Oleh: Sulastriya Ningsi, S.Si
(Alumni Fisika Universitas Andalas, Padang)
Kicauan merdu yang mengalun dengan simfoni tak
terperikan. Frekuensi suara ini kerap menarik perhatian siapapun yang
mendengarnya. Makhluk itu tercipta indah dengan kedua kepak sayap yang
menyemburatkan gelembung iri di hati manusia. Bagaimana tidak, Camar, Pelikan, Elang,
dan sekumpulan jenis burung lainnya dapat dengan bebas mengarungi angkasa
lepas. Mereka terbang tanpa harus membuat polusi suara dengan
kebisingan-kebisingan layaknya pesawat yang diciptakan manusia. Kenyataannya
segala akal dan kegeniusan manusia belum mampu menandingi terbangnya burung
dengan mulus dan sempurna tanpa harus melibatkan mesin-mesin berteknologi.
Apalagi saat menyaksikan atraksi mereka berlangsung di udara, sungguh luar
biasa dan mengagumkan. Design pada tubuh burung ini adalah setitik dari lautan
kebesaran Sang Maha Pencipta.
Beberapa pertanyaan bisa jadi bersemayam di akal
manusia. Bagaimana burung ini dapat terbang?. Inilah jawaban yang sering luput
dari penjelasan secara umum biasanya. Burung dapat terbang dengan sekelumit
formula-formula fisika yang telah mereka terima sebagai insting dari Tuhan.
Dalam kerjanya, terdapat empat gaya yang terlibat ketika burung melakukan
atraksi tertua ini:
1. Gaya
Hambat Udara (Drag Force). Gaya ini
dihasilkan dari tumbukan molekul-molekul udara dengan sayap burung yang arahnya
berlawanan. Luas permukaan dan kecepatan lintas burung sebanding dengan
besarnya gaya hambat udara. Jika semakin luas permukaan burung maka menjadikan
gaya hambat udara lebih besar. Contohnya seperti manusia yang sedang mengarungi
angin kencang, apabila ia membuka kedua lengannya (meluaskan permukaan tubuh) maka
akan semakin sulit untuk melangkah. Begitu pula halnya kecepatan lintas.
2. Gaya
Angkat (Lift Force). Sayap burung
diciptakan dengan design yang sangat teliti. Bagian atas dari sayap burung
memiliki permukaan yang melengkung. Bentuk ini menjadikan lintasan udara yang
melewatinya semakin jauh. Seperti gambar 1.

Gambar 1. Aliran
Udara pada Sayap Burung
Dengan bentuk sayap seperti itulah yang
membuat perbedaan tekanan udara antara udara di bagian atas sayap dan bawahnya.
Tekanan di bagian atas akan semakin kecil karena udara bergerak lebih cepat akibat lintasan
yang lebih jauh. Akhirnya, burung
mendapat gaya dorong ke atas. Disamping itu, gejala alam aksi-reaksi pada
kepakan sayap juga mampu menciptakan gaya angkat tersebut. Apabila aksi sayap
burung menekan udara ke bawah maka akan menimbulkan reaksi gaya angkat tubuh burung ke atas.
3. Gaya
Dorong (Trust). Ini sangat simpel
sekali. Gaya ini diproduksi dari kepakan sayap yang membentuk seperti angka 8
tidur (diamati dari samping). Gerakan tersebut menciptakan pusaran udara
(vortex) yang menjadi gaya dorong tubuh burung ke depan. Besar kecilnya gaya
dorong tergantung pada kekuatan otot.
4. Gaya
Berat (Weight). Gaya ini berasal dari
gravitasi bumi yang menarik tubuh burung ke arah bawah.
Gambar
2. Gaya-Gaya pada Burung ketika Terbang
Dengan memodifikasi keempat gaya di atas, burung
dapat melakukan atraksi seperti parachutting (gerak parasut), gliding (meluncur), flight (terbang kedepan), dan soaring (membubung).
Sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban kita
untuk senantiasa dalam tadabbur alam ini. Sesungguhnya tidak ada satupun dari
penciptaan Allah swt yang luput dari kemanfaatan. Perintah iqra’
tidak semata membaca dalam makna tulisan, lebih dari itu ‘Bacalah alam ini!’, inilah pesan yang tersirat dari Kitab Suci Umat
Islam (Q.S. al-‘Alaq: 1). Betapa getir
hati ini jika menyaksikan semangat para ilmuan di masa keemasan Islam (Khalifah
Turki Utsmani). Mereka mampu membuahkan karya-karya agung di setiap lini
ilmu. Jelas mereka belajar dari alam dan
melakukan observasi pengetahuan dari kalam Ilahi. Untuk masalah ini, pada abad
ke-7 Abbas Ibnu Firnas adalah sosok cendikiawan muslim yang menjadi penggagas pertaman
pesawat terbang bukanlah Wrigth Bersaudara yang dikabarkan baru menemukan pada
abad ke-19 ini. Tahukah anda apa yang
menginspirasikan Abbas menciptakan pesawat, tidak lain adalah atraksi burung di
udara. Abbas pun merakit alat terbang
dengan teknologi tercanggih di masa itu melalui perakitan sayap yang
ditempelkan pada punggung. Alat terbang ini menjadi titik tolak teknologi
penerbangan pesawat di Era Modernisasi sekarang. Metode penerbangan burung dipelajari
secara detail oleh para ilmuan di abad ke-19 yang kental dengan dasar ilmu-ilmu
fisika seperti yang dipaparkan sebelumnya.
Teknologi mutakhir pada tranportasi udara sudah
menjadi perancangan Allah swt sejak alam diciptakan beserta dengan perangkat
hukum-hukumnya. Ini terbukti dari pesan tersirat yang disampaikan langsung oleh
Malaikat Jibril kepada Rasul saw 14 abad silam. Tepat dalam Q.S al-Mulk: 19 Allah berfiman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan
sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat segala sesuatu”. Coba perhatikan ayat ini
baik-baik, pahami dengan seterangnya pemahaman, maknai dengan setajamnya
pemaknaan. Lalu kembali pada ilmu fisika yang bekerja pada saat burung atraksi
sebagaimana penjelasan sebelumnya. Atraksi meluncur, membumbung, mendarat,
terbang kedepan, serta berbagai jenis terbang lainnya melibatkan sayap, kepakan (mengembangkan dan
mengatupkan), dan udara. Semua
konsep ini telah tertoyong dalam al-Qur’an jauh sebelum riset-riset ilmiah
dilakukan oleh segenap para pakar di bidang penerbangan. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Al-Qur’an memang bukanlah kitab pengetahuan namun
kitab agung yang menjadi inspirasi-inspirasi sains dan teknologi modern.
Penelaahan gaya (force) pada atraksi
burung hanya satu contoh dari sekian ilmu fisika yang terkandung dalam Kalam
Ilahi. Semoga tulisan ini mampu mengembalikan ghiroh umat Islam agar lebih
dekat dengan al-Qur’an dan senantiasa mempelajari makna-maknanya untuk
menguatkan keimanan, menyemaikan takwa, serta membuahkan ketaatan pada Allah
swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar