)
Sambil
meraih cita-cita kita, maka malaikat pun membentangkan sayapnya. Aduhai
senangnya. Cita-cita dapat diibaratkan sebuah bangunan. Besar kecilnya bangunan
tergantung kepada keinginan sang pembuat. Yang penting diketahui adalah bahwa
semakin besar, mewah, dan indah suatu bangunan yang diharapkan, maka modal
pembuatannya tentu semakin besar. Demikian halnya dengan sebuah cita-cita, maka
semakin besar sebuah cita-cita maka semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Modal
kita adalah potensi dahsyat yang sudah
tercipta secara alami,akal, jasad, dan hati. Semakin pandai kita mengelola
potensi maka semakin banyak lah modal kita terkumpul untuk membangun rumah
impian. Namun, kita akan dapat mengelola
potensi hanya dengan ilmu. Maka ,terus lah belajar…!
“Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?".(Az-Zumar 9).
Kita
lah yang dapat meningkatkan kebaikkan masa depan kita, baik berupa kemakmuran,
kenyamanan, dan kebahagiaan. Jangan rendahkan diri kita dengan kedangkalan ilmu
dan malasnya diri untuk belajar. Sebab tingkat kedudukan kita akan tercermin
dari sejauh mana ilmu yang kita miliki. Bukan berarti kita menjadi orang yang teoritis
kan ?. Dengan mengupayakan apa-apa yang telah kita ketahui disalah letak
kedudukan kita sebenarnya di sisi Allah. Siapa saja telah dikaruniakan ilmu, maka ia telah memperoleh karunia kebajikan
dari segala sudutnya:
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
(Q.S. al-Baqarah:269).
Bukan
kah perjalanan kita ke depan masih entah
? untuk ke-abu-abu-an itu mari kita sama-sama terus belajar untuk kebaikan diri
kita yang lebih baik. Sebab proses belajar itu tak kenal usia, tak berbatas
waktu, dan tak perlu malu-malu.