-Masa depan itu bukan tentang merancang kehidupan bahagia di dunia. Karena dunia itu sifat bahagia berupa imitasi. Kebahagiaan sesungguhnya ada pada hati yang selalu bersyukur dan kuat dalam sabarnya, sebab hati itu tengah meniti bahagia yang sebenarnya, Syurga dan Pertemuan dengan Pemilik Syurga.-
Ini kiranya hikmah yang bisa saya ambil setelah diskusi dengan temen terkait pernikahan. Memang belakangan ini berkeseliweuran undangan pernikahan dari adik-adik, teman, dan kakak senior. Ditambah oleh semaknya foto foto, kata kata romantis semacam euforia mereka pasca pernikahan. Nah, malam ini sekian tayangan yang menyentil baper dihati itu tercerahkan oleh kisah rumah tangga seseorang terdekat teman saya.
Memang pernikahan itu manisnya ada di lima tahun pertama, selepas akan semakin belajar untuk mempertahankan rasa cinta. Terlebih pada usia pernikahan yang telah menuju puluhan. Disini biasanya mulai terjadi goncangan hebat dari berbagai sisi. Teman menceritakan bahwa saat ini maraknya kasus-kasus perselingkuhan. Ya Allah, saya jadi terkenang dengan curhat seseorang ke saya tentang rumitnya keadaan keluarga mereka. Pada titik ia tidak bisa menahan emosi ia berkata "di akhirat aku ingin menjadi orang pertama yang meminta papa untuk masuk neraka". Merinding kan ? Na'udzubillah....Why????? Karena papanya selalu kasar dengan mama dan ketahuan selingkuh dengan pelakor. Na'udzubillah...
Begini ya, saya mengambil hikmah sebisanya dari kisah yang temen kedua tentang besarnya kebenciannya pada sang ayah. Modal utama dalam membangun rumah tangga adalah ilmu dan iman. Maka saya sangat mewanti diri saya jangan sampai kebawa arus euforia yang suka pamer kebahagiaan setelah menikah. Ya Allah semoga saya kuat imannya *amin* sangat bahaya dan mesti mewaspadai penyakit ain itu. Bisa saja salah satu faktor pelakor itu karna istri yang suka uplot foto suami sambil menceritakan kebaikan suami, Nah...hati hati yaaa. Kedua, rusaknya rumah tangga akan merusak peradaban. Tak sedikit saya dapati temen temen dari keluarga broken home itu menghabiskan hidupkan dengan racun dunia, diskotik-ganja- seks bebas. Na'udzubillah...Ketiga, ini nih saya jadi sadar dengan penuh bahwa niat menikah bukan semata menyetarakan status dengan teman lain, bukan mengejar euforia, bukan tentang imaji senang-senang. Ya Allah bukan bukan bukan. Dear... Ada yang lebih agung yang perlu dipersiapkan. Menikah itu ibadah, seumpama ingin menunaikan ibadah shalat apa yang dilakukan lebih awal? Kita harus bersuci, menata hati agar khusyuk. Begitulah dengan ibadah menikah. Hal terpenting menujunya adalah tazakiyatun nafs (mensucikan jiwa). Sehingga saat waktu itu berkumandang untuk mengikat janji suci. Pertemuan itu adalah puncak keimanan pada Allah. Sehingga ibadah menjadi sempurna hanya untuk meniti jalan kepada Allah.
Ya Allah...sedih saya la malam ini, tiba-tiba diceritakan seseorang yang akan nginep besok ke kos adalah orang terdekat temen saya yang juga tengah proses perceraian dengan suaminya, cerita begini silih berganti sata dapati. Tak lama sebelum hari ini juga orang tua temen terdekat saya yang lain mengalami hal serupa. Lantas diskusi alot malam ini perkara penyebab suami itu bisa berpaling. Dari kasus kasus temen itu, paling dominan karena papanya orang yang berpenghasilan sangat lebih dan memiliki jabatan. Sampai sampai terceletup dari diskusi itu: " Memanglah jangan mau jadi istri pejabat, kalau gak diselingkuhi paling makan hati" ya Allah Na'udzubillah....lagi lagi aku bilang semua itu ujian keimanan.
Hadeuh....pengen nulis banyak. Tapi dah ngantuk. Itu aja lah dulu.
Oh ya, dari diskusi itu memberi pencerahan bahwa kelak jika Allah izinkan untuk berkeluarga. Saya ingin rumah itu penuh sesak oleh tilawah dan lantunan al-Qur'an dan kajian ilmu. Setiap ruangan di tata beberapa rak minimalis yang berjejer buku. Sehingga kesibukan seisi rumah untuk menambah ilmu dan menguatkan iman agar mampu menjalani amal amal kebaikan dan agar rumah itu penuh dengan rahmat Allah.
Semoga tulisan ini bisa jadi remainder.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar