Rabu, 18 Januari 2017

Wanita Akhir Zaman

Aku masih menunggunya, setahuku perempuan itu tidak pernah datang  terlambat. Ini tidak seperti biasanya. Sedang gemuruh dihati atas perasaan ini sudah tak tahan untuk ditumpahkan padanya. Jika di kota ini ada laut, tepiannya adalah ruang lega untuk melepas jeritan terhebat sepanjang sejarah hidupku. Kemana perempuan yang setia dengan mushafnya itu, pikirku.

"Wa, Assalamu'alaikum."
Frekuensi suara itu lumayan meredam didihan di hati ini. Akhirnya, perempuan itu datang. Kali ini aku tak melihat mushaf dalam genggamannya. Kian aku selidiki, kali saja dalam tasnya. Tapi ia tak menyandang ransel coklat kesayangannya itu. Mulai terbersit kecurigaan yang bertemali dengan kedatangannya yang sudah terlambat hampir satu jam.

"Alhamdulillah, kamu datang juga"
  "Iya maaf aku telat parah kali ini, semoga tak mengurangi keseruan silaturahim kita ya, Wa"

Aneh, aku tak mendapatkan penjelasan kenapa ia terlambat dan wajahnya begitu setia dengan senyum nan aduhai itu. Melihat aura wajahnya sudah cukup membuat aku tersiram  tenang tanpa harus meminta solusi.

"Tumben kamu telat?", tanyaku penuh selidik.

"Eumh, kamu ngundang aku ke kafe ini cuma buat nanyain kenapa aku telat, haha". Ia menyeringai sekedarnya.

Aku memesan beberapa menu sebelum memulai perbincangan hangat kami.

"Kamu tahu gak, proses aku sama Jaz gak bisa diteruskan karena tetiba dia sudah memutuskan  pilihan dengan yang lain, tanggal pernikahan mereka pun sudah ditetapkan. Trus, kamu tahu gimana rasanya jadi seorang aku?" . Ungkap ku meledak padanya dengan sesegukan isak yang sudah satu jam lalu ku tahan.

Aku langsung to do point, karena aku kenal Ia  bukanlah tipe   yang suka dengan statement berbelit-belit. Ia  menanggapiku dengan seulas senyum dan menatap lekat mataku. Lalu angkat suara.

"Bersyukurlah, kamu tidak ada urusan dengan keputusannya memilih yang lain. Karena urusan mu hanya antara kamu dengan Allah. Laki-laki itu hanya sebatas ujian. Cukup. Baik sekali bahwa ia telah memberimu waktu untuk menjadi lebih baik. Karena kamu terlalu baik baginya dan dia  bukan baik untukmu menurut Allah. Penangguhan waktu itu akan penuh kebaikan jika kamu mampu membuatnya menjadi berkah. Al-Qur'an adalah sumber keberkahan bagimu.

Bersyukur, karena Allah menginginkan anakmu kelak akan lahir dari seorang Ibu yang memiliki banyak hafalan Qur'an lagi luas pemahaman Qur'annya, agar dengan itu Allah akan semakin berkahi keluarga yang akan kamu bina kelak.

Percayalah, pernikahan itu tidak seperti tayangan sinetron di TV atau sinema film layar lebar. Di dalamnya ada amanah besar untuk menjadi seorang istri dan ibu. Do'a yang kamu langitkan terlampau hebat. Maka untuk do'a itu di ijabah kamu harus melewati proses yang hebat pula. Bisa jadi waktu penangguhan itu adalah jalan terbaik menuju pengabulan do'a yang kamu pinta pada Allah di sepanjang sujud malam-malam itu.

Ini adalah waktu terbaik untuk kamu lebih dekat dengan al-Qur'an. Kamu tahu fenomena sekarang. Zaman dimana tumpah ruah wanita yang khawatir dan sibuk dengan cerita jodoh dan imamnya kelak. Namun, mereka abai akan al-Qur'an. Lalu, mereka mengatakan ingin menikah di jalan dakwah! Huh, itu terlalu picik. Sedang mereka sadar bahwa amunisi dan ruh dakwah adalah al-Qur'an dan as-Sunnah.

Semestinya, kesibukan kita tidak semata perkara jodoh. Namun kesibukan kita adalah dengan al-Qur'an. Bayangkan betapa bahagianya anak-anak mu kelak akan memiliki seorang ibu yang penghafal Qur'an bahkan shohibul Qur'an. Yang semasa akhwatnya terus sibuk dengan belajar dan mengajarkan  al-Qur'an. Jika ia ingin berdendang, maka dendangannnya adalah al-Qur'an, jika ia ingin mendengar lagu, maka lagunya adalah muratal Qur'an, jika ia ingin berucap maka makna kata-katanya sarat akan nilai-nilai Qur'an. Apa itu tidak lebih menggiurkan untuk dipersiapkan?"

Aku tak dapat berucap sepatah kata pun . Dada ku mulai terasa sesak oleh sesal. Betapa banyaknya waktu yang kuhabisnya hanya untuk perkara yang tidak membuat do'a-do'a itu di ijabah. Aku merunduk dalam istighfar bertalu-talu.

Saat aku angkat pandangan, ternyata perempuan itu telah menghilang entah kemana.

"Wanita akhir zaman terlampau sibuk tentang perkara jodoh dan Imam baginya, namun abai akan al-Qur'an", kalimat ini menancap kuat dalam pikiran dan hatiku.

Selasa, 17 Januari 2017

Perempuan Pecinta al-Qur'an

Siang ini terik sangat.  Seperti  keringatnya  menuju titik optimal membasahi pakaian perempuan itu. Ia menyekat dahinya yang tengah diguyur keringat. Mushaf berwarna coklat terang dengan perpaduan kuning tak pernah absen dari jemarinya. Hari ini perempuan itu menggunakan gamis polos merah muda dengan hijab lebar bermotif bunga, tampak begitu serasi dengan gamis yang ia kenakan. Ia  Duduk di taman depan perpustakaan pusat kampus, sesekali ia membuka mushaf itu lalu menutupnya kembali dengan gerakan bibir yang seperti ada makna dalam pada bacaannnya itu. Aku memperhatikannya dari kejauhan.

Wajahnya menyemburatkan air muka yang bergairah. Entah kenapa, aktifitasnya yang sangat padat seolah tak mendatangkan lelah sedikitpun bagi perempuan itu. Sinar sengatan mentari siang ini pun tak sanggup mengurungkan langkahnya untuk menuju ke tempat dimana perempuan itu belajar Tahfidz Qur'an nanti sore. Padahal aku sangat hafal bahwa dari jam 03.30 wib ia sudah keluar kos. Memangl Perempuan itu, selalu menghabiskan waktu-waktu mustajabnya  di salah satu mesjid dekat kos-kosan yang kami tempati. Alhamdulillah, mesjid tersebut memang sengaja mulai dibuka pukul 03.00 wib untuk memfasilitasi jama'ah yang ingin tahajud.

Hari ini aku tahu bahwa ada jadwal kuliahnya di pasca jam 07.00 wib pagi tadi. Tapi berangkat dari rumah sejak jam 03.30 wib. Ia selalu begitu, katanya "Saya tidak punya waktu untuk menghafal selain sebelum berangkat kuliah". Aku hanya mengangguk malu pada diri sendiri.

Aku mengenal perempuan itu  selama 1 semester ini, Leha. Perempuan yang selalu membawa al-Qur'an dalam lisan, tindakan, dan hatinya. Begitulah yang dapat aku deskripsikan padanya. Leha memiliki impian menjadi 'Shohibul Qur'an'. Seorang yang selalu ingin dekat dengan al-Qura'n. Berjuang untuk belajar dan mengajarkan Al-Qur'an dalam sisa umur yang masih Allah berikan.  Sekarang ia tengah berupaya menyelesaikan hafalan 30 juznya. Ia tak pernah henti untuk mengajakku mengulang hafalan dan memotivasi untuk menambah hafalan. Baginya, menghafal Qur'an adalah harga mati bagi seorang da'i yang tulus ingin mengorbankan diri dalam mencapai keridhoan Allah. MasyaAllah.

Walau menghafal sambil menyelesaikan program magister, tidak membuatnya berhenti berjuang. Bahkan guru tahfidznya adalah setiap santri tahfidz yang ada di mesjid itu. Baginya, al-Qur'an lah yang akan menjadikannya dimuliakan Allah  dan sebab bersama al-Qur'an lah ia akan mendapat penuh keberkahan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Leha berhasil membuktikan bahwa dengan menghafal Qur'an tidak menghalanginya mencapai prestasi maksimal di kampus. Hasil IP nya semester sangat memuaskan dan aku menjadi saksi nyata begitu penuh berkah hidupnya bersama al-Qur'an.

Kali ini aku tak menyapanya, perempuan pecinta Qur'an itu tengah asik dengan hafalannya. Hanyut dalam kenikmatan saat berdialog dengan Allah melalui surat cinta-Nya.

Sangat menakjubkan. . .

Perempuan dan Mushafnya

Aku masih berdiri di pintu masuk akhwat sebuah mesjid di kampus. Mata ini masih terus melekat pada perempuan berhijab lebar itu. Sudah sejak 10 menit tadi perempuan itu berdiri di pelataran mesjid sambil komat-kamit dengan  menggendong balita dalam dekapannya. Tangan kirinya mengelus-elus balita dipangkuannya dan tangan kanannya memegang mushaf al-Qur'an. Ah, pemandangan ini sangat menakjubkan.

Tetiba ada laki-laki  kira-kira usia 30 an memanggil sambil melambaikan tanggannya pada  perempuan itu dengan panggilan 'umi'. Perempuan itu menoleh sambil melempar senyum  pada laki-laki  yang baru keluar dari pintu mesjid bagian ikhwan. Lalu laki-laki itu menghampiri perempuan bersama anak dipangkuannya

"Kok Umi nunggu di luar", tanya laki-laki itu
"Umi kira abi udah keluar", perempuan itu menyeringai.
"Dapat muraja'ah berapa halaman barusan", Tanya laki-laki itu sambil menyambut anak kecil di pangguan perempuan itu
"Hanya 3 halaman bi", jawab perempuan itu masih dengan senyumnya yang aduhai.
"Nanti abi simak yang sisanya di mobil ya". Balas laki-laki itu dengan nada lembut.

Mereka berlalu, berjalan bersama menuju parkiran. Entah, apa pembicaraan mereka selanjutnya. Perempuan itu tetap memegang mushafnya. Aku masih termangu, hanyut dalam tasbih, tahmid, dan takbir menyaksikan pemandangan barusan.

Berdo'a dan penuh harap  dapat menjadi aktor dalam adegan itu kelak.
Mungkin akan bersama kamu.
Kamu yang tengah mempersiapkan diri dalam perbaikan yang lebih baik menuju Allah.
Kamu yang tengah menyibukkan diri dengan al-Qur'an
Kamu yang tengah dan terus belajar agar kelak dapat menjadi jembatan kokoh yang akan mengantarkan keluargamu ke taman syurga terindah yang diridhoi Allah.
Semoga selalu dalam keridhoan Allah. . .

Amin

Senin, 16 Januari 2017

Keberkahan Bersama Al-Qur'an

Saya tuh pengen cerita, bahwa semakin kita merapatkan diri dan hati pada al-Qur'an maka keberkahan pun akan semakin mengitari hidup kita. Misal saja perkara kuliah kali ini, saya merasa begitu banyak pertolongan Allah melalui tangan-tangan manusia. Ingat banget deh, selama semester ini saya merasa upaya belajar tidak begitu maksimal. Kerjaan saya hanya pulang pergi ke mesjid buat menenangkan diri dengan tilawah,   muraja'ah atau menambah hafalan. Gitu aja mulu'. Lantas keluar nilai ip semester ini 3,79 dan hasil tes toefl dengan skore 500. Alhamdulillah wa syukurillah. Benar-benar tak menyangka. Saya merasa semua itu mutlak atas pertolongan Allah dan do'a ibu yang tak putus-putus di sepanjang shalat malamnya.

Keberkahan bersama Qur'an mendatangkan banyak kebaikan. Saya sangat merasakannya. Terlebih menghadirkan ketenangan. Sebab Ketenangan itu dari dari Allah dan Allah yang mengizinkan kita untuk memilikinya jika kita banyak mengingat Allah. Semakin banyak mengingat Allah semakin ketenangan itu meliputi hari-hari kita. Kian banyak maksiat, makin jauh dari Allah, makin sedikit intensitas mengingat Allah pasti hidupnya tidak tenang sekalipun hidupnya bergelimpangan harta dan kenikmatan dunia.

Orang-orang yang banyak mengingat Allah mirip banget dengan orang yang tawadhu' dan orang yang sedikit mengingat Allah kembarannya orang yang sombong.

Semoga istiqamah hatinya tulus bersama Qur'an ya sholihah...

Minggu, 15 Januari 2017

Belajar Mencintai Al-Qur'an

Betapa sulit melawan arus keinginan itu. Saat ingin untuk menumpahkan perasaan-perasaan yang tengah terlakoni, maka semua meski ditempatkan pada ruang tunggu yang telah disediakan hati. Sebab ketidaktegasan terhadap diri sendiri akan berakibat fatal kepada kebaikan masa depan yanh ingin dicapai.

Misalnya hari-hari libur begini. Satu persatu silaturahim  selama 1 semester kemarin yang  sempat longgar ingin  kembali dipererat dalam waktu liburan behini.  Tak ayal, kegiatan-kegiatan semacam silaturahim kerap mencuarkan baper-baper yang tidak penting. Akhirnya, jadi menulis lagi tentang melankolia jiwa. Ah, riweuh mah yang beginian.

Padahal sejak bulan Agustus kemarin sudah membulatkan tekad untuk lebih mencintai al-Qur'an. Untuk lebih banyak mengabiskan waktu bersama Qur'an saja. Yah, kalau mau menulis selalu mengajarkan atau tengah menceritakan kegiatan pembelajaran bersama al-Qur'an. Sudah menjadi rencana dalam untuk 2 tahun kedepan tidak berselancar di medsos seperti IG, FB, Tumbrl, dan sejenisnya kecuali blog. Tetep aja melawan arus keinginan itu bak berjalan menuju tempat yang jalannya tengah dihalau badai tornado. Beraaaat.....Fiuh...! Sesekali terjebak jua dalam pelanggaran rencana baik itu. Astaghfirullah.

Begitu saat kita telah bertekad menjadi pembelajar Qur'an. Medan magnetik setan ke arah distorsi pencapaian itu jelas akan semakin kuat. Ada-ada saja godaan yang ditayangkan dalam keinginan itu.  Namun, jangan menyerah. Ingat diantara manusia-manusia itu ada orang-orang yang berjuang mendapatkan keridhoan Allah (Hikmah Q.S al-Baqarah: 207). Semoga bisa termasuk bagian dari mereka yang memperjuangkan ridho Allah. Berjuang melawan semua arus yang tidak mengantarkan mu menjadi pembelajar dan pecinta  Qur'an sejati misalnya.

This worldly Life has a end, huh? Semoga waktu luang tidak membuat diri terlena. Sebab masih banyak ayat-ayat al-Qur'an yang belum dihafal. [T.T]  bahkan masih sedikit sekali yang baru dapat diamalkan. Liburan tinggal sedikit lagi, jangan lewatkan tanpa muraja'ah hafalan.

Jangan lelah belajar al-Qur'an ya sholihah. Ingat, bagi pemuda yang ingin berkiprah menjadi bagian dari pejuang ridho Ilahi maka kedekatan dengan al-Qur'an adalah harga mati. Jangan berhenti belajar mencintai al-Qur'an.

Perbedaan

Aku berharap, entah seperti apa caranya kamu dapat membaca tulisan ini.
Kamu yang entah menjadi takdir atau memang tidak ada sama sekali.

Kelak, aku  menyadari sepenuh hidupku akan sangat  berbeda dari sebelumnya.  Kamu juga. Setelah kita berkomitmen  mengikat ikrar untuk  mengarungi samudra lepas bersama.
Kita akan hidup dalam ruang perbedaan. begitulah kenyataan yang akan kita hadapi. Maka, percayalah kita akan benar-benar saling mengenal, saat kita dapat melihat keindahan satu sama lain dalam setiap kesedihan yang menerpa, memandang keindahan itu pada keterbatasan kita masing-masing. Maka, untuk mu aku akan menjadikan kekurangan adalah prioritas yang akan kucintai darimu, sedang kelebihanmu adalah bonus dari Tuhan atas rasa cinta yang kutanamkan pada celah kurang yang ada padamu. Kuharap kau mampu begitu pula padaku.

Kita tak perlu bersikap, bertindak, dan berkelakar untuk meyakinkan hati satu sama lain tentang perasaan tulus yang menyeringai di hati. Kita hanya perlu melakukan segala sesuatu untuk membuat Allah ridho pada sikap, tindakan, dan kelakar yang kita mainkan bersama.  Aku akan mencintaimu atas keimanan karena Allah yang darinya akan kudapatkan ridho-Nya dengan menjadi penyejuk hati bagimu. Semoga aku dapat menjadi  seperti apa yang kau do'akan pada Allah disepanjang sujud sepertiga malam itu. Tetaplah aku hanya wanita akhir zaman, yang memohon pertolongan pada Allah agar dengan mu aku dapat menjadi lebih baik di sisi-Nya.

Untuk saling jatuh cinta berkali-kali padamu itu tidak mudah, Namun karena itu telah menjadi kewajiban maka akan selalu kuupayakan setiap waktu. Kita sama-sama mengerti, kan? bahwa cinta datangnya dari Allah. Maka untuk menjaga cinta itu maka kita harus selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Cinta. Jika cinta diantara kita memudar, bisa jadi hubungan kita dengan Allah sudah mulai longgar. Itu cukup menjadi alarm cinta kita.

Bagaimana? Kamu ada tanggapan?

Apakah kamu Mengizinkan?

Apa kamu sudah tahu, bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikanmu. Hampir setiap dari kegiatan yang kamu lakukan atau ingin kamu lakukan maka ia selalu bertekad menjadi orang yang dapat mengetahuinya. Agar kelak, jika ada kehendak langit untuk mengamini do'anya maka ia dapat mengkondisikan diri terhadap aktifitas sehari-harimu. Ah, itu hanya pikirnya saja. Lantas kamu belum tahu, kan?

Bagaimana jika ada satu waktu yang telah direncanakannya, membuat kamu jadi tahu akan perasaannya selama ini . Sedang kamu tidak pernah mengharapkannya dan tidak mau sampai tahu tentang perasaannya terhadapmu. Apakah kamu mengizinkannya? Karena ia hanya ingin mempertanggungjawabkan rasanya itu dan tidak ingin lebih.

Wajar saja jika kamu akan merasa terganggu dengan sikapnya yang berbeda itu. Keberaniannya membuat kamu malah menjadi takut. Bukan, sebenarnya kamu hanya belum siap, bisa jadi begitu. Terlebih dia belum pernah ada dalam hatimu bahkan  terbersit sepermili detik pun tidak. Namun, kenyataannya dia akan memperjuangkanmu dengan apa pun yang dia miliki. Apakah kamu mengizinkan? Sebab, ia tak mau bertele-tele tentang perasaannya padamu.

kondisi seperti ini akan menjadi pertimbangan yang cukup berat bagimu. Walau dia tak ada niat untuk membuatmu menjadi terbebani seperti ini. Dia hanya memperjuangkan perasaannnya yang telah ada selama ini. Tidak salah kan?. Lantas kamu tidak punya kuasa untuk menebas perasaan itu karena itu adalah haknya serta dia tidak meminta apa-apa atas perasaan itu melainkan jawaban tegas darimu. 'Iya atau tidak'. Cukup. Apapun yang kamu putuskan maka itu adalah konsekuensi yang mesti ditelannya mentah-mentah.

Bagaimana jika hari itu adalah sekarang. Apa kamu sudah siap untuk menjawabnya? Jika hari ini adalah hari perencanaan untuk bertemu denganmu. Meski pertemuan tidak pernah sanggup memastikan takdir . Dia hanya berkeyakinan bahwa  pertemuan daoat mengobati rasa penasaran tentang kepastian.

Ah, tidak tahu apa-apa itu lebih baik ketimbang dipaksa kondisi untuk mengetahui tentang apa yang dia rasakan selama ini.

Ini rumit sekali...

Kamu akhirnya memutuskan mengambil wudhu, menggelar sajadah, dan mengeheningkan hati di atasnya. Berharap ada bisikan pada hati yang akan menguatkan salah satu keputusan untuk di ambil di hari itu.

Lalu kamu akan tersadar bahwa kelak telah banyak cara  yang  diupayakan itu  tidak memiliki jalan untuk mengubah arah kembali. Kamu  tidak dapat memutar balik  ke titik semula. Teranglah  keputusan yang  pernah kamu  buat akan membentuk takdirmu kedepan . Dan untuk hal-hal yang seperti itu, kamu hanya  butuh  membanyak  sabar dan memperkuat iman. Meski untuk menjalaninya kamu akan letih dan tertatih. Bisa jadi akan meluangkan banyak pahala yang akan kamu terima di yaumul akhir.