Minggu, 23 Agustus 2015

Bait-Bait Rindu Anak Ayah 8

Seperti malam-malam kemarin, gadis itu duduk dimalam sunyi, di lantai atas, depan teras rumahnya.
Memandang rembulan sayu-sayu dan mengajaknya bicara.
Berbincang tentang sepi.
Dari pada itu.....
Tak satu manusia pun mendengar.
Bahkan oleh tanaman dan segala binatang.
Mungkin malaikat pun bingung akan mencatat apa, sebab tak ada yang terungkap.
Tidak bisa di rekam dalam pita kaset karena tidak ada suara.
Terus bercengkrama sepi.
Antara pikiran dan keyakinan.
Pembicaraan yang lebih mirip sebagai ayat-ayat panjang.
Berisi tentang kesunyiannya selama ini, senandung tentang harapannya selama ini, penyesalan atas maksiat-maksiatnya selama hidup.
Gadis sepi itu duduk sendiri.
Masih menatap rembulan.
Mengajaknya bercanda.
Tentang kesendiriannya.
Tentang hidupnya.
Tentang harapannya yang tinggi menjulang.
Rembulan itu menanyakan bagaimana rasanya sepi.
Karena rembulan tidak pernah kesepian, di langit banyak bintang.
Gadis sepi kesulitan menjelaskan.
Sampai pada suatu hari rembulan sengaja pergi, padam.
Tak bersinar padahal rembulan tidak kemana-mana.
Gadis sepi itu mencarinya.
Rembulan menatapnya dan tetap bersembunyi.
Rembulan ingin tahu apa itu sepi.
Ia menyaksikan gadis sepi itu mencarinya, melihat matanya yang kehilangan, melihat cahaya matanya yang memudar.
Gadis sepi itu duduk sendiri, di malam kelam, tanpa rembulan.
Tidak ada teman bicara, kecuali dirinya sendiri.
Jika rembulan itu ayah, maka tak perlu dijawab siapa gadis sepi itu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar