Rabu, 12 September 2018

Cerita Random


Roda kehidupan ini memang amat pelik. Kemudian,  banyak dari beban yang kita bawa dari kehidupan ini efek dari piranti yang bernama perasaan. Kita kadang, dipaksa takdir untuk belajar bersabar saat perasaan itu harus dititipi kesedihan, kecewa, luka, dan getir. Aku kembali mengingat cerita panjang yang dikisahkan seorang driver travel malam itu. Tentang titik balik kembalinya seorang hamba pada jalan yang terbimbing. Aku juga heran, siapa sangka seorang engineer di salah satu industri pesawat terbang kini harus menjalani profesi sebagai driver travel Bandung-Jakarta. Apakah profesi itu buruk? Tentu, jawabannya ‘tidak’ namun ada dari beberapa mereka yang kurang bisa menerima hal sedemikian. Selama perjalanan ke Jakarta, aku telan semua rinci perjalanan hidup yang Bapak driver itu sampaikan. Tentang penyesalannya atas keputusan yang pernah diambilnya kala melawan arus untuk pergi dari pekerjaannya yang bonafit. Konon ceritanya, si Bapak adalah mantan ‘preman’ yang tidak terbiasa dalam kekangan aturan. Sehingga, keluar seperti menjadi titik terang menurutnya waktu itu. Di potongan cerita ini, aku termangu dan berspekulasi bahwa hidup ini memang rumit jika jauh dari petunjuk Allah namun selalu ada solusi bagi orang yang kembali. Himpitan hidup dengan empat orang anak menyentak kesadaran si Bapak untuk meninggalkan ‘hidupnya yang gelap’ (karena memang beliau jam bangunnya saat malam hari dan sepanjang hari dihabiskan untuk tidur).  Lebih lagi saat mengetahui anaknya terlibat kasus narkoba. *pahit banget ini T.T* 

Dalam perasaan yang kalut si bapak menemukan jalan untuk kembali pada jalan yang terbimbing. Mulai menyicil tuk pergi dari ruang lingkup keberantakan hidup pada ritme kehidupan yang tertata. Di akhir keputusannya pada usia hampir lanjut (sekitar 40 tahunan) si Bapak sepakat dengan dirinya menjadi seorang driver. Aku mengulas banyak ilmu dari beliau tentang dunia teknik permesinan yang pernah beliau geluti. Tak ada yang bisa mengubah masa lalu. Kita hanya bisa menerima dan memperbaiki masa depan. Itulah sari pati yang saya peras dari hikmah kisah perjalan si Bapak itu. Aku juga jadi lebih tahu diri, bahwa Allah punya kuasa untuk memuliakan dan menghinakan seseorang. Namun saat dimuliakan jangan sampai lupa diri dan saat dihinakan jangan putus asa dari rahmat Allah. Selanjutnya,  saya jadi menemukan sudut pandang baru tentang menghargai siapapun orang yang kita temui untuk mendapat ridho Allah karena kita tidak pernah tahu dengan siapa kita sedang berhadapan dan akan menjadi apa dia di masa depan. Mana tahu, satu sikap yang melukai hati seseorang yang tengah bermuamalah dengan kita menjadi lubang kesusahan kita di hari mendatang dan bisa jadi satu akhlak mulia yang kita teladani menjadi buah kebaikan yang banyak bagi masa depan nanti. So, tetaplah berbaik sangka pada siapapun dan lebih banyaklah menginstropeksi diri. Perasaan yang telah penjadi perangkat permanen tidak lagi menjadi beban kehidupan bila setiap hari selalu dimulai dengan niat untuk mencari keridhoan Allah. Jangan takut akan masa depan tapi takutlah jika hati tidak bisa merasakan syahdu tuk bertemu dengan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar