Selasa, 12 April 2016

Untuk Mu

Untukmu yang hari ini mulai lelah,jengah, dan resah. 
Entah karena bekerja, kuliah, atau sekolah. 
Entah karena tekanan, hinaan, fitnah, ataupun sakit.

Untukmu yang hari ini merasa tengah di uji. Di uji oleh perasaan yang sedemikian rupa menciptakan suasana elegi. Entah karena dimarahi, tuntutan, kecewa, harapan yang tak kunjung sampai, atau memang karena lelah itu sendiri. 

Untukmu yang tengah berjuang demi orangtua, entah untuk menafkahi mereka, membahagiakan mereka, membuat mereka bangga dengan prestasi, membuat mereka tersenyum pulas oleh kebaikan yang kamu ikhtiarkan, dan apapun itu bentuknya.

Semoga Allah menjagamu, menuntaskan lelah, ujian, dan perjuangan mu dengan sebaik-baiknya balasan. Menggantikan letihmu, peluhmu menjadi rezeki yang berkah, guna mencukupi kebutuhanmu lebih dari yang kamu butuhkan.

Sabar....sabar....sabar....dunia hanya sementara, dan syurga hanya diberikan untuk orang-orang yang sabar. Kamu tidak pernah sendiri. Allah bersamamu selalu.
Jangan lupa untuk bersabar ya, hai kamu! 
Semoga kesyukuran mampu lebih melapangkan hati.

Kutipan Buku "Perjalanan untuk Sebuah Mimpi, Hal 2" 

Senin, 11 April 2016

Ada Masanya

Ada masanya nanti, aku akan dipertemukan dengan seseorang yang dengannya aku tak perlu ragu menumpahkan impian yang ingin ku gapai bersamanya. Aku akan mempersilahkan baginya untuk mendesain sebuah blueprint harapan kedepan yang akan dibangun di atas rasa saling percaya dan cinta. Saling beriringan menempuh perjalanan hingga renta. Jika cobaan menghampiri, kita akan sambut dengan genggamam hati, menghimpunnya dalam komitmen setia dan saling menguatkan jiwa dengan kedekatan pada Allah.

Ada masanya nanti, aku akan menangis  tanpa resah, tanpa perlu malu pada sekitarku. Tanpa ada rasa khawatir tuk meluapkan. Sebab kelak ada bahu sandaran bagiku yang membuat diri merasa aman. Hingga aku pun  dapat menangis sesegukan sepuasnya hingga tak tahu mau  bercerita apa. Seakan amnesia menyergap sesaat dan yang dirasa hanyalah damai. Fitrah wanita pada umumnya begitu bukan? Wanita tidak butuh selain meluapkan isi hati dan hal itu cukup membantunya kuat dan tegar, setelah itu hati pun lega. Lantas dia begitu mengerti bahwa mendengarkan keluh kesah dariku adalah suatu bentuk kebesaran jiwa lelaki. Memang tidak semua lelaki mampu begitu. Tidak semua lelaki dapat dengan tulus mengamati tiap gerak bibir ocehan wanitanya, curhat wanitanya, dan kicauan gak penting dari wanitanya itu. Tapi dia tidak. Dia lelaki yang tabah mendengar lantunan pidato dariku dan setia memberikan bahunya untukku yang sudah lelah berbicara dan akhirnya terkulai pada air mata. Dia selalu ada cara mensiasati suasana menjadi kontras. Maka tangis pun terganti oleh  tawa renyah, dia  membuat ku sadar  bahwa setiap masalah menyimpan banyak bahan canda.

Ah...masa itu nanti dan dia tengah menyiapkan bahunya dan membangun kebesaran jiwa itu untuk menghadapiku.

Ah....masa itu nanti dan aku yakin dia tengah berjalan menujuku, atau tengah kelelahan dalam perjalanannya. Namun aku yakin dia  sadar bahwa ada seseorang yang sedang menunggunya dengan sabar. Lalu dia akan kembali berjuang untuk satu titik temu. Entah dimana....entah waktu yang kapan...entah ada atau tidak. Perhatikanlah do'a-do'a yang sama kita kirimkan ke etala langit itu menjadi keyakinan utuh bahwa apapun pengorbanan yang  tersita kini akan dibalas sempurna oleh Sang Maha Kuasa.

Ah....masa itu nanti dan 'dia' siapa ? Aku pun masih entah tentang dia. Hanya percaya bahwa dia itu ada dan namaku dan nama dia tepat pada halaman yang sama.

Tetaplah menjaga hati. . . !

Mozaik Rindu

Malam ini aku di bawah jubah langit dan cahaya dewi malam.
Ingin mengurai mozaik-mozaik kisah bersama mereka.
Lagi-lagi cerita  rindu.
Rindu untuk mu saudari seiman ku, saudari yang darinya aku mendapat banyak hal.

Rindu ini elusif....
Terbenam di lekuk hati mengambang di taman imijinasi.
Mengetuk diri untuk kembali memutar kotak kenangan.
Sekelebat ....senyum mereka pun seakan  merekah, sorot mata yang mendamaikan itu, air muka ketawadhukan itu, polah unik itu,  dan kelakar renyah yang mencairkan suasana itu.
Lantas bagaimana hati tak merindu....

ketika jemari menggenggam jemari lalu saling mendekap menghangatkan iman. Ketika bahu menyentuh bahu dalam barisan saf salat. Ketika hati mengokohkan hati dalam do'a rabithah.
Waktu itu kita adalah jiwa-jiwa yang tak kenal selain terus memperbaiki diri dihadapan Allah.
Kita yang dalam hatinya hanya ada kobaran semangat dan gelora iman.
Yang akitifitas kita adalah ilmu dan amal. Belajar, ibadah, dan dakwah.
Sungguh lunau jiwa kita dengan ketakwaan dan basah oleh keimanan.
Dimana ruhiyah satu saudari pun mampu mewarnai segenap kelusuha-jiwa  jiwa yang suram.  Tilawahnya membuat mata tak mampu membendung air mata, Setoran hafalannya menggugah diri untuk berkompetisi mengejar perhatian Allah.
Lantas bagaimana hati tak merindu....

Waktu itu, pembicaraan kita tidak lain adalah Shirah Nabawiyah, Shirah Sahabat,  Sholahuddin al-Ayyubi, Muhammad AlFatih, Mush'ab bin umair, dan heroik Islam yang menyulut api motivasi untuk berjuang melakukan kebaikan dan menebar manfaat. Benar-benar hidayah mencahayai jiwa melalui kata-kata dan kalimat dan teruntai dari bibir mereka.
Lantas bagaimana hati tak merindu....

Waktu itu, kita hanya disibukkan oleh agenda yang menumbuhkan ruhiyah. Ikut daurah sana-sini, seminar ini itu, kajian yang beragam. Dilingkupi saudari yang sholehah, telinga disesakkan oleh lantunan nasyid dan kalamullah, dan dalam penglihatan kita didominasi oleh teladan sikap   RasuLullah saw; lembut, santun, dan memberi contoh dari tindakan.
Lantas bagaimana hati tak merindu....

Waktu itu, kita pun dilatih  untuk belajar makna sabar dalam kebersamaan. Perihal menenggelamkan ego. Dengan itu, kita berhasil untuk menyembunyikan rasa menang sendiri, kita berhasil menaklukkan emosi, kita berhasil mengalah untuk kebaikan bersama, kita berhasil menanam toleransi dan simpati. Saat makan satu tempat untuk 10 orang, saat begadang untuk menyelesaikan rapat internal, saat mesti legowo bila  pindah-pindah rumah, dan banyak rutinitas lainnya. Alhasil yang tercipta adalah harmoni nan latif. Layaknya  jingga yang mengindahkan senja, kala itu adalah  detik-detik  mengalahnya siang kepada malam tuk merajai waktu dan kondisi.
Lantas bagaimana hati tak merindu....



Sabtu, 09 April 2016

Assalamualaikum Rindu

(Tulisan ini hanya perspektif belaka)

Entah kenapa, kata 'entah' itu teramat sering muncul dalam setiap tulisan ku.
Apakah ambiguitas atau transendental ? yang jelas hal yang entah itu adalah elusif bagi ku.
Layaknya perasaan ini, benar-benar elusif.
Sedih, senang, sakit, kecewa, marah, dan rindu. Merupakan hal yang nyata dan dapat dirasakan tapi tak terlihat .
Datangnya refleks dari suatu daur sebab-akibat.
Apa pun itu, ragam  rasa adalah fluktuasi hati, dinamika perasaan.
Setiap dari kita secara alami dipaksa  untuk mengambilnya baik suka atau pun tidak.
Terima saja, nikmati sebagai kesyukuran, dan jangan lupa mengambil hikmah dari setiap perasaan yang datang.

Lantas malam ini. Rasa itu hadir. Datangnya benar-benar elusif. Terbura begitu saja sebab ia tetiba  mengetuk pintu  kesendirian.
Saat ku buka, dia hanya tersenyum padaku dan meminta untuk ditemani beberapa waktu . Mungkin agar aku dapat memahaminya dan mengambil hikmah darinya.
Kamu tahu siapa yang datang ? Dialah  rindu...dialah yang kini tengah bertamu dan telah bertemu hatiku.
Satu rasa yang lugu dan sering tak tahu malu kalau bertamu didalam hati. Kehadirannya bukanlah kesalahan, namun banyak dari kita salah dalam menjamunya didalam hati. Sembari aku ditemani rindu. Biarlah tangan ini terus menari untuk menceritakan hadirnya di lekuk sanubari.

Aku terus merenungi tentang rasa rindu ini, yang sedang duduk anggun di selaksa hati. Rasa yang terkuak dari jarak antara dua unsur yang belum saling menggenapkan. Banyak kejadian sebab jarak itu. Ada yang getir karnanya, ada tersenyum-senyum sendiri, ada yang pilu bahkan menjadi tak berdaya, ada yang gegai sebab tak kuasa, ada terburu-buru untuk mengungkapkan, ada ceroboh mengekspresikannya, tapi ada yang bersikap anggun lalu mencari kedamaian akan rindu itu dengan bermunajat kepada Dzat yang mengujinya dengan rasa yang hadir itu. Aku memilih untuk menuliskannya. Tentang apa sikap ku, cukup Allah yang tahu.

Orang yang merindu itu, sering nanar sendiri mengenai tujuan dari ia merindu. Mari kita jujur pada diri sendiri, dan periksa kembali niat dalam hati. Tanyakanlah pada diri. Apa tujuannya rindu itu datang ? Bagiku rasa rindu itu hanya sebentuk ujian belaka. Lantas setan paling suka memanfaatkan momen ini.

Jika kita mau memberi luang bagi logika untuk berfikir maka kita akan tiba pada satu konklusi bahwa 'kita sedang merindukan sesuatu yang nantinya bukanlah hal yang dirindukan.' Aku menyatakan ini karena beginilah yang sangat banyak aku saksikan. Banyak dari kawula muda yang mabuk kepayang untuk menyatukan rindu itu dalam ruang yang satu, sayangnya setelah rindu itu padu lalu ia menyublim ke ruang jengah. Jengah sebab finansial, jengah sebab tuntutan kewajiban, jengah sebab mempertahankan hak masing-masing, jengah sebab anak-anak yang banyak ulah, jengah sebab letihnya menjalani rutinitas  kian memuncak. Apa-apa yang dulu di rindukan pada akhirnya tidak lagi menjadi hal dirindukan. Semua yang dirindu menjadi hambar dan tak berasa. Lalu mengapa kita harus merindu. Mungkin kita terlalu naif dan bersekongkol dengan kebanyakan insinuasi mereka. Akhirnya ketahanan jiwa  pun leco dan menyepakati bahwa kerinduan itu mesti segera dituntaskan. Sejatinya kelak yang  dirindu itu akan menjadi hal yang tak dirindukan.( Yang bingung selamat ^_^)

Tentu pernyataan "Hal yang dirindukan kelak akan menjadi hal yang tak dirindukan", tidak semestinya membuat mati rasa dan pasrah pada kondisi. Kalimat itu tidak lain hanya sebentuk konsekuensi logis bagi para perindu kelak dan untuk membuat paham bagi yang merindukan kini. Adapun idealitas seperti yang didamba tidak seperti itu adanya kelak. Khazanah itu hendaknya membuat kita lebih bersiap diri. Lebih meluaskan hati untuk saling menerima. Lebih menguatkan tekad untuk saling komitmen. Lebih menata niat dan mengupayakan jalan menuju titik temu rindu itu adalah dalam  koridor yang Allah cintai, yang Allah suka bukan yang kita mau.

Yaps....kita jadi tahu mesti bersikap bagaimana saat rindu itu ingin bertamu. Izinkan lah ia masuk, ucapkan salam padanya. Dan katakanlah, duhai Rindu sungguh engkau adalah ujian keteguhan hatiku. Karena kelak engkau bukanlah yang kuinginkan bukan pula yang diharapkan, lebih tepatnya engkau adalah yang aku butuhkan, yang paling sesuai dengan kebutuhanku. Rindu....! Biarkan aku mengantarmu pulang pada Dzat yang telah mengirim mu pada ku. Karena membiarkan mu terlalu lama bertamu dihati, memberi ruang bagi setan untuk membuat indah hal yang Allah murkai. Aku kirimkan engkau dengan kendaraan do'a. Pada Allah, pada Dzat yang mengetahui peristiwa di kemudian hari. Tidak perlu datang lagi. Karena setiap manusia telah diciptakan saling menggenapkan. Kapan ganjil itu digenapkan Allah. Itu bukan urusan kita. (Inti nya sih yang ini *_*)

Ingatlah tujuan dari hidup ini begitu agung. Sebagai khalifah di muka bumi. Lalu kita akan dimintai pertanggung jawaban atas waktu ini. Satu waktu kelak mata terbelalak menyaksikan hisab amalnya. Semoga Allah beri kita kekuatan untuk mengisi pundi timbangan kebajikan. Yang perlu kita perhatikan adalah amal kita bukan takdir. Sebab takdir kita adalah ketetapan Allah.
Jadi tak perlu risau dengan fluktuasi hati. Karena hamba-hamba Allah itu tidak ada rasa gelisah, tidak ada gundah, tak ada khawatir, tak pula rasa takut.

Bagimu yang bertanya tentang rindu yang tak jua padu.
Bagimu yang telah menengadah ke kolong langit dan menanti jawaban turun. Maka akan ada dua kemungkinan: Nama itu diturunkan segera atau tertahan namun hatimu dipenuhi rasa sabar dan ikhlas dalam kehendak-Nya.
Untuk itu, Jangan pernah letih berdo'a ....Allah memberi kita rasa rindu agar dengannya kita kembali meminta. Kembali menata diri. Kembali membenahi kerombengan iman. Kembali pada niat yang tulus.

Lihatlah embun menyapa dedaunan saat sang mentari tersumbur.
Lihatlah cahaya rembulan yang menyapa gelap gempitanya langit .
Maka sapa dia dalam do'a-do'a di keheningan malam dan  di kebeningan hati. Sebab waktu itu do'a mu bersama sayap para Malaikat, bersama energi semesta yang agung.

Bagimu yang tengah merindu, cukup letakkan keningmu di atas sajadah, lalu berdo'alah pada-Nya.

'Alaikumsalam Rindu...



©SN



Kedamaian

Duhai kedamaian....
Masih teguhkan mencarinya ?
Apa kita merasa kedamaian itu hilang ?
Saat kesadaran menemui qalbu,  mari kita mencari makna.

Kita mencari kedamaian, sayangnya diri tidak menuju kedamaian itu sendiri.
Padahal Allah lah sumber pemberi kedamaian itu, Dzat Maha Pemberi Keselamatan (As-Salam).
Sebenarnya yang kita cari adalah Allah SWT.
Bukankah hal ini klise ? Kita dicuri tipu daya dunia hingga lalai memahami ini.

Atau mungkin butanya hati membuat jalan menuju kedamaian menjadi gelap dan tak tahu dimana.
Kita terus saja disibukkan pada rutinitas yang tidak membuat diri damai.
Sebab kita tidak menuju-Nya, atau kehidupan keseharian kita abai dalam memperuntukkan kepada-Nya.

Kedamaian itu tidak jauh, tidak perlu kecapaian mencarinya.
Kedamaian itu ada dalam hati.
Hati yang senantiasa mengingat-Nya.

Mau kah kedamaian ? Mari menuju kepada-Nya.

Jangan lupa untuk taat pada perintah-Nya.
Jangan lupa berbuat baik pada orang tua.
Jangan lupa untuk terus memperindah akhlak.
Jangan lupa bersyukur dan bersabarlah dengan sebaik-baiknya kesabaran.

©SN
Sabtu, 09-04-16@home

Jumat, 08 April 2016

Musafir

Hidup tanpa kepatuhan pada Tuhan , layak hidup dalam jenggala tanpa arah dan tujuan.
Suram, kelam, jengah, dan gegai.
Dikau itu musafir jangan masuk jenggala tanpa apa-apa.
Kelengar bisa dikau disana.
Tak punya bekal, tak punya peta, tak punya perisai senjata.

Sia-sia lah hidup begitu.
Jangan lah dikau begitu.
Kita ini bukan hantu tapi umat yang berTuhan Satu.

Taat lah dikau, kuatlah dikau.
Dikau senang, dikau beruntung.
Dikau punya arah, dikau punya mudah.
Enak dikau dapat, tenang dikau renggut

Setan berduka. Setan nestapa.
Dikau bukan setan, jangan lah bersetan.
Seput lah seput setan mengisi jahanam.
Jangan lah dikau ikut pula.
Bura bara api nan menyala raya.
Takutlah dikau padanya.
Setan suka tebar tipu daya.

Ada kampung untuk para kampiun.
Di dunia berlomba menumpuk isi pundi.
Pundi amal, pundi ibadah, pundi takwa, pundi yang Allah sangat suka isinya.
Tak ada risi, tak ada dayuh, tak pula merana dikau di pengambaraan.
Dikau pun ragib sendiri dengan pemberian-Nya.
Kala telah tiba di kampung halaman yang kau damba, Syurga.
Dikau sadar di dunia hanya sehari atau beberapa hari saja.

©SN
Sabtu. 09-04-16@home

Senin, 04 April 2016

Bait-Bait Rindu Anak Ayah 23

Hampir terlampaui satu tahun
Saat dimensi ruang antara kita telah menjadi friksi
Lalu jarak kian merentang kejam
Aku kelabak seperti dungu yang tergugu mendikte masa, mengolah rindu
Berdamai dengan lapisan rasa yang entah.
Ayah.....beginilah anakmu kala hasrat tuk jumpa hanya terbalas dusta.
Ayah telah tiada hampir satu tahun lamanya.

Hampir terlampaui satu tahun.
Memutar rekaman kisah heroik sang Ayah dalam kotak kenangan.
Waktu itu aku masih sangat manja, lugu, dan banyak tanya.
Ayah selalu mengerti dan mengajari anaknya ini hingga tumbuh menjadi gadis yang dewasa, kuat, berwawasan, berani, namun kini tak tahu ingin bertanya pada siapa ? Menumpah curah kisah...
Perihal senja yang bernuansa jingga, tentang mars dan venus, tentang keadaan zaman ini, tentang imijinasi yang banyak berkelabat di taman khayal. Tentang cerita kita yang belum sudah.
Ayah......tak lama sudah kita terpisah, anakmu kembali merindu

Semoga disana, Ayah selalu disayang Allah dan dalam rahmat dan ampunan-Nya yang tak terperi.
Salam rindu sepenuh jagad dari anak Ayah.

Hampir terlampaui satu tahun Ayah meninggalkan anak Ayah.

#bait_bait_rindu_anak_ayah