Kamis, 29 Desember 2016

Menulis dengan Ilmu dan Keimanan

Saya baru dapat  topik yang ingin saya utarakan dalam tajuk tulisan ini. Hasrat ini terkuak setelah membaca beberapa literasi pendidikan, psikologi, dan sains yang dibungkus dalam beberapa sudut pandang diantaranya:  filsafat, agama, sosial, dan sebagainya.

Berhubungan malam telah menggeser ke tengah lebih (00:04 wib). Saya belum mampu mendeskripsikan pembahasan ini secara holistik. Bahkan belum dapat menjelaskan apapun. ^_^

Di lain waktu space ini akan saya beri muatan....

Maaf !!!

Bahagia, Mulia, dan Selamat

4 Hal yang pasti akan terjadi dalam kehidupan kita, yakni:
1. Kita akan berbuat baik (taat)
2. Kita akan berbuat kesalahan (maksiat)
3. Kita akan diselimuti nikmat
4. Kita akan diberi sedikit musibah

Kunci menghadapi 4 hal itu adalah ikhlas. Tidak ada yang dapat membuat bahagia dan mulia jika kita tidak ikhlas. Putus harapan dari makhluk dan hanya berharap pada Allah adalah implementasi dari ikhlas. Tingkatan ikhlas luar biasa. Nikmatnya beramal tergantung tingkat keikhlasan.

Jika kita berbuat baik tidak ada urusan dengan balasan dari orang lain. Kita berbuat baik karena Allah suka jika kita berbuat baik. Jangan sampai berkurang kebaikan yang akan dilakukan karena kebaikan kita tidak direspon orang lain. Karena disinilah ujian keikhlasan atas apa yang telah kita lakukan. Berbuat baiklah agar Allah ingin mencintai mu. Tidak penting dikagumi manusia yang penting kita dikagumi Allah.

Balasan kebaikan pasti datangnya pada waktu yang tepat. Allah Maha Melihat apa yang kita lakukan dan Maha Mengetahui isi hati. Yakin lah pada Allah dengan sepenuh keyakinan. Jangan pernah mengatur Allah atas balasan kebaikan yang dilakukan. Biarkan Allah Yang Maha Pemurah memberi balasannnya.

Orang Taubat berpotensi untuk menjadi hamba yang dicintai Allah. Karena sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat. Bersyukur lah saat Allah masih memberikan kita kesempatan untuk kembali pada Allah.

Penguasa takdir itu adalah Allah. Maka hanya Allah yang berkuasa memuliakan dan menghinakan. Jangan pernah khawatir dihina orang tapi khawatirlah kehinaan kita dihadapan Allah. Tidak ada bahayanya dihina orang lain, Bahayanya adalah kita tidak jujur melihat diri sendiri dan terlalu picik menilai orang lain.

*Catatan Kajian Ma'rifatullah Aa Gym

Minggu, 18 Desember 2016

Meringanlah

Bila telah lelah rasanya sang hati, tak ada salah kita kembali memeriksanya. Boleh jadi ada yang perlu dilepaskan agar bebannya menjadi lebih ringan.

Meringanlah...
Bersama pelepasan segenap prasangka yang tak berguna. Hati nan fitrah tak mengenal cara tuk mengendalikan kehidupan orang lain dalam sangka dan praduga. Jika mengendalikan diri adalah pengaturan terbaik untuk membuat hati bernafas lega, maka lebih banyak mengoreksi celah diri dihadapan-Nya menjadi langkah-langkah untuk memberi ruang bagi hati tuk menyuplai udara bersih.

Meringanlah...
Bersama pelepasan sekelumit perasaan yang belum segera permisi dari hati. Sudah cukup masanya perasaan itu mengisi beban hati yang memayahkan. Izinkan dengan kesungguhan tekad perasaan itu keluar dan tak perlu lagi bertamu. Karena, mengisi hati dengan perasaan rindu hanya pada ridho dan pengampunan Sang Khaliq akan menyahdukan rasa. Lepaskanlah dan isi dengan yang lebih baik

Jangan Terpedaya

Saya pernah mendengar ucapan seseorang pada saya begini, "Aku heran mengapa kok bisanya kamu 'maaf' biasa-biasa aja (dari sisi finansial dan lain-lain) padahal kamu itu menurut aku lebih baik dari sisi religiusnya dari aku sejak dulu". Yah, memang yang menyampaikan ini adalah seseorang yang telah terakreditasi kesuksesannya di  kehidupan dunia dalam sudut pandang saya.

Kadang kita tidak pernah mengerti mengapa kalimat itu mesti ada dan begitu realitanya. Lama saya merenungkan ucapan itu, betapa sisi religius itu efeknya tak nampak signifikan terhadap diri saya. Pukulan jiwa yang menggelegar bagi saya sebagai seorang muslim. Sebab kita sama-sama menyadari bahwa orang-orang yang baik hubungannya dengan Tuhannya menyeting otomatis perbaikan kehidupannya. Saya, perbanyak istighfar dan taubat. Bisa jadi sisi religius yang selama ini hanya sebatas topeng yang tak bernilai.

Namun, kita harus selalu mewaspadai dunia ini. Terkenang dengan firman Allah "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)".(Q.S. al-Hijr:3)

Saya sering was-was jika memaksakan diri untuk suskses dari segi duniawi. Entah itu pula yang membuat Allah belum percaya menitipkan dunia-Nya ini, sebab ketidakhati-hatian saat dunia itu Allah titipkan pada seorang hamba nan lemah imannya dapat membuatnya menjadi pelayan dunia. Na'udzubillah.

Beginilah perenunangan saya menjelang mata terlelap. Semoga bisa segera terlelap.

Jumat, 09 Desember 2016

Mau Ngomong Apa Lagi?

Semakin melelahkan kan hati mu saudari ku?
Ku lihat, sudah semakin indah tampak wajah mu di media sosial yang selama ini kau jaga aman dari siapapun yang ingin memandang.

Apakah hati itu telah bosan atas penantian yang tak kunjung usai.
Ku baca status-status mu sudah meradang bahkan menyiratkan hasrat  mengutuki takdir.

Sebegitu rindunya kah hati itu pada pelengkap iman mu?. Ku dengar banyak dari candaan dan obrolan selalu bermuara pada perihal 'pangeran berkuda'.

Entahlah, Aku tak mengerti akan ngomong seperti apa pada mereka, sedang aku belum dapat memberi solusi selain kata sabar.

Betapa masa menunggu itu menjadi perjuangan yang menjerihkan jiwa sehingga, banyak didapati masa-masa itu melunglaikan gairah untuk menatap hari-hari dengan optimisme. Aku dapat merasakan seperti apa yang dalam diri mereka dan tidaklah solusi terbaik itu selain menjadi sahabat al-Qur'an, membaca, mempelajari, dan menghafalnya.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, terkadang untuk menghargai mereka aku harus berpura-pura menjadi orang yang sama dengan yang mereka rasakan. Walau dalam hati sudah mual-mual untuk membahasa tema yang hanya berujung pada perasaan hampa.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, karena aku tahu perasaan itu teramat butuh untuk diceritakan dan aku harus pintar berperan sebagai orang yang berperasaan, maka mendengar dan menanggapi semoga membuatnya merasa bahwa dia tak sendiri.  Walau aku lebih suka jika di ajak bercerita tentang perperangan di zaman Muhammad al-Fatih.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, karena hanya cerita tentang mencari-bertemu-berjodoh adalah pemantik yang menghadirkan decak hati untuk menepikan gusar, bahwa masih banyak kisah hikmah yang dapat menyadarkan kita agar lebih mensyukuri atas setiap ketetapan yang Allah pilih. Walau sempat ada rasa luka yang kerap memedih kembali jika harus diceritakan ulang.

Memang usia-usia yang memasuki seperempat abad adalah alrm awal yang menyadarkan bahwa ini fase-fase untuk menentukan arah kehidupan masa depan. Realitas tersebut sering membawa aku pada mereka yang jika bertemu aku tak tahu lagi mau ngomong apa. Karena akan selalu terbawa arus pada tema 'menelusuri-ditelusuri-cocok'. Padahal, aku pengen cleansing dari hal sedemikian. Sudahlah mungkin ini ujian hati.

Rabu, 07 Desember 2016

Sahabat, Uhibbukifillah

Saya terlalu gengsi untuk mengungkapkan bahwa saya sayang berlipat-lipat dengan sahabat fillah saya tersebut, akhwat sholehah yang MasyaAllah pribadinya. Saya bersamanya serasa telah menikmati syurga itu ada di dunia. Hadirnya di hidup saya yang hanya beberapa bulan telah banyak mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik. Alhamdulillah.

Saya sempat berdo'a pada Allah, "Ya Rabb pertemukan hamba dan dekatkan hamba dengan orang-orang yang hebat dalam pandangan-Mu". Atas izin-Nya, saya menemukan banyak pribadi-pribadi yang luar biasa di kota hijrah ini dan Allah pilihkan mereka untuk menjadi bagian cerita indah, cerita dakwah, cerita yang penuh berkah insyaAllah.

Semoga perjalanan kebersamaan ini bukan sebatas cerita suka dan duka untuk melewati hari-hari. Namun kebersamaan yang di ukir dalam jenak-jenak perjuangan untuk mengharumkan nama-Nya, menyiarkan agama-Nya, dan mendistribusikan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk memenangkan panji Islam di atas dunia. Saling menguatkan, mendo'akan, menegarkan, terlebih saling mengingatkan dalam kebaikan, kesabaran, dan kasih sayang.

Sahabat....uhibbuki fillah !!!

Senin, 05 Desember 2016

Perubahan Fase Merubah Cerita

Kehidupan ini adalah kumpulan dari  fase-fase, itu menurut saya. Fase itu sendiri adalah rentang waktu yang di dalamnya ada kita dan sekelumit cerita-cerita. Saya merasakan sendiri bahwa setiap fase saya akan ada cerita tersendiri yang akan sulit untuk ada pada fase lainnya. Seperti di blog ini, saya kembali mengevaluasi apa-apa yang pernah saya tulis dari cepisan cerita hati, pengalaman, dan pengamatan yang  ada pada diri saya. Semua berbeda, usia-usia yang lebih belia dari sekarang saya terkesan pribadi yang ambisius, belum mengenal permainan hati (kalau ada tulisan alay itu korban nonton film ayat-ayat cinta, Haha), tedensius terhadap iptek begitu kentara, lebih banyak gak tahunya, dan ceritanya standar tentang: cita-cita, ayah, ibu, dan nulis cerpem atau artikel.

Semakin kesini, saya menjadi pribadi yang bukan hanya menulis teori namun sebagai produk dari teori-teori yang sempat saya tulis pada fase-fase sebelumnya. Saat dulu mengenal sabar hanya sebatas teori dan begitu lihai merangkai kalimat bijak tentang kesabaran yang belum tahu rasa sabar itu seperti apa. Memang, fase itu tidaklah garis linier yang horizontal namun garis liner yang begradien. Yakni semakin bertambah usia maka berbading lurus dengan pertambahan makna kehidupan. Kita hanya dapat merasakan kesabaran saat kita telah Allah beri ujian yang dengan ujian itu kita dapat menyelesaikannya dengan teori sabar yang selama ini dipelajari dan diajarkan.

Boleh pula kita kembali mencampakkan diri pada teater masa lalu untuk menjemput kesadaran bahwa kita telah berada pada teater kehidupan yang tak sama lagi dan dengan peran yang jelas berbeda di masa kini. Ternyata tak mudah menjadi orang dewasa, begitulah yang pada akhirnya terbersit. Jelas tak segampang memainkan peran anak-anak bukan? Jalan cerita yang mesti dimainkan oleh orang dewasan lebih kompleks dan riweuh. Butuh profesionalisme dan proposionalime untuk melakoni sandiwara di kehidupan orang dewasa. Fase ini, menjadi fase yang cerita-cerita di sekujur waktunya lebih dibubuhi kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan komunikatif. Yah...itu melelahkan !

*beginilah ekspresi hati saya yang tengah merasa lunglai dalam menjalani peran sebagai orang dewasa