Rabu, 27 Juni 2018

Tuan(ku)

Tuan, kelak bagiku memandang matamu adalah candu. Aku seperti menemukan beragam cerita tentangmu darinya. Kemudian dari tatapan itu akan kembali menyoalkan serotonin, endorphin, dan feromon  tuk jatuh cinta padamu berkali-kali. Agar kutuai pahala cinta darimu lewat tatapan sayu itu.

Tuan, kala rupa telah bermetamorfosa menjadi renta, kita akan tetap merayakan cinta layaknya kawula muda. Keutuhan hati pun selalu kita pautkan pada iman. Sehingga buhulnya erat menyimpulkan kesatuan aku dan kau menjadi kita hingga ke ranah Syurga.

Tuan, kita akan saling menyayangi tanpa 'karena' kecuali satu karena-Nya. Dengan rasa sayangku mendampingimu dalam kalut dan resahmu, dalam gagal dan jatuhmu, dalam lemah dan sakitmu...menyayangimu hingga nanti waktuku telah terhenti di dunia sekuat imanku.

Romantis

Bukankah hening-hening syahdu itu lebih romantis daripada kicau nan kacau? Cukup kita yang tahu rasanya merayakan bahagia berdua. Dunia tak perlu tahu dengan bahagia kita. Biarkan waktu yang mengizinkan  dunia tahu, bawa kita hebat melalui karya dan kontribusi.

Adakalanya, kita akan berlakon seperti detektif. Saling sepakat dengan kode yang hanya kita memahaminya. Kita akan belajar saling memahami atas apa yang belum sempat kita mengerti satu sama lain.

Kita akan rehatkan diri dari berpamer-pamer manja dijejaring sosial.Karena kita tahu, ada di antara mereka yang masih berjuang melewati life crisis untuk menuju ke fase seperti yang kita jalani. Kelalaian kita atas mengumbar-umbar kebahagiaan bisa jadi merusak niat mereka dalam berjuang. Bukan kah kita juga pernah merasakannya dulu, ya kan?

Bila yang lain memajang foto berdua dengan berbagai filter dan  beragam tujuan yang kita tidak dapat telaah. Maka,  cukuplah kita memandang-mandang foto kita di buku nikah dengan segala keluguannya. Atau jika kita saling sepakat kita akan berfoto dengan berbagai angle, kemudian kita simpan dengan rapi dalam album kenangan cinta kita. Katanya, biar bisa dilihat dan diceritakan pada anak cucu kita. Betapa cute-nya kita dulu, kan?. Kita sudah cukup dewasa bukan?, pamer itu adalah sifat kenakan-kanakan katanya.

Kita juga akan saling sepakat untuk saling mention mesra dalam doa bukan sekedar di jejaring sosial. Jika perlu kita akan komunikasi intens via video call, chat dan inbox yang privasinya pake banget disaat berjauhan. Hayoolah....Islam tak pernah mengajarkan kita untuk dinilai orang tapi untuk dinilai oleh Allah. Jadi, kita akan terus belajar menahan diri dari melakukan hal yang tak berfaedah kan?

Kita saling belajar untuk mendefinisikan romantis dengan makna yang tak mainstream. Bahwa romantis itu bukan bermesraan di khalayak publik tapi pengorbanan yang dibalut oleh cinta tuk mengharap ridho Allah. Saat cinta diantara kita mampu menopang ketaatan pada Allah. seperti kau yang membujukku untuk shalat malam dengan percikan air. Seperti aku yang belajar menyambut mu dengan tampilan terbaik saat kau pulang kerja. Itulah romantis....

Tuan Kuanta

Adalah kau, Tuan....
Kuanta yang menembus thin film pada panel surya hatiku. Bahkan dengan dualismemu, kau menjelma dalam gelombang EM sehingga dengan leluasa kau merayap menembus jeda dan ruang waktu. Hingga di bibir hati kau berubah menjadi partikel yang menghamburkan segenap elektron-elektron rindu hingga tumpah ruah.

Syukurnya, aku bisa mengendalikan elektron rinduku. Ku tata ia berjalan pada sistem dioda. Saat terik mentari begitu ingin membawamu padaku, aku padamkan rasa itu dalam rutinitas yang berarti. Kusimpan menjadi energi tuk memantaskan diri. Lalu  malam hari, rasa itu berubah menjadi pijar nan menderang  dalam doa disepanjang sujudku.

Tuan...kau kuanta matahari yang lahir dari fitrah alam.
Aku, Nona dengan hati panel surya.
Bahkan, telah terlapisi baik dengan material nano titanium dioxide. Agar teknologi mengelola rasa itu yang  semua tentang kau kala menghampiri hati ku menjadi kebaikan syukur dan sabar. Kesabaran atas manajemen rindu dan kesyukuran atas rindu yang mendekatkanku pada doa dan rasa memelas pada-Nya.

Selasa, 26 Juni 2018

Keresahan

Topik keresahan pernah menjadi tajuk utama dalam hidup kita. Hal yang tidak mengenakkan adalah berlindung dalam rasa resah. Saat kita mulai resah akan janji-janji Allah. Seolah kita meragukan Tuhan Yang Maha Segalanya itu. Jika bagi Allah mengatur silih bergantinya malam dan siang adalah hal yang mudah lantas mengapa masih resah bahwa Allah akan menjamin pengambulan atas doa kita. Kita terhadap proses pergantian siang dan malam itu bukanlah apa-apa. Maka sejukkan lah  keresahan itu dengan embun keyakinan pada-Nya. Semakin yakin bahwa Allah Maha Baik, yang tidak akan menyakiti hamba-Nya dalam jeda yang dikehendaki maka keresahan itu akan semakin terurai menjadi uap ke angkasa.

Tak semua yang kita perjuangkan akan diraih, mungkin ada perjalanan yang akhirnya tidak selaras akan ekspektasi. Juga banyak dari rencana-rencana yang belum dapat terealisasi. Jangan lagi resah, manusia sangat terbatas dalam memahami ukuran yang terbaik bagi dirinya. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik bagi kita. Bahkan pada awalnya kita merasa apa yang ditetapkan merupakan sesuatu yang buruk. Sehingga  timbul keresahan "jangan-jangan Allah tidak memperhatikan doa-doa" lirih kita dengan sombongnya. Kemudian waktu dengan baiknya mengajarkan kita untuk menemukan kebodohan diri disaat itu. Hingga semua telah menjadi lega dan kita tahu Allah selalu ada pada semua yang kita butuhkan bukan yang  kita inginkan.

Kita masih punya Allah yang Maha Penyayang yang kasih sayangnya melebihi kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Lantas, masih patutkah ada keresahan saat hidup ini seutuhnya dalam genggaman Tuhan Yang Maha Penyayang? Jangan !

Kita boleh resah, yakni resah jika jauh dari Allah, resah jika tak dapat  beramal Sholih, resah jika tak membaca al-Quran, dan resah jika tidak dapat menggapai Syurga...selain itu jangan dulu!

Berjuang

Tak perlu orang lain tahu apa yang tengah kamu perjuangkan, betapa sedihnya dalam berjuang itu, alangkah lelahnya mencapai apa yang diperjuangkan. Juga tak ada faedahnya mengumbarkan keluh kesah kepada manusia. Sebab, kamu telah memasukkan mereka dalam lingkar masalahmu yang bisa jadi saat masalah itu selesai mereka masih mengira bahwa kamu orang yang menyedihkan atas masalahmu.

Kamu hanya perlu menjalani hari dengan rasa kesyukuran. Bahwa kamu masih diberi kesempatan untuk meminta kepada Yang Maha Pemberi. Bersyukur atas keinginan untuk terus belajar lebih baik. Semua tetap menjadi baik jika kamu berlapang dada dan mau berprasangka baik. Jangan berharap pada manusia, bukan karena mereka jahat tak dapat memenuhi inginmu tapi karena manusia itu diciptakan terbatas dan hanya Allah tempat menaruh harapan nan paling paripurna.

Berjuanglah, Allah melihat perjuangan mu !

Penerimaan

Ada sesuatu yang terjadi dalam hidup mu, telah membuatmu menjadi berbeda dari yang lain. Walau, tak peduli selama apapun waktu menyeret mu hingga kini. Semua tidak pernah mengubah segalanya. Hal yang kamu butuhkan adalah berdamai dengan diri sendiri dan menerima dengan penerimaan yang baik. Belajar mengendalikan pikiran dan berhentilah mempersulit diri sendiri.  kamu bisa merasakan hidup ini tempat yang layak bagimu, bila kamu telah membuka ruang hati untuk menerima apa yang telah menjadi ketetapan. Mensyukurinya lalu bersabar untuk menemukan solusi terbaik.

Awalnya, memang akan sangat sulit bagimu untuk bisa menerima semua itu. Karena hal yang terjadi pada hidupmu akan menjadikanmu sebagai sosok yang lebih kuat. Maka kamu dilatih oleh Tuhan pada keadaan sulit itu. Keadaan dimana kamu berada di titik nadir hingga merasa tidak merasa layak untuk hidup. Tapi, kamu harus lebih kuat dan memang kamu lebih kuat dari apa yang mesti kamu hadapi. Kelak kamu akan tahu bahwa Tuhan tak pernah bercanda apalagi keliru dalam perencanaan-Nya.

Tuhan tak pernah salah menetapkan takdir. Percayalah kamu bisa melalui semuanya. Kekhawatiran mu akan masa depan hanya was-was yang menjadi duri-duri  untukmu melangkah. Damaikan dirimu dengan tulus menerima kehendak-Nya. Lalu mulailah berjalan dengan kebijaksanaan diri. Temukan lapisan takdir terbaik dalam setiap kesyukuran dan kesabaran yang kamu helaan disepanjang perjalanan itu.

Semoga sampai dengan selamat...!

Senin, 25 Juni 2018

Keep Move

Nona, berjalanlah terus !
Jawaban atas kekhawatiran itu tak pernah kau dapati dalam berdiam diri.
Kau akan tahu setelah menjalaninya.
Keep move !

Renungkanlah

Kamu merasa bahwa hidupmu terasa stagnan, sempit, tak berarti, dan tak bahagia. Coba renungkan lagi...! Boleh jadi, semua itu adalah dampak atas apa yang pernah kamu lakukan. Bahwa kamu sempat mengabaikan orang-orang yang menyayangimu, pernah melukai hati seseorang dengan tindakan atau ucapanmu, kamu sering  mengabaikan janji, menyepelekan amanah, dan menunda banyak kebaikan terutama kebaikan kepada kedua orang tuamu. Atau bisa jadi, karena hatimu belum menemukan Tuhan dengan rasa yang paling dalam. Sehingga, semua capaian, keadaan, dan jalan hidupmu selalu berujung hampa dan  hambar.

Renungkanlah, jangan terlalu lama membiarkan dirimu begitu...kamu patut untuk berada pada titik yang lebih layak dan baik.

Ruang Hati

Hingga detik ini, ada yang masih terkungkung dalam hati seseorang. Walau ia tahu bahwa di ruang itu sangat menggelisahkan bahkan pengap. Ia belum menemukan celah untuk menelusup ke luar dari hati itu. Bukan karena bodoh, namun karena ia sudah terlanjur masuk pada ruang hati yang dulu baginya adalah tempat harapan terbaik di masa depan. Walau takdir  tak selalu sepakat dengan rasa ingin, ia masih canggung untuk tinggal di hati yang lain.

Semua itu hanya urusan waktu dan keberanian diri untuk beranjak pergi. Tentu, untuk melewatinya butuh kesabaran yang tak sedikit dan doa selalu menjadi pendamai tuk mengiringi langkah keluar dari hati yang salah itu.

Sekarang ia belum bisa memahami mengapa harus Tuhan tempatkan di hati itu. Selepas hari ini menjadi hitungan minggu, bulan, tahun, bahkan milenia ia akan sadar telah melalui masa masa sulit itu. Ternyata masa-masa sulit itulah yang membuat ia tersenyum pulas karena kesyukuran telah bersabar dan berjuang dalam menemukan hati yang lebih baik untuk menaungi hatinya.

Minggu, 24 Juni 2018

Belajar

Sekiranya, kita tidak perlu belajar untuk menjadi orang yang hebat
dimata publik, dipuja-puja, dielu-elukan, dan diagungkan populeritasnya. Tidak perlu...! Namun, kita harus belajar untuk menjadi yang bermakna bagi kehidupan orang lain, belajar lebih peka terhadap kebutuhan orang lain, belajar melembutkan hati agar bisa empati kepada sesama, belajar untuk menata akhlak agar menjadikan anugrah bagi siapapun yang berada disekitar kita. Iya...itulah yang mesti kita perjuangkan untuk mempelajarinya.

Jika memang takdirnya menjadi orang yang populer, jadikan ia sebagai lumbung kebaikan untuk mengajak yang lain menuju pribadi yang harum akhlaknya dan menuju hati yang lebih khusyuk  dalam mengingat Allah pada kondisi berbaring, duduk, ataupun berdiri.

Panggung Masa Depan

Eh, bagaimana jika tidak ada lagi hari kecuali hari ini untuk beramal?

Maukah kita buat semacam pretending sebagaimana pretending succses yang kerap dielukan oleh para motivator itu. Kita diarahkan tuk menciptakan panggung masa depan dalam tambur imijinasi seperti yang kita inginkan....bukan sebatas masa depan di dunia tapi masa depan setelah dunia ini lenyap menjadi akhirat. Ada yang sudah menciptakan ruang imijinasi itu? Jika sudah, bagaimana cara untuk mencapainya ? Apakah telah kita perjuangkan?

Rasanya kontemplasi dengan diri sendiri itu mengganggu zona nyaman diri bahkan membangunkan diri yang tengah dalam kemandegan. Bahwa semua yang kita inginkan dibatasi oleh takdir namun kita bisa memilih lapisan takdir terbaik dengan upaya tulus. Semua ingin itu juga sering disekat oleh kemalasan tapi bisa ditembus oleh tekad. Lagi-lagi kita selalu difasilitasi oleh opsi. Salah memilih maka membiarkan diri terombang-ambing pada arah yang random. Membawa pada ketidakjelasan, bahkan diakhiri oleh banyak penyesalan.

Semoga hati masih terbungkus tekad, meskipun sempat tercabik-cabik oleh kelalaian menjaganya.

Perbedaan

Maukah kita bersikap lebih baik terhadap perbedaan? Boleh jadi perdebatan sengit yang terjadi sebab kita belum bisa berada pada sudut pandang seseorang yang tengah kita selisihi pendapatnya. Penting kiranya bagi kita untuk menundukkan ego saat dihadangkan pada perselisihan persepsi. Menunduk ego itu adalah seni mengelola hati untuk sepakat saling membenarkan atau saling mengakui bisa jadi kita juga salah.

Kita tidak akan bisa mengenali seseorang dengan baik sampai kita berhasil duduk pada sudut pandang seseorang itu. Melihat seperti apa yang ia lihat, memahami seperti yang ia pahami, dan menembus hingga ke inti akal yang ia gunakan dalam berlogika.Tidaksependapat itu wajar tapi kita tidak baik memaksakan pendapat kita untuk diterima orang lain.

Selain belajar berdamai dengan diri sendiri, tumbuh menjadi baik disuplai oleh ego yang perlahan menunduk pada diri sendiri. Hidup ini tidak indah jika setiap kita harus bersitegang mempertahankan prinsip yang boleh jadi itu keliru dan boleh jadi yang lain lebih benar.  Cobalah bersabar untuk menundukkan ego, semoga semakin banyak keindahan yang dapat kita ciptakan untuk kehidupan ini.

Hikmah-Pemahaman

Lipatan-lipatan hikmah yang tersusun apik dalam pemahaman kita sekarang merupakan sintesis cerita-cerita diwaktu dulu. Dalam lipatan itu tersemat banyak rasa, beberapa peristiwa, dan melibatkan banyak orang. Usia harus melatih kita agar pemahaman itu semakin tinggi dengan kian bertambahnya hikmah yang dapat kita selami lewat nurani yang bersih dan akal yang terkendali.

Pemahaman yang terus berkembang mewabahkan sudut pandang yang luas terhadap keadaan, persoalan hidup, dan cara bermuamalah dengan sesama. Setidaknya, kita bisa menjaga diri dari menghakimi orang lain dengan pemahaman yang baik itu. Pemahaman yang baik pula membantu kita untuk menyingkirkan kekhawatiran akan ukuran waktu. Bahwa setiap kita memiki ukuran waktu yang tidak sama. Sehingga kita bisa belajar untuk fokus mengendalikan diri agar dapat  memaksimalkan ukuran waktu yang Tuhan tetapkan bagi kita. Setidaknya kita akan  tetap berjuang dalam takaran waktu itu. Kan?

Kebahagiaan

Hanya diri sendiri yang paling tahu,  sejauh mana lintas perjalanan yang sudah dilewati. Daripada itu, hanya kita sendiri pulalah yang berhak menentukan kebahagiaan diri. Menahan diri pada aspek penilaian orang lain atas kebahagiaan diri itu. Menjaga hati agar tak terdistorsi oleh persepsi. Tidak terpengaruh oleh ucapan dan perlakuan orang lain. Tetap baik agar bisa selalu bahagia. Kitalah yang memiliki hak penuh bagaimana kita dapat bahagia bukan karena orang lain  ataupun kondisi. Hati yang matang kebijaksanaannya selalu pandai untuk menemukan kisi agar dapat mendispersikan dirinya dalam ruang bahagia.

Kadang kebahagiaan menjadi jangkauan yang jauh kala kita menakarnya dari apa yang orang lain miliki, dari apa yang orang lain capai, dari apa yang orang lain kerjakan. Kita terlampau hebat untuk memaksa diri ikut pada intervensi asumsi orang lain. Padahal kita bisa lebih mendekatkan kebahagiaan itu bagi diri ini. Melalui rasa syukur atas apa yang dimiliki, apa yang telah dicapai, dan apa yang dapat kita lakukan sebagai sesuatu nan berarti bagi sesama.

Tidak ada bahagia yang sejati di dunia ini. Namun, setidaknya kita bisa menciptakan kebahagiaan-kebahagiaan sederhana, bukan?. Mulai dengan pemahaman yang baik bahwa kebahagiaan bukan karena dibahagiakan tapi sebab membahagiakan.

Ada definisi bahagia yang kiranya bisa kita upayakan. Saat bahagia adalah lahir dari rahim seseorang yang merindukan dan mendoakan kita menjadi ahli Syurga. Saat bahagia itu adalah ditempatkan pada lingkungan yang menguatkan iman dan semakin membawa diri lebih dekat pada Allah, lebih banyak manfaat, serta lebih berkarya hebat. Saat bahagia itu dipertemukan dengan seseorang yang dapat dan sabar membimbing dan menuntun kita untuk meraih ridhoNya  dan melihat wajahNya di taman Syurga firdaus.

Sebagaimana kutipan dari mas Iqbal Hariadi " Peace comes from within, don’t seek it without. Kebahagiaan harus selalu dicari ke dalam, bukan ke luar. Terbang ke atas tidak akan pernah membuat kita sampai, karena langit tak pernah punya ujung untuk digapai.Tapi berenang ke dalam, akan selalu membahagiakan. Karena saat hati kita berhasil menyentuh dasarnya, kita akan tahu: kita sudah punya semuanya."

Nona, bahagialah dengan hati yang baik, pemahaman yang baik, dan selalu berupaya untuk membahagiakan. Mudah-mudahan dalam bahagia itu tetap terselip kebaikan dan pahala.
Bahagialah dengan cara sendiri bukan dengan defenisi bahagia orang lain.

Sabtu, 23 Juni 2018

Menyelami

Boleh jadi banyak hal dari kehidupan ini yang masih kita jalani dipermukaan. Kita belum mampu mendalaminya lebih. Padahal, jika kita mau mengizinkan diri untuk belajar tumbuh dalam pemahaman yang baik kita akan mendapatkan berjuta-juta hikmah tentang mengapa Tuhan masih memberi kita izin untuk tetap hidup.

Saya masih terenyuh dengan sekian kisah yang saya dapati dari beberapa tulisan yang menceritakan betapa teruk masa lalu yang pernah mereka alami. Bahkan saya juga sering mendapatkan cerita-cerita unik dari adik,temen, kakak, dan orang baru yang saya temui tentang getir kehidupan yang pernah mereka lalui. Mulai dari broken home, kehidupan malam, ngedrugs, have sex, sampai tindakkan diluar norma dan nilai bagi masyarakat. Saya belajar untuk tidak banyak komentar. Hal yang bijak untuk dilakukan adalah empati dan peduli. Kemudian membantunya untuk menemukan masa  depan yang lebih layak. Bersyukur Tuha masih  melindungi kita dari semua keburukan dimasa lampau sebagaimana yang pernah dilalui mereka. No jugdement !!! Sekian dari mereka ada yang memilih pada jalan kebaikan dan bertaubat. Bukankah Allah tersenyum dengan orang yang kembali pada-Nya? Bisa jadi air taubat yang sangat dalam dari mereka lebih Allah cintai dari ibadah yang kita lakukan tanpa ada rasa pada Allah itu.

Hal paling sulit terhadap masa lalu adalah penerimaan. Tapi orang-orang yang dapat berdamai dengan diri sendiri dan meniti jalan yang terbimbing akan bertumbuh menjadi lebih baik. Itulah pelajaran yang saya dapati.

Ternyata, saya merasa masih sangat kerdil untuk memberikan arti kepada sesama. Sangat banyak tugas yang diabaikan selama ini. Tugas menjadi yang bermanfaat bagi yang lain. Tentu jika kita mau berupaya menjadi baik juga dengan selalu membantu yang lain untuk menjadi baik, kan? Huuufft😥 Saya belum seperti itu. Ya Allah...Semoga Allah kuatkan untuk mampu menyelami hikmah hidup lebih dalam. Tuhan ingin kita menjadi yang manfaat. Sebab amanah Khalifah selalu tersemat bagi setiap makhluk yang berjenis manusia.

Tidak Pernah Tahu

Kita tidak pernah tahu, entah paragraf bagian mana  yang membuat seseorang jadi berubah dalam hitungan waktu yang singkat selepas membaca tulisan kita.

Kita juga mungkin tak sadar bahwa ada dari beberapa kalimat yang disandarkan pada tulisan itu menjadi kontemplasi panjang bagi kehidupan seseorang.

Kita juga tak perlu  memaksakan diri agar kata-kata yang dihamparkan dalam tulisan disetujui oleh banyak akal dan hati.

Tugas kita hanya menyampaikan kebaikan walau hanya sedikit. Karena membaca untuk menulis, belajar untuk mengajarkan, Sholih untuk menyolihkan, semoga semua ilmu jadi manfaat.

Ta'aruf dengan Masalah

Saya sepakat dengan beberapa tulisan yang menyodorkan inisiatif buat tidak banyak komen, dan memberi nasihat jika tidak diminta. Jelas yang tengah melakoni  masalah itu bukan kita. Sehingga, hal yang paling utama bagi kita terhadap mereka yang tengah menghadapi masalah adalah peduli. Jangan nyodorkan nasihat mesti ngaji, lakuin ini dan itu. Sekiranya ini langkah bijaksana sekiranya ta'aruf dengan orang yang bermasalah.

Bagaimana jika masalah itu kita yang menjalaninya? Seperti halnya buat karya ilmiah, butuh rumusan masalah atau identifikasi masalah untuk kita temukan langkah-langkah penyelesaiannya sampai mendapatkan jawaban terbaik. Sederhananya, kita selalu dapat soal (masalah) yang serupa hingga kita mampu menjawabnya dengan benar. Maka kita butuh terus belajar untuk kuat mengerjakan soal tersebut. Melihat secara lateral dan berfikir vertikal, lalu melakukan tindakan strategis untuk menjawabnya. Alias kita tidak boleh terpaku pada masalah tapi harus ikhtiar untuk keluar dari masalah dengan sikap yang baik.

Kondisi-kondisi sulit seperti tahun akhir dan pertanyaan 'kapan nikah?' bagi saya itu semacam masalah baru. Maka, hal yang saya lakukan adalah mengidentifikasi masalah satu persatu. Problem set 1, tesis. Saya coba uraikan langkah-langkah untuk mencapai garis finish pada soal kesatu seperti buat target harian, banyak baca literatur, dan analisis jurnal. Problem set 2, nikah. Untuk hal ini, saya tidak bisa menseting banyak hal kecuali belajar berdamai dengan diri sendiri. Bagi saya menikah adalah amanah besar bukan sekedar ganti status atau ajang lomba-lombaan. Jelas, bila waktu yang tepat belum terverifikasi untuk menikah maka hal yang saya lakukan adalah menggantikan semua tekanan atas pertanyaan dengan doa dan perbaikan diri.

Sekiranya, beginilah kontemplasi sebelum tidur saya...sebab hampir setiap hari dalam rutinitas tesis dan pertanyaan 'kapan nikah' plus dapat beberapa curhatan temen terkait masalah hidupnya.

Semoga selalu dalam hati khusyuk mengingat Allah dalam berbaring, duduk, ataupun berdiri.

Jumat, 22 Juni 2018

Jangan Surut Melangkah

Nona, banyak dari mereka yang diam-diam menantikan impian-impianmu segera terwujud. Maka, jangan surut tuk mengayun langkah. Berhenti lah untuk berjalan lebih kuat. Walau tak pernah kau tahu siapa dari mereka yang selalu setia pada doanya untukmu dalam meniti impian yang kau harap.

Keputusan

Ternyata  ada  dari sekian keputusan yang sempat ditetapkan dimasa lampau, membuat diri banyak bersyukur. Walau dulu sangat menyesalinya. Memang tidak ada yang salah dari keputusan yang telah terlanjur jika disikapi dengan baik. Selalu ada hikmah bagi hamba yang membersihkan jiwa dan selalu ada kebaikan bagi orang-orang yang kembali kejalan yang benar.

Alhamdulillah....tahmid bertalu-talu nona lantunkan acapkali teringat telah melalui hal-hal sulit itu. Sekarang bisa bertumbuh lebih baik dalam meluaskan sudut pandang dan menyederhanakan sikap saat bermuamalah dengan masalah baru.

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan (3)

Pernikahan merupakan institusi yang teramat sakral, suci. Betapa Allah mengangkat 1 dari 3 janji besar yakni tentang pernikahan. Menjadi salah satu tanda kebesaran Allah yang disandingkan dengan hebatnya penciptaan langit dan bumi.  Jadi saya ingin belajar lebih, sebab menikah tak sebercanda drama Korea.

Pembelajaran penting yang harus saya pahami adalah tentang menyelaraskan perbedaan dan berdamai dengan kekurangan pasangan. Sejatinya tidak ada wanita dan lelaki yang sempurna, maka penyatuan kedua insan mesti menjadi ruang penyempurnaan satu sama lain, bukan?. Disilah peran iman dan ilmu bagi saya. Semakin baik imannya dan semakin luas ilmu  tentu memudahkan diri untuk saling memaafkan dikala salah dan memberi pengertian dikala ada perbedaan persepsi. Semakin dalam ilmu tentang pasangan hidup semakin luas sudut pandang yang ada.

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan (2)

Setiap anak, mengidamkan ibu yang sholihah, kan?. Agar madrasah didalam rumah tangga menjadi hidup dengan pengajaran terbaik dari seorang ibu. Maka seorang ibu harus memiliki kafaah yang baik dalam iman dan ilmu agama. Hikmah ini, juga saya upayakan dalam tekad untuk selalu dekat dengan ilmu agama. Betapa asyik nya bisa mengelus-elus perut selama kehamilan dengan hafalan Qur'an, menimang-nimang buah hati dengan hafalan Qur'an, dan menghidupkan suasana Qur'ani di rumah. Aduhai damainya.... semoga Pak suami memiliki komitmen yang sama dalam hal ini, yakni mendahulukan murattal daripada musik untuk anak-anak kelak. Sebab rumah tangga ada lumbung awal sebuah peradaban. Jika ingin melahirkan generasi ulama maka ayah dan ibunya harus belajar sebagaimana pola asuh ayah dan ibu para ulama. Saya janji deh sama diri sendiri kembali giat interaksi dengan Qur'annya. Pokoknya terus ikhtiar untuk menjalani ketaatan pada Allah dengan setulus dan sebaik-baik nya.

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan

Saya masih berkeyakinan, belajar tentang pernikahan tidak putus hanya dalam durasi jam atau hari. Untuk itu, saya sepakat dengan diri sendiri agar selalu bertumbuh dalam pemaknaan yang lebih baik tentang berumah tangga, khususnya peran seorang istri dan ibu kelak.

Pernikahan merupakan ibadah terlama dan komitmennya sepanjang usia. Salah langkah dalam memilih pasangan hidup artinya merusak ibadah besar yang akan dilakukan pada waktu yang ditetapkan itu. Menikah bukan tentang hidup bahagia bak pangeran dan Cinderella kan?. Hidup yang berdinamika ini menyadarkan saya bahwa akan ada kisah konflik dan beberapa kerumitan yang akan dihadapi nantinya. Kesadaran inilah yang membuat saya harus banyak belajar terutama belajar meluruhkan ego.

Belajar untuk menjadi yang di Idamkan. Menjadi istri yang menyenangkan hati suami. Tentu menulis teori sangat lah mudah. Tapi untuk merealisasikan nya selalu ada aja ujiannya (Kata mereka yang sudah melewati). Tentu hal yang tidak mudah bagi wanita yang sudah terbiasa dengan mengurus diri sendiri kemudian mendapat amanah baru untuk menyelesaikan urusan -urusan lain yang lebih kompleks. Biasanya, selama studi kalau lapar yah tinggal beli aja bahkan hampir setiap hari begitu. Saya tidak mau beli-beli jika sudah berkeluarga nanti (ini tekadnya saat ini), kecuali masakan yang memang tidak bisa saya buat. Bagi saya, setinggi apapun harkat, martabat, derajat, pangkat seorang wanita diluar bila sudah dirumah tugas utamanya adalah istri dan ibu. Maka sebagai istri, tugas masak memasak sudah menjadi kewajiban yang tidak bisa dielakkan.

Selama hampir satu bulan liburan, saya full belajar masak sama ibuk (Amak). Mulai dari masak yang agak sulit seperti rendang, dendeng, sop kemudian aneka jenis gulai: gulai ayam, gulai ikan, gulai sayur, gulai putih, opor dan asam padeh. Ternyata beda menu walaupun sama-sama gulai ada jenis bumbu yang berbeda dalam racikanya. Kalau jenis makanan bersambal ini memang sudah biasa kan. Sampai belajar buat makanan cemilan. Duh, pas lihat-lihat tangan udah bener bener gak seperti sediakala. Sambil bergumam dalam hati. MasyaAllah ya jadi istri dan ibu itu. Wajar saja berumah tangga menjadi jalan tol menuju Syurga karena aneka hidangan ibadah berlipat perpahala sudah terfasilitasi.

Bagi wanita jihadnya ya di rumah kalau sudah berkeluarga, namun tidak menutup kemungkinan bisa menambah ladang jihad dengan memberi kontribusi untuk umat diluar rumah seluas ridho suami.

Bersambung....

Menabur Ingin

Berupaya lah dengan maksimal lalu rendah hatilah berdoa pada-Nya. Selanjutnya, biarkan Allah yang menuliskan skenario terbaik dari sisi-Nya untuk mu, Nona...disana ada sabar, iman, dan tawakal. Ruang paling damai bagi hati-hati yang tengah menabur ingin.

Jangan berhenti untuk memantaskan diri untuk mendapatkan skenario terbaik dari sisi Tuhan Semesta Alam.

