Minggu, 08 November 2015

Bait-Bait RIndu Anak Ayah 19

Walau langit malam ini tak berbintang.
Walau lukisan langit malam ini tanpa rembulan.
Walau malam ini tanpa Ayah.
Masih ada temaram cahaya yang kemarin ku simpan di kantung hati.
Terus menerangi ruang rindu.
Bintang tak perlu terlihat, karena rasinya telah ku ukir dalam ingatan jiwa.
Pun rembulan tak perlu tersingsing, karena polanya telah jelas dalam ingatan.
Ayah… meskipun tak lagi disini menemani anak gadisnya bercerita tentang malam, sang anak akan terus mengabadikan kisah rindunya dalam bait-bait puisi dan jalinan do’a-do’a


Ayah ?
Sudahlah….
Semoga ‘disana Ayah selalu disayang Allah….Aamiin
dari dinda mu Yah, yang terus mengirim rindu sepenuh jagad
mampukah Ayah menampung rindu itu ‘disana’ ?

Bahagia dan Sedih

Duhai, seseorang yang sedang bergembira. Tetaplah taat.....! Bersyukurlah, kamu masih dianugrahi sejumput rasa bahagia. Semoga bisa lebih sederhana lagi dalam merayakan kegembiraan, agar ketika sedih menjenguk tak terlalu berpesta pora bersama gundah gulana.

Duhai, seseorang yang sedang bersedih. tetaplah taat...! Bersabarlah, kamu tengah menjalani prosesi ujian untuk naik level di sisi Allah. Semoga bisa lebih sederhana lagi dalam menikmati kesedihan, agar ketika gembira berkunjung tak menjadi lupa diri.

Bahagia seperlunya, sedih secukupnya...Semua sederhana-sederhana sajalah. Sebab yang seimbang lebih sempurna dan Allah lebih suka. Dunia yang hanya sekedar sandiwara mengapa mesti serius benar melakoni perasaan dalam perannya. Cukup serius perasaan untuk 'kehidupan yang nyata' kelak saja. Kini bukanlah kehidupan yang sebenarnya. Jangan tertipu dayalah. Bahagia dan sedih ayolah segitu-gitu aja....

-AFJ

Sabtu, 24 Oktober 2015

Hingga Senja Meramu Jingga dengan Pesona Syurga

Perasaan ku pada mu begitu sederhana.
Sesederhana simpul senyum menyambut jingga kala senja.
Sesederhana embun pagi yang melembabkan udara.
Sesederhana rajutan do'a yang kujalinkan ditubuh sepertiga malam.
Sesederhana upayaku dengan bait, amiin..amiinn.amiin.

Begitu lah cara sederhana ku menyembunyikan nama mu tanpa ada yang tahu selain Dia.
Kesederhanaan ini membuat aku cukup untuk menikmati segala upaya.
Tanpa getir yang mempelintir  dan gelisah yang membuncah.
Semua telah kusederhanakan , karena melibatkan Dia sebagai perantara.

Kamis, 08 Oktober 2015

Jika kita Bersua Kembali

Ada masanya mungkin kita akan  bersua kembali. Pada waktu yang masih entah. Kita yang sempat menyimpan perasaan satu sama lain, saat  kita  masih remaja. Kita yang dulunya berada dalam  tahap menuju dan dituju. Dipenuhi spekulasi yang berkicau, tentang rasa dihati yang sedang tumbuh. Ingin sekali mekar, namun saat itu kita sama-sama mengerti untuk menjadi yang indah kita butuh waktu. Belum begitu banyak mengerti tentang hal yang sekarang sama-sama kita jalani. Sebab kini kita bukan lagi yang melulu dihantui rasa penasaran tentang siapa dan kapan. Waktu telah menindaklanjuti kita menjadi yang lebih berkomitmen, kini kita telah jadi orang tua. Guliran detik pun sudah disibukkan dengan mengurusi keluarga. 

Ada masanya mungkin kita akan bersua kembali. Meskipun kita masih terus belajar dari hikmah, perihal mengapa dulu hal itu pernah terjadi pada prosesi kehidupan kita. Lantas mengapa juga kita yang dipilih. Apakah kehadiran  kita memang sengaja menjadi ujian. Agar kita lebih mengerti bahwa orang yang baik itu banyak, namun yang tepat hanya satu, selebihnya hanya ujian. Terkadang urusan pasangan hidup tidak hanya persoalan hati namun juga melibatkan pikiran.Kita butuh tahu siapa yang tepat untuk saling menyempurnakan rencana satu sama lain. Begitulah yang kita mengerti kini. 

Ada masanya mungkin kita akan bersua kembali. Harapannya kita tidak menyesali hal ini, mengenai keputusan yang telah kita tetapkan. Di masa ini sudah selayaknya kita menguatkan komitmen masing-masing menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak.  Walau dulu kita sempat mengupayakan untuk disatukan. Namun Keputusan Langit berbeda, inilah pilihan yang terbaik untuk kita. Sekarang hari-hari kita pun dibuat lebih bahagia dengan keputusan Tuhan. Tentang pendamping hidup kita beserta malaikat-malaikat mungil ini. Ah, kita tetap bisa tersenyum kan ?, saat memperkenalkan anak-anak kita. Kita baru paham tentang pembelajaran  ketika telah berada di saat ini, bukan pada bertahun-tahun yang lalu itu.
Ada masanya mungkin kita akan bersua kembali. Tidak perlu sungkan untuk menyapa. Nanti kita akan saling memperkenalkan diri kepada anak-anak bahwa dulunya kita adalah teman yang saling memotivasi untuk masa depan yang hebat. Yaitu masa ini. Masa kita bertemu kembali, dengan pasangan yang terbaik dan anak-anak yang terdidik dengan baik. Kita yang sudah bisa melumat habis perasaan masa dulu. Tetap lah menganggap ku sebagai seorang teman lama. Semoga kita, dapat sama-sama menjadi pemenang yang hebat untuk melabuhkan keluarga masing-masing ke syurga.

Terlepas dari apapun yang kita lalui dimasa muda. Kita tetap bisa bersyukur. Bahwa kita dibuat paham  tentang perasaan. Memang tak ada guna membubazirkan jam demi jam yang berlalu untuk memanjakan kegalauan tentang pasangan hidup. Sebab yang terbaik versi Tuhan  telah disepadankan dengan nama kita, pada waktu yang pasti dan tempat yang jelas. Hal itulah yang akan kita wariskan kepada anak-anak kita. Agar mereka nantinya bisa lebih bersabar dan istiqamah untuk berjuang menjadi yang lebih baik saja bukan menjadi yang memantaskan untuk seseorang.

Jika memang kita benar-benar bertemu kelak. Tak usah lagi mengkhawatirkan deguban jantung. Semua sudah bisa kembali normal. Tersenyumlah dan tetaplah menyapaku. Kita sudah lebih baik-baik saja.

Selasa, 22 September 2015

Terus lah Belajar



Kita terlahirkan bersama kepolosan dan tanpa mengerti apa pun mengenai segala hal dari kehidupan ini. Namun, kita dibekali dengan kekuatan dan pancaindera yang dapat menyiapkan kita untuk mengetahui dan  terus belajar. Maka pendengaran, penglihatan dan akal ialah seperangkat alat yang diberikan Allah kepada kita untuk digunakan  sebagai media pembungkus ilmu. Agar kita memperoleh pengetahuan sekaligus menjadi  jendela-jendela yang akan kita lalui untuk menjenguk ke alam yang luas tentang kebesaran Allah.  Dengan itu, kita jadi merasa kecil, semakin tahu diri. Lantas semakin haus untuk terus belajar.

Jangan biarkan pikiran kita lelap tertidur. Dunia ini bukan igauan. Kita mesti membelalak mata bahwa kita sedang dituntut untuk mempelajari banyak hal.  Kita yang seharusnya memiliki semangat membuka mata terhadap cakrawala dunia. Di zaman yang serba mendewakan digitalisasi dan segala hal sudah beraroma  bahasa-bahasa komputasi. Tidak ada waktu untuk berlagak santai, kecuali kita adalah konsumerisme, atau bahkan bisa menjadi korban mordenisme. Sehingga membuat  lupa diri  dan hidup  dijadikan untuk sekedar mereguk dan menikmati dunia ini setuntas- tuntasnya. Mengejar detik-demi detik untuk kebutuhan akan gengsi dan symbol-simbol prestise yang biayanya amat mahal. Mungkin, kita sedang lupa tentang sabda Rasul saw:


Barang siapa yang menjadikan (motivasi) dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya, dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya sunguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya;pada sore dan siang harinya dia selalu dalam kefakiran.”
Mari memahami bahwa dalam mencari ilmu bukanlah materi visi kita, melainkan hal yang lebih esensial dari sekedar ilmu, yakni sebuah makna yang akan menyampaikan kita kepada Allah. Sehingga,  orang -orang yang memiliki ilmu harus memiliki motivasi kuat untuk meningkatkan kinerja inteletualnya dari detik ke detik,  menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari. Tidak akan pernah terlintas dalam aktivitasnya untuk bermalas-malasan sebab sifat malas datangnya dari setan. Kapan kita istirahat ? Nah, kegiatan istirahat bagi Rasulullah saw dan para sahabat adalah di waktu shalat. Artinya dalam kondisi istirahat pun kita masih tetap ingat kepada Allah.

Barangsiapa melalui jalan untuk menuntut ilmu, Allah menggampangkan baginya jalan ke syurga, dan bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu sebagai tanda rela dan simpati bagi orang itu..”
(H.R.Tirmidzi)
Sambil meraih cita-cita kita, maka malaikat pun membentangkan sayapnya. Aduhai senangnya. Cita-cita dapat diibaratkan sebuah bangunan. Besar kecilnya bangunan tergantung kepada keinginan sang pembuat. Yang penting diketahui adalah bahwa semakin besar, mewah, dan indah suatu bangunan yang diharapkan, maka modal pembuatannya tentu semakin besar. Demikian halnya dengan sebuah cita-cita, maka semakin besar sebuah cita-cita maka semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Modal  kita adalah potensi dahsyat yang sudah tercipta secara alami,akal, jasad, dan hati. Semakin pandai kita mengelola potensi maka semakin banyak lah modal kita terkumpul untuk membangun rumah impian.  Namun, kita akan dapat mengelola potensi hanya dengan ilmu. Maka ,terus lah belajar…!

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".(Az-Zumar 9).

Kita lah yang dapat meningkatkan kebaikkan masa depan kita, baik berupa kemakmuran, kenyamanan, dan kebahagiaan. Jangan rendahkan diri kita dengan kedangkalan ilmu dan malasnya diri untuk belajar. Sebab tingkat kedudukan kita akan tercermin dari sejauh mana ilmu  yang kita miliki.  Bukan berarti kita menjadi orang yang teoritis kan ?. Dengan mengupayakan apa-apa yang telah kita ketahui disalah letak kedudukan kita sebenarnya di sisi Allah.  Siapa saja telah dikaruniakan ilmu, maka ia telah memperoleh karunia kebajikan dari segala sudutnya:

Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”
(Q.S. al-Baqarah:269).

Bukan kah perjalanan kita  ke depan masih entah ? untuk ke-abu-abu-an itu mari kita sama-sama terus belajar untuk kebaikan diri kita yang lebih baik. Sebab proses belajar itu tak kenal usia, tak berbatas waktu, dan tak perlu malu-malu.

Ini Adalah Zamannya

ini adalah zaman, kala materialisme menjadi tonggak ukuran kemana setiap acuan hidup difungsikan.
Ini adalah zaman, siapa tidak ikut gila tidak kebagian.
Ini adalah zaman, dicabutnya hati dari akar jiwa-jiwa yang nelangsa.
Ini adalah zaman, siapa yang tidak menzalimi orang akan dizalimi.
Ini adalah zaman, persekutuan antara dilema dan keangkuhan .
Ini adalah zaman, perseteruan kebenaran dan kebatilan yang membara.
Ini adalah zaman digitalisasi yang satunya belum bertauhid dan nol nya masih penuh jelaga dunia.
Ini lah zaman nya...zaman kita
Pengecut telah menjadi mahkota anak laki-laki.
Gadis-gadisnya membuka sejengkal demi sejengkal kehormatan yang semestinya tertutup rapi
Wahai jiwa, turun lah berlaga.
Turun lah atau harus kah engkau dipaksa.
Jangan buat Tuhan kembali murka.
dulu-dulu kaum tsamud telah binasa dan kamu ‘Ad juga.
Bahkah sekampung Nuh telah diberingus air bah.
Kini turun lah berlaga. kau atau bukan siapa sama sekali,
Jangan lagi buat Tuhan murka.

©SN

Senin, 21 September 2015

Memahami Kehidupan Agar Lebih Hidup



Sekarang kita tengah  dihajar kesibukan. Waktu yang kita punya makin tiris karena pekerjaan yang kita tekuni kian egois. Imbasnya, tanpa sebab jelas kita sering naik pitam, masalah yang ada juga tak pernah benar-benar terselesaikan. Sibuk melempar permasalahan dan mencari pembenaran. Menggiring dan bertukar bola api yang semakin lama jilatannya bertambah besar.  Pada akhirnya, membuat kita dibelenggu keperihan, dilanda kesedihan yang tak berkesudahan. Merasa paling malang. Aduh kasihan..

Pada saat ini kita hidup di era yang penuh dengan keegoisan dimana seseorang tidak peduli dengan apapun jika hal tersebut tidak menguntungkan untuk diri sendiri.  Maka mencari makna hidup adalah salah satu bahasan penting yang  fenomenal dan eksotik sekaligus banyak peminatnya. Sebab dengan memahami makna hidup itulah kita bisa menjalani hidup yang lebih bermakna dan lebih bervisi.  Kita juga tahu bahwa setiap orang ingin hidup bahagia dan punya arti yang baik bagi orang-orang di sekelilingnya.  Betapa tak asyik hidup ini jika terjebak dalam segitiga permanen KT (kamar tidur), KM (kamar makan), KB (kamar buang,WC). Ia tidur bila lelah dan kantuk menyerang. Jika bangun dan perutnya lapar, ia pergi ke dapur untuk makan. Dan bila telah terjadi pembusukkan dalam usus, ia harus pergi ke KB untuk membuang menu internasional yang tadi baru di pamer lewat IG dan sosmed lainnya. Lalu semua aktivitas lainnya hanyalah menjadi aksesoris dari kerangka utama segitiga mogok tersebut. 

Sepertinya pondasi memang harus giat kita susun dari sekarang. Kita harus mulai merombak tatanan demi kebaikan. Gelombang pekerjaan yang menuntut kerja keras dan sedang menghisap kita ini memang demi menjamin kehidupan di masa depan, tapi maukah kita berjuang untuk menyeimbangkan pekerjaan?.  Sebab, keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS Adz Dzaariyaat:56)

 Selain hidup ini adalah ibadah mari kita telusuri kembali, makna-makna kehidupan kita. Bahwa kehidupan kita adalah ujian. Allah berfirman dalam QS Al Mulk [67] : 2 yang terjemahnya,
(ALLAH) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”,

Lalu  hidup adalah sementara Dalam QS Al Mu’min [40]:39, Allah berfirman,

 “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.“

Dalam QS Al Anbiyaa [21]:35, 
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.“
Jika hidup itu adalah ibadah, maka pastikan semua aktivitas kita adalah ibadah. Caranya ialah pertama selalu meniatkan aktivitas kita untuk ibadah serta memperbaharuinya setiap saat karena bisa berubah.  lalu pastikan juga apa yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan (ibadah mahdhah) dan tidak dilarang oleh syariat (ghair mahdhah).  Jika hidup itu adalah ujian, maka tidak ada cara lain menyelaraskan hidup kita, yaitu menjalani hidup dengan penuh kesabaran.  Jika kehidupan akhirat itu lebih baik, maka kita harus memprioritaskan kehidupan akhirat. Bukan berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan kehidupan dunia sebagai bekal menuju akhirat.  Jika hidup ini adalah sementara, maka perlu kesungguhan (ihsan) dalam beramal. Tidak ada lagi santai, mengandai-ngandai, panjangan angan-angan apalagi malas karena kita tidak hidup ini tidak selamanya. 
Bergeraklah sekarang, bertindaklah sekarang, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan Kebaikan bukan hanya perasaan, melainkan emosi yang mengarah ke tindakan. Kebaikan memberikan kehangatan pada kehidupan dan setiap interaksi yang baik memicu suatu perasaan relasi dan kesenangan. Dengan begitu kehidupan kita akan sangat berarti untuk generasi selanjutnya, setidaknya anak cucu kita.

Jadilah yang Tawadhuk



Kesombongan adalah lisan paling fasih dari lidah manusia.  Secara tidak sadar kita sering mengucapkan kalimat-kalimat yang meng’aku’kan diri sendiri. Sejatinya ‘aku’ merupakan suara lirih yang keluar dari dalam jiwa kita, yang menimbulkan harapan  atas pengormatan orang lain terhadap diri kita.  Sungguh, ini adalah sesuati yang sangat naïf. Motif inilah yang selalu mendorong kita untuk menunjukkan kemapuan agar orang lain mengetahui kita lebih utama.  Secara tidak sadar kita telah menunjukkan kecacatan diri kita sendiri, sekiranya penyakit ini butuh penanggulangan untuk disembuhkan.

Kesombongan mampu menusukkan penderitaan dalam diri pemiliknya.  Sebab selalu dibayangi rasa khawatir, jika orang lain mengetahui bahwa dirinya tidak seperti apa yang telah disombongkan kepada khalayak ramai.  Ini sangat lah menyiksa bukan ?. Bagaimana jika kita memilih untuk menjadi orang-orang tawadhu saja.  Mereka adalah orang-orang yang malu jika kebaikannya terpamerkan. Karena takut hal itu dapat mengusir keikhlasan dalam hatinya.

Sungguh mengagumkan orang yang mengenyahkan kesombongannya, membuang keangkuhannya, dan memelihata nilai-nilai ketawadhukan dalam dirinya. Orang-orang yang seperti ini adalah yang enggan mewacanakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan profesi yang didudukinya. Justru prestasi, kelebihan, dan profesinya yang berbicara sebagai ganti dari dirinya. Wiliam James-Bapak ilmu psokologi modern- menginterpretasikan hal ini dengan apik, “Anda harus menghilangkan kekaguman pada diri sendiri. Jika anda dapat melakukannya, maka hal itu merupakan kenikmatan yang tiada tara. Dan dengan sendirinya, orang lain akan mengagumi kelebihan-kelebihan yang anda miliki.”

Minggu, 20 September 2015

Do'a



Biar setinggi mana ombak dugaan melanda, Biar seganas mana badai masalah menghempas,Tanamkan ketetapan iman agar tidak berganjak haluan. Kalau kita tidak pernah kecewa, mungkin kita tidak pernah merasa dekat dengan doa
Orang yang hidupnya banyak didoakan orang lain, akan selalu mendapatkan kemudahan, kita tidak bisa hidup dengan kekuatan sendiri. Orang yang selalu ingat akan kebesaran Tuhan, pasti tenang hatinya, kerana ia tahu Tuhan pasti akan menolong dan memberi keadilan padanya, tidak kira cepat atau lambat, keadilan itu pasti tiba mengikut kehendakNya.
Adakalanya kita bertanya, mengapa doa belum juga Allah kabulkan. Padahal Allah telah berjanji, bahwa Allah akan mengabulkan setiap doa. Mungkin pertanyaan itu muncul mungkin salah satunya karena keyakinan didalam diri, bahwa segala sesuatu yang kita inginkan dan minta adalah hal yang terbaik dan pantas untuk diri ini.
Allah menahan untuk mengabulkan doa kita, karena ternyata Allah lebih tahu bahwa penolakan-Nya itu lebih baik untuk kita
“Bisa jadi kalian membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kalian. Terkadang pula, kalian mencintai sesuatu, padahal itu buruk bagi kalian. Sungguh Allah Maha mengetahui dan kalian tidak mengetahui.”
(Q.S. Al-Baqarah: 216)
Apabila Allah telah membukakan bagi hati kita tentang pengertian (faham) maksud dari penolakan-Nya mengabulkan doa dan permintaan kita, maka akan berubahlah penolakan-Nya itu menjadi pemberian. Dan apabila Allah telah memperlihatkan kepada kita hikmah dari kebijaksanaan-Nya, didalam apa apa yang telah dihindarkan-Nya dari kita, maka itu adalah karunia Allah, sehingga pada akhirnya kita bersyukur karena penolakan-Nya mengabulkan doa adalah semata mata untuk keselamatan kita di dunia dan akhirat.”
Doa adalah ibadah, maka menunggu terkabulnya doa adalah ibadah jua.. Jangan tergesa, wahai pendoa..