Selasa, 17 Juni 2014

Jaringan Iblis Liberal


JARINGAN IBLIS LIBERAL

 
Diabolisme Intelektual

DiƔbolos adalah 'iblis. Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan dan bersujud kepada Adam. Tapi dia bukan atheist atau ragu pada Tuhan

Oleh Dr. Syamsuddin Arif,MA *

DiƔbolos adalah Iblis dalam bahasa Yunani kuno, menurut A. Jeffery dalam bukunya the Foreign Vocabulary of the Qur'an, cetakan Baroda 1938, hlm. 48. Maka istilah "diabolisme" berarti pemikiran, watak dan perilaku ala Iblis ataupun pengabdian padanya. Dalam kitab suci al-Qur'an dinyatakan bahwa Iblis termasuk bangsa jin (18:50), yang diciptakan dari api (15:27). Sebagaimana kita ketahui, ia dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Tuhan untuk bersujud kepada Adam. Apakah Iblis atheist? Tidak. Apakah ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan-Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen. Lalu mengapa ia dilaknat dan disebut 'kafir'? Di sinilah letak persoalannya.

Kenal dan tahu saja, tidak cukup. Percaya dan mengakui saja, tidak cukup. Mereka yang kafir dari kalangan Ahli Kitab pun kenal dan tahu persis siapa dan bagaimana terpercayanya Rasulullah SAW, sebagaimana orangtua mengenali anak kandungnya sendiri (ya'rifunahu kama ya'rifuna abna'ahum). Namun tetap saja mereka enggan masuk Islam.

Jelaslah bahwa pengetahuan, kepercayaan, dan pernyataan harus disertai dengan kepatuhan dan ketundukan, harus diikuti dengan kesediaan dan kemauan untuk merendah, menurut dan melaksanakan perintah. "Knowledge and recognition should be followed by acknowledgement and submission, " tegas Profesor Naquib al-Attas.

Kesalahan Iblis bukan karena ia tak tahu atau tak berilmu. Kesalahannya karena ia membangkang (aba, QS 2:34, 15:31, 20:116), menganggap dirinya hebat (istakbara, QS 2:34, 38:73, 38:75), dan melawan perintah Tuhan (fasaqa ?an amri rabbihi, QS 18:50). Dalam hal ini, Iblis tidak sendirian. Sudah banyak orang yang berhasil direkrut sebagai staf dan kroninya, berpikiran dan berprilaku seperti yang dicontohkannya.

Iblis adalah 'prototype' intelektual 'keblinger'. Sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur'an, sejurus setelah ia divonis, Iblis mohon agar ajalnya ditangguhkan. Dikabulkan dan dibebaskan untuk sementara waktu, ia pun bersumpah untuk menyeret orang lain ke jalannya, dengan segala cara.

"Hasutlah siapa saja yang kau bisa dari kalangan mereka dengan seruanmu. Kerahkan seluruh pasukanmu, kavalri maupun infantri. Menyusuplah dalam urusan keuangan dan keluarga mereka. Janjikan mereka [kenikmatan dan keselamatan]!" Demikian difirmankan kepada Iblis (QS 17:64).

Maka Iblis pun bertekad: "Sungguh akan kuhalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Akan kudatangi mereka dari arah depan dan belakang, dari sebelah kanan dan kiri mereka!" (QS 7:16-17). Maksudnya, menurut Ibnu ?Abbas ra, Iblis bertekad untuk menyesatkan orang dengan menebar keraguan, membuat orang ragu dan lupa pada akhirat, alergi dan anti terhadap kebaikan dan kebenaran, gandrung dan tergila-gila pada dunia, hobi dan cuek berbuat dosa, ragu dan bingung soal agama (Lihat: Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-?Az?im, cetakan Beirut, al-Maktabah al-?As?riyyah, 1995, vol. 2, hlm. 190).

Tidak sulit untuk mengidentifikasi cendekiawan bermental Iblis. Sebab, ciri-cirinya telah cukup diterangkan dalam al-Qur'an sebagai berikut. Pertama, selalu membangkang dan membantah (6:121). Meskipun ia kenal, tahu dan faham, namun tidak akan pernah mau menerima kebenaran. Seperti ingkarnya Fir'aun berikut hulu-balangnya, zulman wa 'uluwwan, meskipun dan padahal hati kecilnya mengakui dan meyakini (wa istayqanat-ha anfusuhum).

Maka selalu dicarinya argumen untuk menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan opininya. Sebab, yang penting baginya bukan kebenaran, akan tetapi pembenaran. Jadi, bukan karena ia tak tahu mana yang benar, tetapi karena ia memang tidak mau mengikuti dan tunduk pada kebenaran itu. Jadi jangan heran bila selalu saja ada cendekiawan yang meskipun nota bene Muslim, namun sifatnya seperti itu. Ideologi dan opini pemikirannya yang liar lebih ia pentingkan dan ia pertahankan ketimbang kebenaran dan aqidah Islamnya.

Dalam tradisi keilmuan Islam, sikap membangkang semacam ini disebut juga al-'inadiyyah (Lihat: Abu Hafs Najmuddin Umar ibn Muhammad an-Nasafi (w. 537 H/1142 M), al-'Aqa'id, dalam Majmu? min Muhimmat al-Mutun, Kairo: al-Matba'ah al-Khayriyyah, 1306 H, hlm. 19).

Kedua, intelektual diabolik bersikap takabbur (sombong, angkuh, congkak, arrogans). Pengertian takabbur ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.147): "Sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan orang lain (al-kibru batarul-haqq wa ghamtu n-nas)".

Akibatnya, orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an atau hadis Nabi SAW dianggapnya dogmatis, literalis, logosentris, fundamentalis, konservatif dan lain sebagainya.

Sebaliknya, orang yang berpikiran liberal, berpandangan relativistik dan skeptis, menghujat al-Qur'an maupun Hadis, meragukan dan menolak kebenarannya, justru disanjung sebagai intelektual kritis, reformis dan sebagainya, meskipun terbukti zindiq, heretik dan bermental Iblis.

Mereka bermuka dua, menggunakan standar ganda (2:14). Mereka menganggap orang beriman itu bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufaha'). Intelektual semacam inilah yang diancam Allah dalam al-Qur'an : "Akan Aku palingkan mereka yang arogan tanpa kebenaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun menyaksikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan, mereka justru menelusurinya" (7:146).

Ciri yang ketiga ialah mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran (talbis wa kitman al-haqq). Cendekiawan diabolik bukan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang batil dipoles dan dikemas sedemikian rupa sehingga nampak seolah-olah haq.

Sebaliknya, yang haq digunting dan di'preteli' sehingga kelihatan seperti batil. Ataupun dicampur-aduk dua-duanya sehingga tidak jelas lagi beda antara yang benar dan yang salah. Strategi semacam ini memang sangat efektif untuk membuat orang lain bingung dan terkecoh.

Contohnya seperti yang dilakukan oleh para pengasong gagasan inklusivisme dan pluralisme agama. Mereka mengutip ayat-ayat al-Qur'an (2:62 dan 5:69) untuk menjustifikasi pemikiran liarnya, untuk mengatakan semua agama adalah sama, tanpa mempedulikan konteks siyaq, sibaq dan lihaq maupun tafsir bi l-ma'tsur dari ayat-ayat tersebut.

Sama halnya yang dilakukan oleh para orientalis Barat dalam kajian mereka terhadap al-Qur'an dan Hadis. Mereka mempersoalkan dan membesar-besarkan perkara-perkara kecil, mengutak-atik yang sudah jelas dan tuntas, sambil mendistorsi dan memanipulasi (tahrif) sumber-sumber yang ada. Hal ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat kebanyakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani yang karakternya telah dijelaskan dalam al-Qur'an 3:71, "Ya ahla l-kitab lima talbisuna l-haqq bi l-batil wa taktumu l-haqq wa antum ta'lamun?" Yang sangat mengherankan ialah ketika hal yang sama dilakukan oleh mereka yang zahirnya Muslim.            

Karena watak dan peran yang dilakoninya itu, Iblis disebujuga Setan (syaytan), kemungkinan dari bahasa Ibrani 'syatan', yang artinya lawan atau musuh (Lihat: W. Gesenius, Lexicon Manuale Hebraicum et Chaldaicum in Veteris Testamenti Libros). Dalam al-Qur'an memang ditegaskan bahwa setan adalah musuh nyata manusia (12:5, 17:53 dan 35:6). Selain pembangkang ('asiyy), setan berwatak jahat, liar, dan kurang ajar (marid dan marid). Untuk menggelincirkan (istazalla), menjerumuskan (yughwi) dan menyesatkan (yudillu) orang, setan juga memakai strategi. Caranya dengan menyusup dan mempengaruhi (yatakhabbat), merasuk dan merusak (yanzagh), menaklukkan (istahwa) dan menguasai (istah'wadza), menghalang-halangi (yasudd) dan menakut-nakuti (yukhawwif), merekomendasi (sawwala) dan menggiring (ta'uzz), menyeru (yad'u) dan menjebak (yaftin), menciptakan imej positif untuk kebatilan (zayyana lahum a'malahum), membisikkan hal-hal negatif ke dalam hati dan pikiran seseorang (yuwaswis), menjanjikan dan memberikan iming-iming (ya'iduhum wa yumannihim), memperdaya dengan tipu muslihat (dalla bi-ghurur), membuat orang lupa dan lalai (yunsi), menyulut konflik dan kebencian (yuqi'u l-'adawah wa l-baghda'), menganjurkan perbuatan maksiat dan amoral (ya'mur bi l-fahsya' wa l-munkar) serta menyuruh orang supaya kafir (qala li l-insani-kfur).

Nah, trik-trik inilah yang juga dipraktekan oleh antek-antek dan konco-konconya dari kalangan cendekiawan dan ilmuwan. Mereka disebut awliya' al-syaytan (4:76), ikhwan al-syaytan (3:175), hizb al-syaytan (58:19) dan junudu Iblis (26:94). Mereka menikam agama dan mempropagandakan pemikiran liar atas nama hak asasi manusia (HAM), kebebasan berekspresi, demokrasi, pembaharuan, pencerahan ataupun penyegaran.

Semua ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru atau pertama kali terjadi, seperti segera diketahui oleh setiap orang yang membaca sejarah pemikiran Islam. Semuanya merupakan repetisi dan reproduksi belaka. History repeats itself, kata pepatah bule. Hanya pelakonnya yang beda, namun karakter dan perannya sama saja. Ada Fir'aun dan ada Musa as. Muncul Suhrawardi al-Maqtul, tetapi ada Ibn Taymiyyah. Lalu lahir Hamzah Fansuri,  namun datang ar-Raniri, dan seterusnya.

Al-Qur'an pun telah mensinyalir: "Memang ada manusia-manusia yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu, dan menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya, bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka" (22:3-4). Maka kaum beriman diingatkan agar senantiasa menyadari bahwa "sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada kroninya untuk menyeret kalian ke dalam pertengkaran. Jika dituruti, kalian akan menjadi orang-orang yang musyrik" (6:121). Ini tidak berarti kita dilarang berpikir atau berijtihad. Berpendapat boleh saja, asal dengan ilmu dan adab. Wallahu a'lam.

*Penulis adalah peneliti INSISTS, kini menempuh program doktor keduanya di Universitas Frankfurt, Jerman


Sumber: www.nojil.8m.net




Rabu, 11 Juni 2014

Bulir-Bulir Thaharah Hati

Cintamu laksana cahaya,

membiaskan rindu yang bertahmid,

di antara tabir ilusi duniawi,

kau susuri langit azali-Nya…



Dahaga kasihmu hawa,

memimpikan salsabila cinta-Nya,

hingga kulzum fatamorgana,

kau ingkari demi redha-Nya,



Zahir ikhlas kasihmu,

bersanding dzikir-dzikir ma’rifah,

sebagai peneguh rindu tak bernoda,

ikrar setia cintamu pada-Nya…



Lembaran tasawwuf hatimu,

menitiskan janji yang bertauhid,

pengikat hatimu hati-Nya,

syahadah satu cinta yang bertahta…



Bias-bias tarekat cinta,

menghijrahkan rindu ke tujuh langit-Nya,

sahaya dirimu yang fana,

merekah dalam kuntuman zuhudmu…



Wahai hawa, terjagalah dirimu

dengan hijab-hijab cinta,

pengungkap saujana tak berjarak,

merengkuh mawar-mawar shirat-Nya,

tuk memandang Dia kekasihmu…

Kala kuasar rindu di etala langit jingga,
memantulkan kasih yang bertafakur
dalam binal butiran tasbih…
Binar jauziyah malam
merunduk lembut di putik
nafsi yang berdzikir,
ketika kuteguhkan harap dan doa
dalam sujud akhirku,
menjadi titis thaharah  cinta
Mengadu untuk ketetapan pilihanNya…
Sebersik rasa yang menjajah,
menyibak sayap-sayap mujahadah hati,
sebagai keteduhan dalam ketundukan
di balik mihrab penantianku…
Ketika siraj kerinduan merengkuh hadirmu,
di atas singgasana ta’assub iman,
Semua sirna dalam keinsyafan .


Tutur Penantian

Allah selamatkanlah hati ini dari segala hembusan syaitani,
aku begitu pahamkan gelora neraka dan pesona syurga.
maka tak niat diri berenang dalam murka.
hati yang renyuh kala merindukannya, pada paduan tulung rusuk yang ada di lauh mahfudz.
ini fitrah tak tersayat kemunafikan, aku rindu padanya....
kepada yang akan menerbangkan hamba dengan sayap takwa,
melabuhkan rasa pada Sang Pencipta dalam cinta yang diridhoi,
mengokohkan ikrar setia menjadi hamba sahaya Tuhan Nan Esa bersama tuntunan al-Qur'an,
menempuh perjalanan amal bersama dalam suka dan duka, meneguhkan kesabaran, memupuk benih iman, melerai segala mungkar tetap bersama dia yang kini ku merindu.

aku yang membumi tertancap dalam rotasi,
kau langit yang didamba untuk terus melindungi dalam titah Ilahi.
tak dapat disentuh dan menyentuh begitu jauh oleh jarak ketetapan.
hanya dapat saling memandang dan tersipu dalam insyaf, lafadz istighfar.
entah akankah aku menjadi debu hingga lepas melalang menghampirinya.
atau dia meleburkan diri dalam hujan yang akan meleraikan kerontang rindu.
semua kuserahkan pada Allah saja.

Rabu, 04 Juni 2014

Kematian Edisi 5

      Sahabat Blog Aisyla, tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang. Guru tersebut mampu membentuk perasaan yang membesihkan ibadah dan amalan dari noda-noda riya dan syirik dalam semua bentuk, menjadikan hati langsung menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Sehingga hadirlah rasa takut yang hanya semata untuk Allah saja dan  menepis segala bayangan makhluk dalam hatinya. 
        Mengenang kematian artinya menelusuri kehidupan abadi setelah kehidupan singkat dan penuh tipuan du dunia ini. Sehingga keimanannya pada hari berbangkit, hari pembalasan, hari akhir, dan keonsekuensi syurga neraka kian menggebu-gebu. Terlebih keyakinan pada hari kiamat, saat bumi bergetar dan bergoncang dengan sekeras-kerasnya sehingga yang terkadung di dalamnya termuntahkan dan keluarlah segala sesuatu yang membebaninya selama ini, baik yang berupa jasad-jasad berbagai makhluk maupun tambang-tambang. Seakan-akan dengan termuntahkannya semua itu, bumi menjadi ringan dari beban-beban berat yang dikandungnya selama ini.  Dengan mentadabburi Q.S.az-Zalzalah: 1-2 akan tercitra pemandangan yang menggoyangkan kaki orang-orang yang mendengarkan surah ini. Juga menggoncangkan segala sesuatu yang selama ini kukuh mantap di atasnya. Sehingga terbayanglah olehnya seakan-akan mereka sedang terhuyung-huyung dan sempoyongan, sedang bumi yang dipijaknya bergoncang dan bergelombang. Sebuah visualisasi yang melepaskan hati dari segala sesuatu yang dulu mempesonakannya di bumi, dan dikiranya akan lestari dan abadi. 
   Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Dapat disimak dalam Q.S az-Zalzalah: 6-8, dalam ayat tersebut manusia kebingungan dan ketakutan yang menyengat hati, bingung dan heran, terguncang dan pusing tak karuan. Hampir tak bisa menarik nafas lagi dan menghadapi kejadian pengumpulan manusia di Padang Masyar, dihisab dan dimintai pertanggungjawaban, ditimbang amal perbuatannya, dan diberi balasan masing-masing yang setimpal.  Kelak kemana saja mata memandang, manusia akan melihat bayang-bayang orang yang bangun dari kubur kemudian pergi dengan cepat. Ia tidak melambaikan kepada sesuatupun. Benar-benar detik-detik yang mencekam dan tak terlukiskan oleh aksara maupun bahasa manusia. Amat dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan mendebarkan. Beginilah kondisi manusia setelah kematian. . . . .
         Saya tentu tak sempurna dalam beramal, lalu saya mencoba menggali inspirasi yang dapat menstimulus agar menyempurnakan amal kebaikan yang dicintai Allah. Itulah yang menjadikan saya tertarik terus mengelupas dan menguliti habis nasihat kematian ini. Dengannya saya akan berupaya selalu untuk mensyukuri nikmat waktu. Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” Na'udzubillah.....       
      Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga. Dan bekal terbaik yang harus dipersiapkan hanyalah takwa bukan yang lain.
       Oleh karena itu, hendaknya manusia merasa takut dengan semua bentuk perbuatannya. Karena kematian selalu mengawasi dan siap untuk menerkan tanpa kata tunda. Semoga nasihat ini menjadi irama musikal di hati yang begitu keras, mengentak dan menggetarkan diri untuk kembali kepada Allah lagi terutama saya yang menulisnya. Mohon doanya juga.

Salam Penulis: Sulastriya Ningsi, S.Si



Senin, 02 Juni 2014

Kematian Edisi 4

    Saya selalu menjadikan agenda mengingat kematian sebagai jadwal wajib pada malam hari sebelum tidur. Makanya, saya sempatkan untuk membaca nasihat seputar kematian dan menulisnya kembali. Karena ini salah satu metode
Saya untuk bisa mensuplai kembali iman yang terluka-luka akibat sayatan kegiatan dari pagi hingga malam. Berikut nasihat pelembut hati edisi kali ini.

Umur di dunia bersifat faniyah (berakhir). Kehidupan di dunia, seperti diriwayatkan Imam Ahmad, bagaikan seorang pengendara berjalan pada suatu hari yang panas. Ia berlindung di bawah sebatang pohon sesaat, kemudian berjalan lagi dan meninggalkannya. Dunia ini timbul, tenggelam, dan tidak muncul lagi.

Sedangkan usia di akhirat bersifat baqiyah (kekal abadi). Orang yang selalu beramal shalih di dunia dengan niat ikhlas, umurnya akan berlanjut sampai ke akhirat dengan kebahagiaan. Tapi, siapa yang mati tanpa amal, maka ia bagaikan naik kapal tanpa membawa bekal. Ia akan menderita.

Sesungguhnya kenikmatan surga, yang tidak terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, tidak terbersit di dalam hati, bisa melupakan segala keletihan dan kepahitan dunia. Sebaliknya, siksa neraka itu melupakan setiap kelapangan, kenikmatan, dan kemanisan dunia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) berfirman:

Bagaimana pendapatmu, kalau Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka siksa yang dijanjikan kepada mereka? Niscaya tiada berguna untuk melindungi mereka, kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka itu. (Asy Syuara [26]: 205-207)

Dua Nasehat

Ada dua nasihat yang sangat berharga bagi manusia: nasihat berbicara, yaitu al-Qu`ran; dan nasihat diam, yakni kematian.


Sabtu, 31 Mei 2014

Aktifis Dakwah

    Saat ini dakwah memiliki ruang yang semakin lapang untuk berkiprah. Era reformasi telah memberikan kesempatan yang luas bagi dakwah untuk melakukan mobilitas vertikal dalam wujud semakin signifikannya pengaruh dakwah di tataran politik dan kekuasaan negara. Mobilitas hirizontal dalam wujud semakin menyebarnya fikrah dakwah di kalangat umat.
     Peluang yang besar ini tentu perlu disikapi secara sigap oleh para aktivis dakwah agar tidak mubazir dan sia-sia. Tugas kita sebagai aktivis dakwah adalah merancang agenda dakwah ke depan sambil tidak lupa untuk berbuat bagi kemajuan dakwah di masa kini.
    Imam asy-Syahid Hasan al-Banna menyampaikan:"Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap totalitas. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barang siapa yang lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang duduk. Lalu Allah swt akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan lebih sanggup memikul beban dakwah ini". Nasihat ini seyogyanya mampu membius seluruh sel di tubuh untuk kembali bangkit dari kefuthuran dan menyirami kembali hati dengan ghiroh fastabiqul khairat di jalan dakwah.
    Untuk ikhwah fillah yang ingin meningkatkan kontribusinya demi mencari ridho Allah. Jihad adalah bagian dari dinamika hidup yang menyenangkan. Saat kita menjadikan jihad sebagai hobi/kesukaan yang ditekuni maka ia takkan lagi dipandang sebagai sesuatu yang menjemukan melainkan telah menjadi kebutuhan. Jika jihad menjadi bagian perjalanan hidup yang menyenangkan, otomatis pikiran, hati, dan amal kita selalu berbakti pada jihad. Kita akan selalu mempelajari masa lampau, berbuat untuk masa kini, dan berfikir untuk masa depan bagi jihad sehingga agenda hidup kita adalah jihad.
      Jihad memiliki banyak lahan salah satunya adalah dakwah. Bahkan dakwah lahan jihad permanen karena bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dalam dakwah sikap yang perlu ditonjolkan adalah keikhlasan, perhatikan ucapan Imam Hasan al-Banna, " Kami tidak mengharapkan sesuatu dari manusia; tidak mengharapkan harta, tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih. Yang kami harapkan hanyalah pahala dari  Allah, Dzat yang telah menciptakan kami." Baik itu ujian maupun cobaan yang melanda harus disikapi dengan kelapangan hati dan ikhlas dalam menerima ketetapan Allah. Begitu pula dalam dakwah ikhlas adalah komponen utama yang menjadi pendorong amal kita sampai ke sisi Allah.
    Sesungguhnya kekuatan dakwah kita ada dalam tarbiyah. Tarbiyah merupakan ruh dan energi kita. Sekali saja kita menggeser tarbiyah menjadi kegiatan sekunder, saat itu juga dakwah kehilangan kekuatannya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya mutu gerakan Islam sejajar dengan mutu tarbiyah yang dilakukannya. Tarbiyah individual (Dzatiyah) menduduki rating tertinggi yang harus terus diperhatikan bagi segenap aktifis dakwah disamping tarbiyah komunal.
   Semoga Allah terus menjaga kita dalam tarbiyah, dalam dakwah, dan terus berkiprah sebagai agen penegak panji Allah, aktivis dakwah. Serta menguatkan jalan dakwah dan segenap pemangku dakwah agar terus istiqamah hingga menggapai kemenangan sejati yakni melihat wajah Allah.









Surat Cinta untuk Antum By: Nugroho

Dakwah berdiri di atas aqidah yang kokoh, ibadah dan ilmu yang shohih, niat yang lurus, dan iltizam yang kuat
Dakwah adalah proyek besar membangun peradaban umat
Dakwah adalah jalan yang sukar dan terjal
Dakwah adalah jalan yang sangat panjang
Dakwah penuh dengan gangguan, cobaan, dan ujian
Dakwah bukan jalan yang ditaburi bunga dan wewangi kesturi
Dakwah butuh komitmen yang kuat dari pengembannya
Dakwah memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil, tanpa putus asa, dan putus harapan
Dakwah butuh pengorbanan dan kesungguhan
Dakwah butuh kesabaran dan keistiqomahan

Teruntuk para pejuang,

Sudah teguhkah azzam yang kau pancang?
Benarkah perjuanganmu karena ALLAH?
Mundurlah, dan luruskan kembali niatmu, jika:
Nafsu masih merajaimu
Kilauan permata masih menyilaukanmu
Kesenangan dunia masih melenakanmu
Syaithan masih bersarang di dadamu dan menjadi teman setiamu
Kenikmatan semu masih membuaimu dan menutup mata batinmu
Percayalah, semua itu adalah keindahan sesaat yang akan menggoyahkan tekadmu. Allah Azza Wa Jalla sengaja ciptakan itu sebagai ujian bagimu!
Berbahagialah jika kau menjadikan Allah `Azza wa Jalla sebagai tujuan akhirmu, puncak kerinduanmu. Dan jadilah antum sebagai orang-orang yang beruntung!

Untuk jiwa-jiwa yang merindukan kemenangan
Untuk setiap diri yang mengaku sholih
Untuk mereka yang mengajak kepada jalan yang lurus
Untuk mereka yang saling menasehati dalam kebenaran dan kebaikan
Ketika jalan yang kalian tempuh begitu sukar, ketika amanah yang kalian emban begitu berat, ketika tanggung jawab yang kalian pikul begitu banyak, terkadang kalian lupa dengan azzam yang kalian tanam sebelumnya, kalian lalai dan terlena. Kalian lupa membersihkannya, membidiknya, mengontrolnya, memuhasabahinya, dan lupa untuk meluruskannya kembali. Apakah dunia yang fana lebih kau cintai daripada kampung akhirat yang kekal abadi?

Duhai para pecinta ALLAH
Duhai yang meneladani Muhammad Rasulullah
Duhai yang menjadikann Al-Quran sebagai pedomannya
Duhai yang berjihad di jalanNya dengan sebenar-benarnya jihad
Duhai yang memburu syahid sebagai cita-cita tertingginya

Dakwah telah memanggilmu!
Umat menunggu pencerahan darimu!
Letih sudah mata ini menyaksikan kemaksiatan merajalela.
Lelah sudah kaki melangkah, karena setiap jengkal yang dipijak, bumi merasa terdzolimi oleh manusia-manusia tak beradab.
Lunglai tubuh ini ketika mendapati hukum-hukum Allah diganti dengan hokum-hukum makhluk yang hanya menebar kerusakan.
Perih hati ini ketika menemukan thoghut-thoghut bersarang di dalamnya.
Menangis batin ini menyaksikan saudara-saudara seiman, seislam, dan seaqidah saling caci, saling menyalahkan, saling bermusuhan. Lalu ke mana perginya ukhuwah? Apakah ukhuwah hanya berlaku pada segolongan atau sekelompok umat yang bernaung dalam satu jamaa’ah?

Wahai yang mengaku diri aktivis haroki,

Sudah benarkah aktivitas yang antum jalani dalam menyeru manusia ke jalan ALLAH?
Serulah dirimu sebelum kau menyeru orang lain.
Sudahkah ghiroh yang kau miliki kau poles dengan ilmu yang shohih? Karena semangat saja belum cukup! Teruslah tholabul’ilm. .
Sudah efektifkah syuro-syuro antum? Apa yang ada dalam syuro hanya obrolan sia-sia yang mengundang tawa? Senda gurau tak bermakna? Tak ada lagi kesungguhan dan fokus menyelesaikan masalah? Terlalu banyak basa-basi dan kata-kata tak berarti?
Bagaimana cara antum merumuskan, mengatur strategi jitu, menyusun konsep, menetapkan target, men-SWOT, dan lain sebagainya, sudah syar’ikah? Sudahkah antum pantau terus niatmu agar tetap lurus di awal, di tengah, sampai ke penghujungnya? Di sini niat dan tujuan harus selalu di luruskan. Bukan demi keegoisan masing-masing individu atau jama’ah, tapi demi tegaknya Dienullah.
Lalu, bagaimana kenyataannya di lapangan? Teknis yang telah antum usahakan bersama? Apakah ada titik-titik noda di dalamnya?
Hijab yang semakin longgar, virus merah jambu yang semakin menyebar, ukhuwah yang kian memudar, barisan yang terpencar. Atau mungkin sms-sms taujih yang menyebar di kalangan ikhwan dan akhowat yang kemudian mengotori hati-hati mereka, menodai niat tulus mereka. Dari kata-katanya, ada rasa kagum pada ghirohnya, salut pada keteguhannya, simpatik pada ke-haroki-annya, dan tersanjung pada perhatiannya. Benih-benih inilah yang akan tumbuh bersemi di hati dan mengefek pada amal sehari-hari.
Mungkin saja fenomena-fenomena itu yang mengurangi keberkahan dakwah sehingga ALLAH ‘Azza wa Jalla belum mau menghadiahkan kemenangan itu pada kita! Karena di samping menyeru kepada kebenaran, tentara-tentara Allah itu juga menggandeng kemaksiatan, apapun bentuknya!

Akhi wa Ukhti…

Di mana antum berada saat saudara-saudara antum di belahan bumi yang lain sedang megangkat senjata, menghadang tank-tank zionis, melempar bom dan batu kerikil di medan intifadha? Di mana antum saat mereka berburu syahid? Yang mereka pertaruhkan adalah nyawa, akhi! Nyawa, ukhti! NYAWA!
Jika darah tak mampu antum alirkan, maka di mana saat saudara-saudara antum sedang bermandi peluh menyiapkan kegiatan-kegiatan dakwah, acara-acara syiar Islam, daurah, bakti sosial, dan seabrek agenda-agenda dakwah yang lain.
Di mana antum saat yang lain sedang membuat publikasi, mendesain dekorasi, menyediakan konsumsi, atau menyebar proposal, mencari dana ke sana ke mari? Semua demi kelancaran acara. Demi syiar Islam! Agar dakwah terus menggaung di berbagai penjuru. Agar Islam tetap berdetak di jantung masyarakat. Masyarakat yang kini telah hilang jati dirinya sebagai hamba ALLAH. Masyarakat yang kini malu mengaku sebagai Muslim. Masyarakat yang kini phobi dengan syari’at Islam. Ya, masyarakat itu kini ada di sekeliling kita. Mereka hadir di tengah-tengah kita. Mereka adalah objek dakwah kita!

Wahai yang masih memiliki hati tempat bersemayamnya iman, apakah ia tidak lagi bergetar kala ayat-ayatNya diperdengarkan? Apakah ia tak lagi geram ketika melihat kemungkaran terjadi di hadapannya?
Wahai yang memiliki mata yang dengannya antum bias melihat indah dunia, apakah ia tak lagi menangis saat dikabarkan tentang azab, ancaman, dan siksaan? Apakah ia tak lagi meneteskan cairan hangatnya ketika bangun di tengah malam dalam sujud-sujud panjang? Apakah ia tak lagi mengalirkan butiran-butiran beningnya ketika melihat saudaranya yang seaqidah didzolimi, dirampas hak-haknya, dilecehkan dan di aniaya, bahkan dibunuh karena mempertahankan diennya?

Ke mana kalian wahai aktivis dakwah?
Di mana kini antum berada?
Sedang bersantai ria di kamar sambil mendengar nasyid kesukaan?
Terbuai di atas kasur dengan bantal empuk dan selimut tebal?
Bersenda gurau bersama kawan-kawan?
Membaca novel-novel picisan?
Atau…sedang melamun memikirkan sang pujaan?

Dakwah hanya dimenangkan oleh jiwa-jiwa bermental baja, bertekad besi, berhati ikhlas. Orang-orang beriman yang mengatasi persoalan dengan ilmu yang shohih dan memberi teladan dengan amal.
Perjalanan panjang ini membutuhkan mujahid/ah perkasa yang mampu melihat rintangan sebagai tantangan, yang melihat harapan di balik ujian, dan menemukan peluang di sekeliling jebakan.
Ke mana militansi yang antum miliki?
Ke mana ghiroh membara yang antum punya?
Pejuang sejati adalah mereka yang membelanjakan hartanya di jalan dakwah, menjual dunianya untuk akhiratnya, menorbankan nyawanya demi jihad fisabilillah, menggunakan seluruh waktu dan sisa umurnya untuk memeperjuangkan dan mengamalkan Islam.
Dakwah TIDAK BUTUH aktivis-aktivis MANJA!
Dakwah TIDAK BISA DIPIKUL oleh orang-orang CENGENG, MENTAL-MENTAL CIUT, NYALI YANG SETENGAH-SETENGAH, dan GERAK YANG LAMBAN!
Barisan dakwah harus disterilkan dari prajurit-prajurit yang memiliki sifat-sifat seperti di atas (manja, cengeng, mental ciut, nyali setengah-setengah, ragr-ragu, dan lamban bergerak). Karena, keberadaan mereka hanya akan menularkan dan menyebarkan aroma kelemahan, kerapuhan, kepasrahan, dan kekalahan di tengah-tengah barisan.
Dakwah butuh pejuang-pejuang tangguh untuk mengusungnya.
Dakwah butuh orang-orang cerdas untuk memulainya, orang-orang ikhlas untuk memperjuangkannya, orang-orang pemberani untuk memenangkannya!
Antumlah orang-orang terpilih yang mengukir sejarah itu!

Sumber:  www.nugie28.wordpress.com