Minggu, 29 Mei 2016

Alarm Qalbu

Jika kita berbuat sesuai petunjuk Allah, sungguh keselamatan itu untuk kita sendiri. Lantas siapapun yang mengejar kehidupan akhirat dan berupaya dengan sungguh-sungguh ke arah itu. Maka upaya itulah yang akan dibalas Allah swt dengan sebaik-baik pembalasan. Akhirat itu lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaannya.

Orang-Orang Ikhlas Itu

Orang-orang ikhlas itu paling takut dikagumi orang. Tidak suka dengan pujian dan jika mendapat cercaan sikapnya biasa saja. Mereka sangat sensitif jika kebaikannya diketahui orang lain. Orang-orang ikhlas itu lebih banyak memikirkan penilaian Allah SWT bukan penilaian manusia.
Ah.... jikalah bukan karena ampunan dan rahmat dari Allah tentu diri kita bukanlah apa-apa dan jikalah dosa-dosa itu berbau maka tidak ada orang yang mau mendekati kita. Kita bisa begini dan begitu, dianggap ini dan itu, bisa seperti ini dan seperti itu adalah karunia Allah dan sebab Allah masih menjaga aib-aib kita.
Tidak ada yang perlu dibanggakan, semua hanya titipan, semua hanya karena taufik dari Allah, semua hanya ujian.
Semoga kita selalu ingat, bahwa hidup ini kendaraan untuk menuju kampung kita sesungguhnya, syurga. Dengan itu kita berupaya mengumpulkan sebaik-baiknya bekal, takwa.
Semoga kita selalu ingat, bahwa setan adalah musuh nyata kita. Dengan itu kita senantiasa membentengi diri dengan meminta perlindungan pada Allah pada setiap kondisi.
Semoga kita selalu ingat, bahwa kematian pasti berkunjung untuk menyudahi segala kepenatan kita menjalani ujian dari-Nya. Dengan itu kita terus mawas diri, menjaga jiwa dan raga terus dalam keimanan yang membaik dan kebaikan yang bertambah.
Semoga kita bisa mengamalkan setiap kata yang pernah terucap, semua tulisan yang pernah diterbitkan. Sebab orang-orang yang berkata-kata tapi tidak mengamalkan adalah orang yang telah mencaci dirinya sendiri, lantas murka Allah pun tertimpakan padanya. Na'udzubillah....
Semoga kita bagian dari orang-orang yang ikhlas itu !
Aamiin ya Rabb

Muhasabah Diri

Terkadang hati nan keras itu butuh dilunakkan dengan sekelumit terpaan dari-Nya.
Agar mata yang kemarau itu kembali menghujani pipi dengan air mata bersama hati yang dipenuhi rasa butuh pada-Nya, pada Allah, Dzat Yang Maha Penyantun bagi hamba-hamba-Nya yang kembali.
Adakalanya waktu mengambil andil untuk sebuah jawaban dari semua tanya yang dilangitkan.
Saat rasa yakin tak seirama dengan realita, kita tidak butuh selain hati yang lapang untuk menerima bahwa kita belum patut untuk dihadapkan pada apa yang kita yakini.
Nanti, ketika hati kita telah dilembutkan oleh hikmah, oleh banyaknya air mata yang mengarus.
Nurani pun menjadi lebih peka dengan semua kekurangan diri, atas semua kekhilafan, pada segala kesalahan, atas kelalaian diri untuk menunaikan hak-Nya, hak Allah.
Lalu, tidak ada lagi pertentangan dalam hati tentang takdir, yang ada hanyalah menerima.
Memang tidak ada yang lebih menentramkan bagi hati selain menerima.
Dari penerimaan itulah kita dikecupkan pada keikhlasan.
Lantas Allah mencintai orang-orang yang ikhlas.
Ah...tidak butuh lagi yang lain jika Allah telah mencintai kita, kan ?
Pada hakikatnya, ujian itu akan membuat seorang hamba dicintai Allah, jika syaratnya dipenuhi.

Rehatlah

Rehatlah...
Pangkukan tubuh di kedamaian dalam senyapnya lafaz lafaz suci.

Rehatlah..
Tampakku, kau sangat lelah hai hati.
Lipur ia dengan kembali mencium bumi bersama kening yang bersaf lurus dengan kaki.

Rehatlah...
Jiwa mu yang ringkih merindu akan cucuran rahmat dari langit.
Datanglah di bentangan kain berstruktur lembut itu.
Rehatlah disana.
Jangan biarkan ada perihal lain yang menari di teater batin dan pikiran mu.
Rehatlah dulu.
Kau sudah terlampau lelah akan permainan hari ini.
Tampakku kau butuh rehat disana malam ini.
Di tempat yang tidak perlu lagi ada sandiwara.
Rehatlah bersama-Nya pada waktu sebanyak yang kau perlu.

Jumat, 06 Mei 2016

Sebuah Harapan

Dear.....
Sebuah Harapan

Awalnya kita pernah mencoba mengkanfas harapan di selaksa langit, pun akhirnya  terpupus oleh saputan gemawan. Lalu terhempas jatuh pada kecewa.
Lanyas mencoba lagi mengukir harapan di tepian pantai, pun ujung-ujungnya terhapus ombak silih berganti. Kembali lagi tergulung hebat kekecewaan.
Mungkin kita harus lebih banyak mengerti tentang harapan itu.
Mungkin pula tergesa-gesa bukan jalan keluar terbaik untuk mendapatkannya.
Jelasnya, kita mesti sadar kepada siapa harapan itu patut ditancapkan.

Kini adalah persiapan untuk menjemput  sebuah harapan. Saling bersiap walau entah kepada siapa kita akan siap dan dipersiapkan. Bersiap atas keputusan yang telah ditetapkan. Bersiap melapangkan hati terhadap kenyataan. Dimana pun dia kini. Bisa jadi dia masih sangat jauh, buktinya hingga saat ini harapan itu masih absurd dan abstrak. Untuk itu, kita hanya perlu menaruh keyakinan dalam hati bahwa kita sedang dipersiapkan bagi seseorang yang tengah mempersiapkan dirinya untuk kita.

Kini adalah ketundukan hati untuk merawat sebuah harapan. Kita telah tahu bahwa hati adalah taman indah tempat segala  rasa bertumbuhan . Jika kita tidak menundukkannya, bisa jadi harapan yang tak dirawat itu rusak. Berat memang, kala berselisih kita hanya mampu saling berpaling pandang dan menurunkan kepala menatap tanah.  Syukurnya kemampuan kita menundukkan hati menyanggupi mata untuk taat pada perintah-Nya, dengan itu pula kita saling merasakan lezatnya iman dan cahaya ilmu. Dengan menundukkan hati kita telah saling menyelamatkan diri dari fitnah, menjauh dari sedemikian rupa persepsi mereka yang tidak mengerti.  Kita sedang menundukkan hati untuk seseorang yang hatinya selalu tunduk patuh pada Tuhannnya.

Kini adalah kesabaran untuk meraih sebuah harapan. Tentu satu sama lain dari kita tetap harus percaya. Allah selalu bersama kita selagi kita masih setia bersabar. Lagi pula pertolongan utama bagi seorang mukmin adalah sabar. Tidak ada kebaikan dalam rasa resah selain hanya menyisakan sesak yang menikam. Sabar itu biasanya tak menyenangkan diawal tapi manis rasanya diakhir.  Kita  sedang bersabar bagi seseorang yang terus menjaga kesabarannya untuk meraih harapan yang sama.

Kini adalah keteguhan untuk merenggut sebuah harapan. Jiwa kita tidak boleh rapuh oleh kondisi.  Prinsip yang telah terpatri jangan sampai tumbang oleh paradigma. Kita mesti kembali mengokohkan jiwa dengan keteguhan niat yang tulus. Sebab hanya orang-orang  tuluslah  yang mendapatkan rasa nikmat menjadi hamba Allah. Kita sedang meneguhkan hati pada keikhlasan untuk seseorang yang juga memiliki hati nan teguh dalam menjaga keikhlasannya.

Kini adalah penjagaan untuk mendapatkan sebuah harapan. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi jika kita tidak saling menjaga perasaan. Meskipun ada pembenaran bahwa rasa itu fitrah adanya, namun tidak menjaganya adalah malapetaka. Allah akan selalu menjaga kita, selagi kita selalu menjaga-Nya dalam menapaki hari-hari.  Kita sedang menjaga hati untuk seseorang yang tengah menjaga hatinya untuk kita.

Kini adalah perentangan jarak untuk mendekatkan sebuah harapan. Dari jarak nan terbentang kejam kepada lantunan  do'a-do'a. Sebab tidak ada kekuatan bagi keberpisahan selain melangitkan do'a-do'a pada-Nya. Sebagai seorang hamba sudah selayaknya tidak putus dari meminta. Sebentuk bukti keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan hanya Allah SWT lah yang mampu menjawab do'a itu. Pada waktunya, kita akan tersenyum takjub bahwa, apa yang sempat  kita do'akan ternyata ada dalam dirinya. Lalu do'a-do'anya dikabulkan dalam diri kita. Kita lagi mendo'akan orang yang di entah tempatnya, pun juga sedang mendo'akan kita.

Mari kita simpan dengan rapi rasa itu, karena akan berkesan dikenakan pada waktu yang tepat. Sekarang bukan saatnya. Kini kita tengah melaju ke satu titik temu untuk satu urusan yang telah ditetapkan-Nya, urusan yang sakral, tentang harapan itu. Hukum alam yang sangat klise kita dapati, bahwa "lelaki yang baik hanya patut disandingkan dengan wanita yang baik dan wanita yang baik hanya layak dipimpin oleh lelaki yang baik."
Kini kita menjalani semua dengan sekuat yang kita mampu untuk menjalani. Sebaik yang kita bisa lakukan.

Untuk mu harapan, yang tengah dirawat,  didekatkan, yang ingin didapatkan, direnggut, diraih, dan dijemput.
Tetaplah memperbaiki diri !. Tidak harus menjadi lebih baik dari orang lain, hanya perlu  lebih baik dari dirimu dihari kemarin.

Seharusnya kita tenang, karena kita yakin bahwa Allah lah yang mengatur hidup kita. Jika Allah mampu menukar malam kepada siang, dan menutup siang kepada malam. Maka sangat tidak sulit bagi Allah swt untuk mewujudkan harapan itu.  Kita hanya butuh menanam yakin sebanyak-banyaknya, agar keraguan tidak memiliki tempat untuk berkecambah. Jangan lupa untuk menjadikan Allah sebagai gardu terdepan tujuan. Pancangkan harapan mu pada-Nya !



Minggu, 17 April 2016

Apa Kita Pernah Tahu ?



Apa kita pernah tahu, pembicaraan langit ketika melihat kita tengah berkelahi dengan perasaan. Kita yang terampil menciptakan estimasi, membayangkan hal  ke depan tentang ini dan itu. Padahal itu sangat membuat kita jerih dan tertatih perih. Betapa bermain dengan angan itu adalah sesuatu yang meresahkan. Memang pada apa yang tak tampak oleh mata, kita membutuhkan iman untuk merawatnya.
Apa kita pernah tahu, bisik-bisik angin saat kita menghelakan kisah. Menerangkan pada waktu dan menyimpannya sebagai masa lalu. Entah kisah itu menjadi penyesalan atau kesyukuran. Lantas yang setia akan senantiasa dalam do’a-nya untuk menemukan jawaban dari pertanyaan misteri.
Apa kita pernah tahu, langit malam yang gusar melihat mata kita yang enggan terlelap. Masih setia mentafakuri keinginan dan mengeja satu per satu perasaan yang dibaca hati. Menerka apa yang dikatakan saat diri telah dilempar ke masa depan tentang masa kini. Apakah akan mengutarakan deskripsi  kebahagiaan atau kenestapaan. Tiada frasa  yang kebetulan melainkan semua telah  ditakdirkan-Nya.
Apa kita pernah tahu , ada seseorang yang selalu tertunduk ketika berpapasan. Bukan karena angkuh atau enggan menyapa, ia hanya berusaha menyembunyikan perasaannya yang entah, dan terlalu malu untuk bertukar sapa. Mungkin enggan untuk memantik harap.
Kita harus tahu bahwa  apa pun bentuk ingin  saat ini, maka perlu waktu dalam prosesnya. Jangan menyerah hanya karena tidak dapat  melihat hasil yang diinginkan dalam waktu instan. Kita perlu bergantung pada Yang Maha Kuasa. Sabar itu biasanya tak menyenangkan diawal tapi manis rasanya diakhir.

Bagaimana Jika Aku Jatuh Hati



Selama ini aku mendengar kamu banyak bercerita tentang senja. Kamu yang mengisahkan senja tentang satu masa dimana pergantian siang menjadi malam. Pergantian cerah menjadi mendung. Pergantian panas menjadi dingin. Pergantian terang menjadi temaram. Pergantian lelah menjadi istirahat. Pergantian dua warna menjadi satu, kuning dan merah menjadi jingga. Mungkin juga pergantian rindu menjadi padu. 

                Kamu yang malu-malu untuk menciptakan arti yang sesungguhnya. Tapi aku tahu, kamu tidak dapat menuangkan keinginanmu sebab kamu seorang wanita.

                Bagaimana jika kamu telah membuat aku jatuh hati. Membuat aku tertarik memandang langit di ufuk timur. Menjadi terpesona pada jingganya yang bertabur. Lalu aku berdo’a diantara aroma embun. Semoga merah itu aku dan kamu bersedia menjadi kuningnya. Kemudian kita menjadi jingga di langit senja. Seperti prosa-prosa yang ku baca darimu. 

                Bagaimana jika aku memiliki perasaaan yang sama dengan perasaanmu kepada orang lain, kepada orang yang kamu harapkan. Sebenarnya aku ingin, kamu tidak berharap terlalu tinggi, karena di atas awan sana tidak ada pegangan. Aku mengharapkan kamu yang tengah mengharapkan orang lain. Sulit, kan?. Banyak orang yang mengalami seperti ini. 

Aku pun bertanya maukah kamu menjadi kuning untuk pelengkap jingga ku dan aku hanya butuh sebuah jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’.  Namun kamu membatu, membisu, dan tak bersuara.
Rumit…! Begitulah wanita.