Roda kehidupan ini memang amat
pelik. Kemudian, banyak dari beban yang
kita bawa dari kehidupan ini efek dari piranti yang bernama perasaan. Kita
kadang, dipaksa takdir untuk belajar bersabar saat perasaan itu harus dititipi
kesedihan, kecewa, luka, dan getir. Aku kembali mengingat cerita panjang yang
dikisahkan seorang driver travel malam itu. Tentang titik balik kembalinya
seorang hamba pada jalan yang terbimbing. Aku juga heran, siapa sangka seorang
engineer di salah satu industri pesawat terbang kini harus menjalani profesi
sebagai driver travel Bandung-Jakarta. Apakah profesi itu buruk? Tentu,
jawabannya ‘tidak’ namun ada dari beberapa mereka yang kurang bisa menerima hal
sedemikian. Selama perjalanan ke Jakarta, aku telan semua rinci perjalanan
hidup yang Bapak driver itu sampaikan. Tentang penyesalannya atas keputusan
yang pernah diambilnya kala melawan arus untuk pergi dari pekerjaannya yang
bonafit. Konon ceritanya, si Bapak adalah mantan ‘preman’ yang tidak terbiasa
dalam kekangan aturan. Sehingga, keluar seperti menjadi titik terang menurutnya
waktu itu. Di potongan cerita ini, aku termangu dan berspekulasi bahwa hidup
ini memang rumit jika jauh dari petunjuk Allah namun selalu ada solusi bagi
orang yang kembali. Himpitan hidup dengan empat orang anak menyentak kesadaran
si Bapak untuk meninggalkan ‘hidupnya yang gelap’ (karena memang beliau jam
bangunnya saat malam hari dan sepanjang hari dihabiskan untuk tidur). Lebih lagi saat mengetahui anaknya terlibat
kasus narkoba. *pahit banget ini T.T*
Dalam perasaan yang kalut si bapak
menemukan jalan untuk kembali pada jalan yang terbimbing. Mulai menyicil tuk
pergi dari ruang lingkup keberantakan hidup pada ritme kehidupan yang tertata. Di
akhir keputusannya pada usia hampir lanjut (sekitar 40 tahunan) si Bapak
sepakat dengan dirinya menjadi seorang driver. Aku mengulas banyak ilmu dari
beliau tentang dunia teknik permesinan yang pernah beliau geluti. Tak ada yang
bisa mengubah masa lalu. Kita hanya bisa menerima dan memperbaiki masa depan.
Itulah sari pati yang saya peras dari hikmah kisah perjalan si Bapak itu. Aku
juga jadi lebih tahu diri, bahwa Allah punya kuasa untuk memuliakan dan
menghinakan seseorang. Namun saat dimuliakan jangan sampai lupa diri dan saat
dihinakan jangan putus asa dari rahmat Allah. Selanjutnya, saya jadi menemukan sudut pandang baru tentang
menghargai siapapun orang yang kita temui untuk mendapat ridho Allah karena
kita tidak pernah tahu dengan siapa kita sedang berhadapan dan akan menjadi apa dia di masa
depan. Mana tahu, satu sikap yang melukai hati seseorang yang tengah bermuamalah
dengan kita menjadi lubang kesusahan kita di hari mendatang dan bisa jadi satu
akhlak mulia yang kita teladani menjadi buah kebaikan yang banyak bagi masa
depan nanti. So, tetaplah berbaik sangka pada siapapun dan lebih banyaklah
menginstropeksi diri. Perasaan yang telah penjadi perangkat permanen tidak lagi
menjadi beban kehidupan bila setiap hari selalu dimulai dengan niat untuk
mencari keridhoan Allah. Jangan takut akan masa depan tapi takutlah jika hati
tidak bisa merasakan syahdu tuk bertemu dengan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar