Minggu, 08 September 2013

Bingkisan Cinta untuk Hati nan Lalai



Hari ini tanggal 8 September 2013, tepat minggu pagi. Aku sudah harus buru-buru mempersiapkan diri untuk serangkaian aktivitas yang tak pernah ku kenal selama hidupku.  Angkutan kota sudah mulai tersingsing di pelepuk mata, stoppppp! sip aku beringsut menaikinya. Entah apa yang kurasakan saat pertama kali aku harus berjuang bersama dengan orang yang kukenal baru satu malam ini. Aneh, canggung, penasaran, menggodok benak yang sedang kebingungan. Aku di ajak mengikuti DS untuk pemenangan pilkada bagi salah seorang tokoh yang disongsong sebuah partai politik teradil dan tersejahtera di Indonesia. Sebenarnya niat ku hanya ingin mencari pengalaman dan menambah wawasan. Alih-alih dapat pahala atas segala niat lurusku dalam memperjuangkan pemimpin yang sholeh, arif, lagi bijaksana bagi Kota Padang tercinta. Acara pun ditunda sampai pukul 10.30 wib dari kehadiran ku yang mutlak jam 09.15 wib. Hatiku berdetak, mungkinkah salah satu tes untuk melewati pembekalan ini di mulai dari uji kesabaran. Ini sungguh menyiksa, jelas kata-kata itu haram untuk ku luapkan. Panas, gerah, pusing, dan kejengkelan sudah mendidih benar-benar dahsyat saat itu. Untuk menanggulanginya aku ucapkan istighfar tak henti-henti, mana tahu semua ini dapat mengampuni dosa-dosa ku. Tambah lagi ku ucapkan kata’ duh nikmatnya ya panas ini.. uuuuuh!. Hehehe agar aku tak divonis hamba yang kufur nikmat. Jelas saja kondisi ini jauh lebih baik dari saudaraku yang di Palestina, Syiria, Mesir, dan Negara Muslim yang sedang dilanda derita karena kedzaliman yahudi durjana. Disini aku masih bisa menghidup udara panas yang segar sedang mereka menikmati udara mesiu dan gas beracun yang tak kunjung henti, disini aku masih bisa merasa aman dan nyaman dengan kegerahan keringat yang menyucur sedang mereka senatiasa dalam terror dan cucuran darah yang suci mengarus tulus, disini aku juga bisa ngobrol, ketawa-ketiwi, dengan asyik dalam kepusingan kepala atas terik matahari sedang  mereka tak sempat bicara selain kalimah Allah lalu peluru sudah melobangi sekujur tubuh tanpa kenal bagian yang mana. Sudahlah ini jelas lebih menguntungkan dan aku tidak boleh mengeluh. Jika manunggu kehadiran pemateri  saja aku tak lulus apalagi bersabar dalam ujian, ibadah dan ketaatan. Wah-wah bisa-bisa bau syurga saja jauh dari penciuman kelak. Huftttt. . .! Tidak ada hari tanpa amal kebaikan kecuali ia akan mengundang simpatik Allah Yang Maha Penyayang. Semoga kini Allah memandangku dengan kasih sayang dan ridho melimpahkan rahmat-Nya untukku. Amin
Alhamdulillah, radiasi sang surya semakin berpacu menyela di celah-celah kaca untuk menghampiri sang kulit. Kian menyengat, memerahkan rona wajah yang ayu, sekaligus membilasnya dengan butir keringat yang bening. Pemateri sudah datang sambil mempersiapkan perlengkapan slide dan infocus. Aku duduk di kursi terdepan. Ini sudah menjadi kebiasaanku, senang saja jika bisa mendengar suara pemateri lebih jernih dan bisa langsung menatap layar itu dari jarak dekat, jadi mataku tak perlu beraproksimasi  maksimal kan ?. cerita di mulai dari kehororan kondisi Muslim dan keberadaan Islam kini. MasyaAllah masih semesta mata hati yang tertutup, telinga yang tuli, mulut yang bisu, tubuh yang kaku untuk bergerak, melangkah, dan menyeka kemalasan. Islam sangat butuh kita, kita yang inginkan kedamaian, butuh tenaga kita, kita yang rindukan ketentraman dalam naungan Ilahi, butuh harta kita, harta yang akan menyokong tegaknya kebenaran. Butuh cinta dan totalitas kita, cinta dan totalitas yang murni untuk syahid di jalan-Nya. Apakah paragraf cerita di atas terpapar begitu menegangkan dan membuat hati kuncup mengulai lemas.  Ini bukan main-main sobat, ini serius. Kita tengah berada di kubang perseteruan kebatilan dan kebenaran, namun kutub kebatilan lebih mendapat sorak-sorai lebih meriah daripada mereka yang berada di podium bendera kebenaran, geng yang senang berada dalam kegetiran asalkan masih untuk ketakwaan pada Allah.  Apalagi ketika pemateri mengisahkan para syuhada yang dengan gembira mengejar peluru dari militer Israel. Ini cerita yang menawan sobat, kau tahu jangankan engkau, aku saja masih tak kuat mental untuk berselancar di medan jihad sana, apalagi bermain kejaran peluru dengan tentara Israel agar cepat bertemu Allah. Oh air mata, kini kau baru sadar untuk keluar. Aku terisak dalam hati. Mengapa begitu lalainya aku selama ini. Betapa sudah jauh tertinggalnya langkahku untuk mengejar cinta Allah. Cukup sudah, pelatihan ini begitu dahsyat. Aku mulai mengerti untuk apa aku harus melangkah nanti, pada arena dakwah di masyarakat. Kuncinya, jangan menyerah, berikan yang terbaik, dan terus melangkah. Aku suka benget !. okey-okey terlalu ruwet untuk dideskripsikan semua. Intinya jangan terlena wahai saudaraku seiman, ayo bangkit dekatkan diri pada Allah dan lawan kedzaliman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar