Oleh:
Sulastriya Ningsi
Karena
budaya aku menyublim disana
Bukan
Byzantium, Romawi tidak juga
Disini
era remang-remang
Jiwa
yang luhur ada kelakar disana
Bukan
Firaun, Qarun tidak juga
Begini
zaman peraduan
Bukan
purba, modern tidak juga
Kesini
kesana juga tetap lama
Namun
setiap dera terlukis nilai sastra
Aku
mengapung di eter nuansa….
Globalitas
menjadi figur namun akhlak luntur
Westernitas
sosok tenar namun syari’ah pudar
Materialis
paham kesayangan namun jiwa berantakan
Korupsi
ajang kompetisi namun perut rakyat tak terisi
Semua
curang sebab enggan dengan seni suci
Bersih
hati seputih melati, kemuning jadi seperti tahi
Teganya
mereka ingkari Tuhan yang Maha Tinggi
Sejak
renaisans sekularisasi gerogoti budaya Islam
Jalaludin
ar rumi kecewa, gemparkan Tanya
Mana
Tabriz lagi yang merajut peradaban
bangsa
Siapa
punya al matsnawi yang meniti gugahan
iman
Bukan pula kemolekan dara-dara Arya
yang kucelinguk
Tapi Al farabi
si
empu al musikal al kabir dan Qonun
Yang
dayukan simfoni kecapi dzikir dan firman-firman Ilahi
Umar
khayyam punya ritme yang diekori penyair dunia
Pemuda
Islam pekak mengenali tuk dengungkan kalimah-Nya
Bukan
Lady Gaga dengan lirik-lirik setannya
Aku
terpaku pada pilar puisi Persia gubahan Hafiz shirazi
Pemandu
arah merealisasi asa umat mulia
Syekh
Quthb telah tiada, bersama Ma'alim fi tariq dia kekalkan nama di
dunia
Bahkan
Sunan Kali jogo hadir di Indonesia
Dengan
wayang mediator dakwahnya
Pakai
gaun budaya ia lekatkan diri pada takwa
Semua kental pesona yang bermakna ibadah
Aku
jatuh cinta….
Mumpung
muda dilumuri karya
Beranda
beringsut melambai hasrat jumpa
Kalau
muda manipulasi waktu
Bau
tanah menyingsing lengan aroma syahdu
Ini
bukan artefak, digital belum sempurna
Karena
satu belum tauhid dan nol masih takut mati
Aku
arwah nyata bergentayang di jasad dunia perantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar