Sabtu, 09 April 2016

Assalamualaikum Rindu

(Tulisan ini hanya perspektif belaka)

Entah kenapa, kata 'entah' itu teramat sering muncul dalam setiap tulisan ku.
Apakah ambiguitas atau transendental ? yang jelas hal yang entah itu adalah elusif bagi ku.
Layaknya perasaan ini, benar-benar elusif.
Sedih, senang, sakit, kecewa, marah, dan rindu. Merupakan hal yang nyata dan dapat dirasakan tapi tak terlihat .
Datangnya refleks dari suatu daur sebab-akibat.
Apa pun itu, ragam  rasa adalah fluktuasi hati, dinamika perasaan.
Setiap dari kita secara alami dipaksa  untuk mengambilnya baik suka atau pun tidak.
Terima saja, nikmati sebagai kesyukuran, dan jangan lupa mengambil hikmah dari setiap perasaan yang datang.

Lantas malam ini. Rasa itu hadir. Datangnya benar-benar elusif. Terbura begitu saja sebab ia tetiba  mengetuk pintu  kesendirian.
Saat ku buka, dia hanya tersenyum padaku dan meminta untuk ditemani beberapa waktu . Mungkin agar aku dapat memahaminya dan mengambil hikmah darinya.
Kamu tahu siapa yang datang ? Dialah  rindu...dialah yang kini tengah bertamu dan telah bertemu hatiku.
Satu rasa yang lugu dan sering tak tahu malu kalau bertamu didalam hati. Kehadirannya bukanlah kesalahan, namun banyak dari kita salah dalam menjamunya didalam hati. Sembari aku ditemani rindu. Biarlah tangan ini terus menari untuk menceritakan hadirnya di lekuk sanubari.

Aku terus merenungi tentang rasa rindu ini, yang sedang duduk anggun di selaksa hati. Rasa yang terkuak dari jarak antara dua unsur yang belum saling menggenapkan. Banyak kejadian sebab jarak itu. Ada yang getir karnanya, ada tersenyum-senyum sendiri, ada yang pilu bahkan menjadi tak berdaya, ada yang gegai sebab tak kuasa, ada terburu-buru untuk mengungkapkan, ada ceroboh mengekspresikannya, tapi ada yang bersikap anggun lalu mencari kedamaian akan rindu itu dengan bermunajat kepada Dzat yang mengujinya dengan rasa yang hadir itu. Aku memilih untuk menuliskannya. Tentang apa sikap ku, cukup Allah yang tahu.

Orang yang merindu itu, sering nanar sendiri mengenai tujuan dari ia merindu. Mari kita jujur pada diri sendiri, dan periksa kembali niat dalam hati. Tanyakanlah pada diri. Apa tujuannya rindu itu datang ? Bagiku rasa rindu itu hanya sebentuk ujian belaka. Lantas setan paling suka memanfaatkan momen ini.

Jika kita mau memberi luang bagi logika untuk berfikir maka kita akan tiba pada satu konklusi bahwa 'kita sedang merindukan sesuatu yang nantinya bukanlah hal yang dirindukan.' Aku menyatakan ini karena beginilah yang sangat banyak aku saksikan. Banyak dari kawula muda yang mabuk kepayang untuk menyatukan rindu itu dalam ruang yang satu, sayangnya setelah rindu itu padu lalu ia menyublim ke ruang jengah. Jengah sebab finansial, jengah sebab tuntutan kewajiban, jengah sebab mempertahankan hak masing-masing, jengah sebab anak-anak yang banyak ulah, jengah sebab letihnya menjalani rutinitas  kian memuncak. Apa-apa yang dulu di rindukan pada akhirnya tidak lagi menjadi hal dirindukan. Semua yang dirindu menjadi hambar dan tak berasa. Lalu mengapa kita harus merindu. Mungkin kita terlalu naif dan bersekongkol dengan kebanyakan insinuasi mereka. Akhirnya ketahanan jiwa  pun leco dan menyepakati bahwa kerinduan itu mesti segera dituntaskan. Sejatinya kelak yang  dirindu itu akan menjadi hal yang tak dirindukan.( Yang bingung selamat ^_^)

Tentu pernyataan "Hal yang dirindukan kelak akan menjadi hal yang tak dirindukan", tidak semestinya membuat mati rasa dan pasrah pada kondisi. Kalimat itu tidak lain hanya sebentuk konsekuensi logis bagi para perindu kelak dan untuk membuat paham bagi yang merindukan kini. Adapun idealitas seperti yang didamba tidak seperti itu adanya kelak. Khazanah itu hendaknya membuat kita lebih bersiap diri. Lebih meluaskan hati untuk saling menerima. Lebih menguatkan tekad untuk saling komitmen. Lebih menata niat dan mengupayakan jalan menuju titik temu rindu itu adalah dalam  koridor yang Allah cintai, yang Allah suka bukan yang kita mau.

Yaps....kita jadi tahu mesti bersikap bagaimana saat rindu itu ingin bertamu. Izinkan lah ia masuk, ucapkan salam padanya. Dan katakanlah, duhai Rindu sungguh engkau adalah ujian keteguhan hatiku. Karena kelak engkau bukanlah yang kuinginkan bukan pula yang diharapkan, lebih tepatnya engkau adalah yang aku butuhkan, yang paling sesuai dengan kebutuhanku. Rindu....! Biarkan aku mengantarmu pulang pada Dzat yang telah mengirim mu pada ku. Karena membiarkan mu terlalu lama bertamu dihati, memberi ruang bagi setan untuk membuat indah hal yang Allah murkai. Aku kirimkan engkau dengan kendaraan do'a. Pada Allah, pada Dzat yang mengetahui peristiwa di kemudian hari. Tidak perlu datang lagi. Karena setiap manusia telah diciptakan saling menggenapkan. Kapan ganjil itu digenapkan Allah. Itu bukan urusan kita. (Inti nya sih yang ini *_*)

Ingatlah tujuan dari hidup ini begitu agung. Sebagai khalifah di muka bumi. Lalu kita akan dimintai pertanggung jawaban atas waktu ini. Satu waktu kelak mata terbelalak menyaksikan hisab amalnya. Semoga Allah beri kita kekuatan untuk mengisi pundi timbangan kebajikan. Yang perlu kita perhatikan adalah amal kita bukan takdir. Sebab takdir kita adalah ketetapan Allah.
Jadi tak perlu risau dengan fluktuasi hati. Karena hamba-hamba Allah itu tidak ada rasa gelisah, tidak ada gundah, tak ada khawatir, tak pula rasa takut.

Bagimu yang bertanya tentang rindu yang tak jua padu.
Bagimu yang telah menengadah ke kolong langit dan menanti jawaban turun. Maka akan ada dua kemungkinan: Nama itu diturunkan segera atau tertahan namun hatimu dipenuhi rasa sabar dan ikhlas dalam kehendak-Nya.
Untuk itu, Jangan pernah letih berdo'a ....Allah memberi kita rasa rindu agar dengannya kita kembali meminta. Kembali menata diri. Kembali membenahi kerombengan iman. Kembali pada niat yang tulus.

Lihatlah embun menyapa dedaunan saat sang mentari tersumbur.
Lihatlah cahaya rembulan yang menyapa gelap gempitanya langit .
Maka sapa dia dalam do'a-do'a di keheningan malam dan  di kebeningan hati. Sebab waktu itu do'a mu bersama sayap para Malaikat, bersama energi semesta yang agung.

Bagimu yang tengah merindu, cukup letakkan keningmu di atas sajadah, lalu berdo'alah pada-Nya.

'Alaikumsalam Rindu...



©SN



Kedamaian

Duhai kedamaian....
Masih teguhkan mencarinya ?
Apa kita merasa kedamaian itu hilang ?
Saat kesadaran menemui qalbu,  mari kita mencari makna.

Kita mencari kedamaian, sayangnya diri tidak menuju kedamaian itu sendiri.
Padahal Allah lah sumber pemberi kedamaian itu, Dzat Maha Pemberi Keselamatan (As-Salam).
Sebenarnya yang kita cari adalah Allah SWT.
Bukankah hal ini klise ? Kita dicuri tipu daya dunia hingga lalai memahami ini.

Atau mungkin butanya hati membuat jalan menuju kedamaian menjadi gelap dan tak tahu dimana.
Kita terus saja disibukkan pada rutinitas yang tidak membuat diri damai.
Sebab kita tidak menuju-Nya, atau kehidupan keseharian kita abai dalam memperuntukkan kepada-Nya.

Kedamaian itu tidak jauh, tidak perlu kecapaian mencarinya.
Kedamaian itu ada dalam hati.
Hati yang senantiasa mengingat-Nya.

Mau kah kedamaian ? Mari menuju kepada-Nya.

Jangan lupa untuk taat pada perintah-Nya.
Jangan lupa berbuat baik pada orang tua.
Jangan lupa untuk terus memperindah akhlak.
Jangan lupa bersyukur dan bersabarlah dengan sebaik-baiknya kesabaran.

©SN
Sabtu, 09-04-16@home

Jumat, 08 April 2016

Musafir

Hidup tanpa kepatuhan pada Tuhan , layak hidup dalam jenggala tanpa arah dan tujuan.
Suram, kelam, jengah, dan gegai.
Dikau itu musafir jangan masuk jenggala tanpa apa-apa.
Kelengar bisa dikau disana.
Tak punya bekal, tak punya peta, tak punya perisai senjata.

Sia-sia lah hidup begitu.
Jangan lah dikau begitu.
Kita ini bukan hantu tapi umat yang berTuhan Satu.

Taat lah dikau, kuatlah dikau.
Dikau senang, dikau beruntung.
Dikau punya arah, dikau punya mudah.
Enak dikau dapat, tenang dikau renggut

Setan berduka. Setan nestapa.
Dikau bukan setan, jangan lah bersetan.
Seput lah seput setan mengisi jahanam.
Jangan lah dikau ikut pula.
Bura bara api nan menyala raya.
Takutlah dikau padanya.
Setan suka tebar tipu daya.

Ada kampung untuk para kampiun.
Di dunia berlomba menumpuk isi pundi.
Pundi amal, pundi ibadah, pundi takwa, pundi yang Allah sangat suka isinya.
Tak ada risi, tak ada dayuh, tak pula merana dikau di pengambaraan.
Dikau pun ragib sendiri dengan pemberian-Nya.
Kala telah tiba di kampung halaman yang kau damba, Syurga.
Dikau sadar di dunia hanya sehari atau beberapa hari saja.

©SN
Sabtu. 09-04-16@home

Senin, 04 April 2016

Bait-Bait Rindu Anak Ayah 23

Hampir terlampaui satu tahun
Saat dimensi ruang antara kita telah menjadi friksi
Lalu jarak kian merentang kejam
Aku kelabak seperti dungu yang tergugu mendikte masa, mengolah rindu
Berdamai dengan lapisan rasa yang entah.
Ayah.....beginilah anakmu kala hasrat tuk jumpa hanya terbalas dusta.
Ayah telah tiada hampir satu tahun lamanya.

Hampir terlampaui satu tahun.
Memutar rekaman kisah heroik sang Ayah dalam kotak kenangan.
Waktu itu aku masih sangat manja, lugu, dan banyak tanya.
Ayah selalu mengerti dan mengajari anaknya ini hingga tumbuh menjadi gadis yang dewasa, kuat, berwawasan, berani, namun kini tak tahu ingin bertanya pada siapa ? Menumpah curah kisah...
Perihal senja yang bernuansa jingga, tentang mars dan venus, tentang keadaan zaman ini, tentang imijinasi yang banyak berkelabat di taman khayal. Tentang cerita kita yang belum sudah.
Ayah......tak lama sudah kita terpisah, anakmu kembali merindu

Semoga disana, Ayah selalu disayang Allah dan dalam rahmat dan ampunan-Nya yang tak terperi.
Salam rindu sepenuh jagad dari anak Ayah.

Hampir terlampaui satu tahun Ayah meninggalkan anak Ayah.

#bait_bait_rindu_anak_ayah

Minggu, 21 Februari 2016

Bait-Bait Ukhuwah dari Shohibul Iman, Azma

Kubaca
Firman Persaudaraan
ketika kubaca firman-Nya, “sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku merasa, kadang ukhuwah tak perlu dirisaukan
tak perlu, karena ia hanyalah akibat dari iman
aku ingat pertemuan pertama kita, ukhti sayang
dalam dua detik, dua detik saja
aku telah merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan
itulah ruh-ruh kita yang saling sapa, berpeluk mesra
dengan iman yang menyala, mereka telah mufakat
meski lisan belum saling sebut nama, dan tangan belum berjabat
ya, kubaca lagi firman-Nya, “sungguh tiap mukmin bersaudara”
aku makin tahu, persaudaraan tak perlu dirisaukan
karena saat ikatan melemah, saat keakraban kita merapuh
saat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaan
saat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukai
aku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kita
hanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdil
mungkin dua-duanya, mungkin kau saja
tentu terlebih sering, imankulah yang compang-camping
kubaca firman persaudaraan, ukhti sayang
dan aku makin tahu, mengapa di kala lain diancamkan;
“para kekasih pada hari itu menjadi musuh sebagian yang lain…
Kecuali orang-orang yang bertaqwa”

Kamis, 18 Februari 2016

Kepada kamu yang namanya ada pada halaman yang sama.

Kepada kamu yang namanya ada pada halaman yang sama.
kamu yang tengah berupaya dalam diam namun tetap berkerja.
Dengan sesegukan saling menyapa dalam do'a, begitu lah jarak menjaga kita dari segala tipu daya, karena memang kita lemah.
Walau ada satu ketika, perasaan itu teramat kuat menggelayuti hati.
Kita masih tetap percaya bahwa semua hanyalah ujian belaka.
Dengan kesungguhan  kita terus menjaga diri dengan mendekatkan diri pada Allah , agar tidak ada cela bagi setan untuk mencampuri urusan kita.
Jangan biarkan setan tertawa atas sesuatu yang telah kita sia-siakan.
Berbahagialah saat iman kita letakkan diatas rasa dan logika.
Kekuatan kita dalam melindungi keimanan menentukan baik buruknya proses halaman itu dibuka.
Sehingga keberkahan terlimpahkan dari awal hingga akhirnya halaman itu terbuka.

Kepada kamu yang namanya  ada pada halaman yang sama.
Betapa sulitnya jalan menuju halaman itu dibuka.
Kita mesti berperang melawan keraguan agar keyakinan memenangkan hati.
Sebab keyakinan itulah yang mampu membuat kita terus bertahan.
Sehingga kita tak gegabah dalam mengambil keputusan.
Menunggu dalam hal ini menjadi sebentuk pengorbanan.
Karena kita telah yakin dua nama itu pasti telah  tertulis dihalaman yang sama, lantas kita hanya butuh menunggu halaman itu dibuka oleh kehendak-Nya.
Halaman itu akan dibuka saat kita telah siap bukan saat kita ingin.

Kepada kamu yang namanya ada pada halaman yang sama.
Dihari yang sedang kita cari tahu, kapan halaman itu akan terbuka sehingga kita sama-sama tahu siapa satu sama lain diantara kita.
Dihari yang sedang kita cari tahu, kapan rasa penasaran itu akan berakhir.
Dihari yang sedang kita cari tahu, kapan pertanyaan 'kapan?' itu berhenti terlontar.
Jangan berhenti mentarbiyah diri untuk terus berprasangka baik kepada orang lain, sebab kita tidak mampu mengubah hati orang untuk berbaiksangka pada kita.
Teruslah menghibur diri dengan ketakwaan pada Allah.
"Bersabar lah, waktunya sebentar lagi".
Jika kita bersedia bersabar, sebenarnya semua akan menjadi sederhana.
Begitu klise, tapi seperti itulah  adanya bukan ?

©SN
@home, 18-02-16

Rabu, 17 Februari 2016

Hamba Papa

Sulit menjelaskan rasa, saat buliran hasrat hanya sebatas damba.
Walau ada kedengkian pada hati yang mampu merasakan tapi tak dapat diwujudkan nyata oleh pandangan.
Sedang yang lain hanya suka menanam spekulasi, kita menabur getirnya.
Ini hanya seorang hamba yang papa. Tak begitu lihai mengendalikan gejolak yang berselancar di lautan jiwa.
Bukan wanita terpilih yang berjiwa kokoh, bukan pula Shahabiyah yang berakhlak mulia.
Hanya seorang hamba papa yang merindukan syurga, dengan amal tak seberapa.
Kini diterpa ujian hati yang sedemikian rupa.
Ketika diri merindukan pagi, dia merindukan senja.
Jadilah rindu yang dipisahkan waktu dan masa , tak berpadu dalam ruang nan satu.
Begitulah ujiannya...
Yang lain hanya suka menabur benih prasangka, sedang kita tak mengerti makna 'mengapa' dari mereka.
Kita hanya insan yang tak merindukan hal yang sama bukan ?
Kita juga hamba yang papa.
Semoga pertolongan Allah dekat bagi kita yang berusaha untuk bertakwa.
Kita yang berusaha mengatur ulang suasana hati agar Allah tak murka.
Lalu....kepada-Nya lah kita mengikhlaskan hati.
Mari bermuhasabah dalam kepasrahan.
©SN
@home, 17-02-16