Rabu, 04 Juli 2018

Ibu

Aku tahu, dalam sekujur doanya selalu ada aku.
Dengan lirih nan khusyuk ia meminta pada Ilahi Rabbi agar aku selalu dalam keimanan yang semakin baik, agar aku menjadi penghafal dan pengamal Qur'an, agar aku menjadi hamba yang mencintai  dan dicintai Allah, agar menjadi seseorang yang bermanfaat, diberi kelancaran pada semua aktifitas, ditunjukkan jalan yang lurus, diwujudkan semua harapan-harapan baikku, disampaikan pada segala asa yang ingin kuraih, daaan dipertemukan dengan lelaki yang sholih dan setia. Seseorang yang kelak akan menjagaku sebagaiman ayah menjagaku, seseorang yang kelak akan membimbingku menjadi lebih taat, dan membawaku dengan genggamannya kepada ridhoNya dan Syurga Firdaus.

Bagiku, semua pinta tulusnya pada Tuhan adalah cinta dan kasih yang takkan pernah bisa aku balas. Juga, saat doa-doa itu telah diijabah akupun mulai takut. Karena aku tak dapat lagi terus bersamanya, tak bisa selalu menemaninya, dan tak bisa selalu ada dalam setiap kebutuhannya. Kadang, berat bagi seorang perempuan untuk melepaskan masa kesendiriannya bukan karena ia tidak siap menerima amanah baru. Tapi karena ia sangat pilu untuk pergi dari seorang ibu yang selama ini bersamanya. Aku sangat merasakan ini. Tapi, ibu memanglah makhluk yang telah dianugerahi Tuhan kelembutan dan kasih sayang yang lebih. Dengan itu, ia menjadi sosok yang kuat dan tegar. Saat ibu bilang "Nak, menikahlah ! Setelah menikah kewajiban baktimu bukan lagi pada orang tua melainkan pada suami mu. Bila kau taat padanya dan menjadikannya ridho padamu atas pengabdianmu padanya maka itulah kemudahan jalan menuju Syurga bagi orang tuamu". Sungguh aku renyuh sekali dengan kalimat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar