Rabu, 04 Juni 2014

Kematian Edisi 5

      Sahabat Blog Aisyla, tak ubahnya seperti guru yang baik, kematian memberikan banyak pelajaran, membingkai makna hidup, bahkan mengawasi alur kehidupan agar tak lari menyimpang. Guru tersebut mampu membentuk perasaan yang membesihkan ibadah dan amalan dari noda-noda riya dan syirik dalam semua bentuk, menjadikan hati langsung menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Sehingga hadirlah rasa takut yang hanya semata untuk Allah saja dan  menepis segala bayangan makhluk dalam hatinya. 
        Mengenang kematian artinya menelusuri kehidupan abadi setelah kehidupan singkat dan penuh tipuan du dunia ini. Sehingga keimanannya pada hari berbangkit, hari pembalasan, hari akhir, dan keonsekuensi syurga neraka kian menggebu-gebu. Terlebih keyakinan pada hari kiamat, saat bumi bergetar dan bergoncang dengan sekeras-kerasnya sehingga yang terkadung di dalamnya termuntahkan dan keluarlah segala sesuatu yang membebaninya selama ini, baik yang berupa jasad-jasad berbagai makhluk maupun tambang-tambang. Seakan-akan dengan termuntahkannya semua itu, bumi menjadi ringan dari beban-beban berat yang dikandungnya selama ini.  Dengan mentadabburi Q.S.az-Zalzalah: 1-2 akan tercitra pemandangan yang menggoyangkan kaki orang-orang yang mendengarkan surah ini. Juga menggoncangkan segala sesuatu yang selama ini kukuh mantap di atasnya. Sehingga terbayanglah olehnya seakan-akan mereka sedang terhuyung-huyung dan sempoyongan, sedang bumi yang dipijaknya bergoncang dan bergelombang. Sebuah visualisasi yang melepaskan hati dari segala sesuatu yang dulu mempesonakannya di bumi, dan dikiranya akan lestari dan abadi. 
   Nilai-nilai pelajaran yang ingin diungkapkan guru kematian begitu banyak, menarik, bahkan menenteramkan. Dapat disimak dalam Q.S az-Zalzalah: 6-8, dalam ayat tersebut manusia kebingungan dan ketakutan yang menyengat hati, bingung dan heran, terguncang dan pusing tak karuan. Hampir tak bisa menarik nafas lagi dan menghadapi kejadian pengumpulan manusia di Padang Masyar, dihisab dan dimintai pertanggungjawaban, ditimbang amal perbuatannya, dan diberi balasan masing-masing yang setimpal.  Kelak kemana saja mata memandang, manusia akan melihat bayang-bayang orang yang bangun dari kubur kemudian pergi dengan cepat. Ia tidak melambaikan kepada sesuatupun. Benar-benar detik-detik yang mencekam dan tak terlukiskan oleh aksara maupun bahasa manusia. Amat dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan mendebarkan. Beginilah kondisi manusia setelah kematian. . . . .
         Saya tentu tak sempurna dalam beramal, lalu saya mencoba menggali inspirasi yang dapat menstimulus agar menyempurnakan amal kebaikan yang dicintai Allah. Itulah yang menjadikan saya tertarik terus mengelupas dan menguliti habis nasihat kematian ini. Dengannya saya akan berupaya selalu untuk mensyukuri nikmat waktu. Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” Na'udzubillah.....       
      Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga. Dan bekal terbaik yang harus dipersiapkan hanyalah takwa bukan yang lain.
       Oleh karena itu, hendaknya manusia merasa takut dengan semua bentuk perbuatannya. Karena kematian selalu mengawasi dan siap untuk menerkan tanpa kata tunda. Semoga nasihat ini menjadi irama musikal di hati yang begitu keras, mengentak dan menggetarkan diri untuk kembali kepada Allah lagi terutama saya yang menulisnya. Mohon doanya juga.

Salam Penulis: Sulastriya Ningsi, S.Si



Tidak ada komentar:

Posting Komentar