Perubahan

Hidup ini tentang perubahan posisi, dari titik yang tidak disukai kepada titik yang disukai. Seperti halnya, begitu gerah nya kita akan kedangkalan ilmu membuat kita berpindah menuju keluasan khazanah ilmu. Jelas dalam lintasan perpindahan kita selalu butuh energi yang mampu mendorong kita untuk move. Saya merasa energi keyakinan sangat mutakhir dalam hal ini. Sepertinya keyakinan kita akan sukses yang diikuti oleh kerendahan hati dengan doa membantu kita meniti jalur yang akan menyampaikan kita sebagaimana yang diyakini. Meski pada akhirnya, ada titik haluan terbaik bagi kita yang mungkin tidak seperti yang diinginkan tapi Tuhan tahu titik itu tempat terbaik bagi kita .

Lakukan yang Baik-Baik


Setiap kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya. Kadang kita cendrung memandang kebaikan kecil tidak bernilai apapun padahal sekecil atom pun Allah abadikan dalam catatan amal kita. Meskipun dengan membagikan satu postingan ayat al-Qur'an, senyum dan menebar salam, membuang benda tajam di jalan, menyiram tanaman di halaman rumah. Masih teringat saat Ayah berpesan dulu "Nak, menyiram bunga itu berarti memberi kehidupan bagi makhluk Allah yang lain. karena mereka juga butuh nutrisi untuk bertahan hidup. Dengan menyiramnya, maka kita telah berbuat kebaikan bagi makhluk Allah yang lain." Begitulah kiranya, kebaikan kecil yang kita anggap biasa saja sebenarnya jika diawali niat yang tulus mencari keridhoan Allah menjadi lipatan pahala di sisi-Nya.

"Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Q.S.-al-Baqarah: 110)

Hari ini, selepas menangis tersedu-sedu subuh tadi saya kembali sadar bahwa meninggalkan kebiasaan baik berarti mengurung diri untuk tidak bertumbuh dalam kebaikan. Sudah hampir 1 bulan lebih saya rest menulis. Beberapa problematika yang tak terduga kadang menarik diri untuk lebih banyak tak melakukan apa-apa. Tapi sebagai seorang mukmin, kita harus terus survive. Tidak baik berdiam diri terlampau lama dalam stagnansi diri. Sebab, banyak tugas besar yang harus dicicil untuk menjadi manusia yang bermakna bagi kehidupan ini. Dengan memulai lagi aktifitas menulis, membantu saya mengkah kecil menuju kebaikan-kebaikan besar yang diharapkan. 

Menulis bagi saya, bukan hanya kegiatan mencurahkan isi hati, tapi lebih pada aktualisasi ketajaman akal dan hati. Di ruang ini saya bisa terus mengasah ilmu dan belajar untuk mengamalkannya. Hal ini sebentuk hal sedernaha yang ingin selalu saya tumbuhkan sebagai ikhtiar untuk melakukan hal yang baik-baik.

Nona, lakukan yang baik-baik teruslah perbaiki diri dan bantu yang lain menjadi lebih baik. Karena ridho Allah tak dicapai oleh orang-orang yang bermalas-malasan. Bekerjalah, berbuat baiklah. Semoga Allah ridho !

Harapan


Ada waktunya nanti, kita akan melihat semua upaya yang pernah dileraikan untuk mencapai harapan telah berada di titik akhir. Sebab, ketika diri harapkan yang terbaik secara tidak langsung kita telah mendatangkan yang terbaik untuk direalisasikan. Meski semua yang terbaik itu masih dalam jangka jarak yang entah, pun berada dalam takaran waktu yang masih tanda tanya. Menaruh yakin pada doa dan mengupayakan dengan ketulusan ikhtiar rasanya lebih menenangkan dibandingkan mengkhawatirkan apa yang diharapkan untuk segera terwujud. Tidak salah mengharapkan yang lebih baik namun kita masih dangkal untuk mengerti ukuran yang terbaik dari sisi-Nya. Menepilah pada tawakal agar penerimaan tidak lagi berdusta dengan diri sendiri.

Belajar dari kegigihan Siti Hajar terhadap harapannya. Berlari sepanjang sofa-marwa berkali-kali bukan hanya untuk menuju yang diharapkan melainkan mencari keberkahan dengan ikhtiar dan doa untuk mendapatkan yang diharapkan. Harap berpadu dengan tekad agar tak lenyap bersama masa.

Saat harapan terjatuh, keikhlasan dan penerimaan akan memberi energi untuk bangkit menuju harapan baru yang lebih layak untuk digapai.

Nona, tenanglah dengan sebaik-baik iman. Kendalikan diri dengan takwa, bersama Allah semua pasti baik-baik saja. Simpan harapanmu pada doa dan ikhtiarlah pada jalan yang diberkahi. Semoga Allah mudahkan. Inget ya, tugas kita bukan memastikan hasil yang diharapkan tapi memastikan ikhtiar yang dilakukan sudah sesuai dengan kebutuhan harapan yang ingin dicapai itu.