Minggu, 18 Desember 2016

Meringanlah

Bila telah lelah rasanya sang hati, tak ada salah kita kembali memeriksanya. Boleh jadi ada yang perlu dilepaskan agar bebannya menjadi lebih ringan.

Meringanlah...
Bersama pelepasan segenap prasangka yang tak berguna. Hati nan fitrah tak mengenal cara tuk mengendalikan kehidupan orang lain dalam sangka dan praduga. Jika mengendalikan diri adalah pengaturan terbaik untuk membuat hati bernafas lega, maka lebih banyak mengoreksi celah diri dihadapan-Nya menjadi langkah-langkah untuk memberi ruang bagi hati tuk menyuplai udara bersih.

Meringanlah...
Bersama pelepasan sekelumit perasaan yang belum segera permisi dari hati. Sudah cukup masanya perasaan itu mengisi beban hati yang memayahkan. Izinkan dengan kesungguhan tekad perasaan itu keluar dan tak perlu lagi bertamu. Karena, mengisi hati dengan perasaan rindu hanya pada ridho dan pengampunan Sang Khaliq akan menyahdukan rasa. Lepaskanlah dan isi dengan yang lebih baik

Jangan Terpedaya

Saya pernah mendengar ucapan seseorang pada saya begini, "Aku heran mengapa kok bisanya kamu 'maaf' biasa-biasa aja (dari sisi finansial dan lain-lain) padahal kamu itu menurut aku lebih baik dari sisi religiusnya dari aku sejak dulu". Yah, memang yang menyampaikan ini adalah seseorang yang telah terakreditasi kesuksesannya di  kehidupan dunia dalam sudut pandang saya.

Kadang kita tidak pernah mengerti mengapa kalimat itu mesti ada dan begitu realitanya. Lama saya merenungkan ucapan itu, betapa sisi religius itu efeknya tak nampak signifikan terhadap diri saya. Pukulan jiwa yang menggelegar bagi saya sebagai seorang muslim. Sebab kita sama-sama menyadari bahwa orang-orang yang baik hubungannya dengan Tuhannya menyeting otomatis perbaikan kehidupannya. Saya, perbanyak istighfar dan taubat. Bisa jadi sisi religius yang selama ini hanya sebatas topeng yang tak bernilai.

Namun, kita harus selalu mewaspadai dunia ini. Terkenang dengan firman Allah "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)".(Q.S. al-Hijr:3)

Saya sering was-was jika memaksakan diri untuk suskses dari segi duniawi. Entah itu pula yang membuat Allah belum percaya menitipkan dunia-Nya ini, sebab ketidakhati-hatian saat dunia itu Allah titipkan pada seorang hamba nan lemah imannya dapat membuatnya menjadi pelayan dunia. Na'udzubillah.

Beginilah perenunangan saya menjelang mata terlelap. Semoga bisa segera terlelap.

Jumat, 09 Desember 2016

Mau Ngomong Apa Lagi?

Semakin melelahkan kan hati mu saudari ku?
Ku lihat, sudah semakin indah tampak wajah mu di media sosial yang selama ini kau jaga aman dari siapapun yang ingin memandang.

Apakah hati itu telah bosan atas penantian yang tak kunjung usai.
Ku baca status-status mu sudah meradang bahkan menyiratkan hasrat  mengutuki takdir.

Sebegitu rindunya kah hati itu pada pelengkap iman mu?. Ku dengar banyak dari candaan dan obrolan selalu bermuara pada perihal 'pangeran berkuda'.

Entahlah, Aku tak mengerti akan ngomong seperti apa pada mereka, sedang aku belum dapat memberi solusi selain kata sabar.

Betapa masa menunggu itu menjadi perjuangan yang menjerihkan jiwa sehingga, banyak didapati masa-masa itu melunglaikan gairah untuk menatap hari-hari dengan optimisme. Aku dapat merasakan seperti apa yang dalam diri mereka dan tidaklah solusi terbaik itu selain menjadi sahabat al-Qur'an, membaca, mempelajari, dan menghafalnya.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, terkadang untuk menghargai mereka aku harus berpura-pura menjadi orang yang sama dengan yang mereka rasakan. Walau dalam hati sudah mual-mual untuk membahasa tema yang hanya berujung pada perasaan hampa.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, karena aku tahu perasaan itu teramat butuh untuk diceritakan dan aku harus pintar berperan sebagai orang yang berperasaan, maka mendengar dan menanggapi semoga membuatnya merasa bahwa dia tak sendiri.  Walau aku lebih suka jika di ajak bercerita tentang perperangan di zaman Muhammad al-Fatih.

Aku tak tahu mau ngomong apalagi, karena hanya cerita tentang mencari-bertemu-berjodoh adalah pemantik yang menghadirkan decak hati untuk menepikan gusar, bahwa masih banyak kisah hikmah yang dapat menyadarkan kita agar lebih mensyukuri atas setiap ketetapan yang Allah pilih. Walau sempat ada rasa luka yang kerap memedih kembali jika harus diceritakan ulang.

Memang usia-usia yang memasuki seperempat abad adalah alrm awal yang menyadarkan bahwa ini fase-fase untuk menentukan arah kehidupan masa depan. Realitas tersebut sering membawa aku pada mereka yang jika bertemu aku tak tahu lagi mau ngomong apa. Karena akan selalu terbawa arus pada tema 'menelusuri-ditelusuri-cocok'. Padahal, aku pengen cleansing dari hal sedemikian. Sudahlah mungkin ini ujian hati.

Rabu, 07 Desember 2016

Sahabat, Uhibbukifillah

Saya terlalu gengsi untuk mengungkapkan bahwa saya sayang berlipat-lipat dengan sahabat fillah saya tersebut, akhwat sholehah yang MasyaAllah pribadinya. Saya bersamanya serasa telah menikmati syurga itu ada di dunia. Hadirnya di hidup saya yang hanya beberapa bulan telah banyak mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik. Alhamdulillah.

Saya sempat berdo'a pada Allah, "Ya Rabb pertemukan hamba dan dekatkan hamba dengan orang-orang yang hebat dalam pandangan-Mu". Atas izin-Nya, saya menemukan banyak pribadi-pribadi yang luar biasa di kota hijrah ini dan Allah pilihkan mereka untuk menjadi bagian cerita indah, cerita dakwah, cerita yang penuh berkah insyaAllah.

Semoga perjalanan kebersamaan ini bukan sebatas cerita suka dan duka untuk melewati hari-hari. Namun kebersamaan yang di ukir dalam jenak-jenak perjuangan untuk mengharumkan nama-Nya, menyiarkan agama-Nya, dan mendistribusikan kebaikan sebanyak-banyaknya untuk memenangkan panji Islam di atas dunia. Saling menguatkan, mendo'akan, menegarkan, terlebih saling mengingatkan dalam kebaikan, kesabaran, dan kasih sayang.

Sahabat....uhibbuki fillah !!!

Senin, 05 Desember 2016

Perubahan Fase Merubah Cerita

Kehidupan ini adalah kumpulan dari  fase-fase, itu menurut saya. Fase itu sendiri adalah rentang waktu yang di dalamnya ada kita dan sekelumit cerita-cerita. Saya merasakan sendiri bahwa setiap fase saya akan ada cerita tersendiri yang akan sulit untuk ada pada fase lainnya. Seperti di blog ini, saya kembali mengevaluasi apa-apa yang pernah saya tulis dari cepisan cerita hati, pengalaman, dan pengamatan yang  ada pada diri saya. Semua berbeda, usia-usia yang lebih belia dari sekarang saya terkesan pribadi yang ambisius, belum mengenal permainan hati (kalau ada tulisan alay itu korban nonton film ayat-ayat cinta, Haha), tedensius terhadap iptek begitu kentara, lebih banyak gak tahunya, dan ceritanya standar tentang: cita-cita, ayah, ibu, dan nulis cerpem atau artikel.

Semakin kesini, saya menjadi pribadi yang bukan hanya menulis teori namun sebagai produk dari teori-teori yang sempat saya tulis pada fase-fase sebelumnya. Saat dulu mengenal sabar hanya sebatas teori dan begitu lihai merangkai kalimat bijak tentang kesabaran yang belum tahu rasa sabar itu seperti apa. Memang, fase itu tidaklah garis linier yang horizontal namun garis liner yang begradien. Yakni semakin bertambah usia maka berbading lurus dengan pertambahan makna kehidupan. Kita hanya dapat merasakan kesabaran saat kita telah Allah beri ujian yang dengan ujian itu kita dapat menyelesaikannya dengan teori sabar yang selama ini dipelajari dan diajarkan.

Boleh pula kita kembali mencampakkan diri pada teater masa lalu untuk menjemput kesadaran bahwa kita telah berada pada teater kehidupan yang tak sama lagi dan dengan peran yang jelas berbeda di masa kini. Ternyata tak mudah menjadi orang dewasa, begitulah yang pada akhirnya terbersit. Jelas tak segampang memainkan peran anak-anak bukan? Jalan cerita yang mesti dimainkan oleh orang dewasan lebih kompleks dan riweuh. Butuh profesionalisme dan proposionalime untuk melakoni sandiwara di kehidupan orang dewasa. Fase ini, menjadi fase yang cerita-cerita di sekujur waktunya lebih dibubuhi kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan komunikatif. Yah...itu melelahkan !

*beginilah ekspresi hati saya yang tengah merasa lunglai dalam menjalani peran sebagai orang dewasa

Menikmati Sakit

Sambil ngunyah pisang perlahan dimulut, sembari mengurus lendir-lendir genit di hidung, dan lagi  mikir bagaimana cara menulis dengan pas tentang apa yang tengah saya alami sekarang dan beberapa hari lalu.

Aha ! , dah dapet ide ^_^

Saat kita belum bisa juga mensyukuri nikmatnya menghirup udara, maka Allah Yang Maha Penyayang pun selalu punya cara tersendiri agar kita menyadari bahwa udara yang selama ini keluar masuk dengan seenaknya itu bukanlah sistem yang sederhana. Lantas kita benar-benar tidak adalah alasan selain mensyukuri dengan penuh rasa terima kasih sebagai hamba pada Allah, Rabb yang selalu memberi karunia kita untuk  dapat bernafas. Setelah terjadi penyumbatan dibagian hidung akibat flu selama 3 hari belakangan, kembali mengetuk kesadaran saya yang selama ini terlalu banyak pinta sehingga lupa mensyukuri nikmat besar yang telah ada. Astaghfirullah....

Betapa tersiksanya saat bernafas hanya bisa lewat mulut, hks...hks....Ampun ya Allah, ampun,,,,,,benar-benar taubat ya Allah. Gitu saya sambil nangis merintih karena gak bisa tidur atas flu yang menjangkit akut. Ditambah suhu tubuh yang mulai menduduki level tertinggi serta sendi-sendi yang bergemeretak sebab suhu sekitar yang beda kontas dengan suhu tubuh. Kepala pun mengambil peran dengan pusing otomatis bersama  nyut-nyut yang entah dibagian mana posisinya, lidah menjadi hilang rasa dan....fiuuhhh ternyata hayati demam bang  [T.T]

Kita tak pernah tahu nikmatnya bernafas jika belum diingatkan dengan hidung yang bermasalah, kita jarang menyadari nikmatnya tubuh yang mampu beraktifitas jika belum diberi demam. Terkadang, sakit itu menjadikan kita lebih mengenal hakikat syukur dan tahu bagaimana rasanya bersabar.

Disisi lain, momen-momen menggenaskan begini saya jadi ingat rumah (derita anak perantauan). Mau pulang itu hal yang  rada-rada mustahil, selain terkait ongkos yang cetar juga minggu-minggu UAS yang tak lama lagi datang. Ah, sudahlah....gumam saya menegar-negarkan diri, dengan begini Allah membuat saya lebih menggantungkan diri hanya pada pertolongan-Nya. Pasti Allah sayang benar pada saya makanya dosa-dosanya mau  digugurkan dengan sakit ini, kembali saya mencari-cari sugesti biar gak nangis. *pedih kawan [T.T]

Dengan sakit ini saya jadi banyak mohon ampun, karena dosa-dosa yang tak terurus lagi banyaknya. Hks-hks...lebih lagi dosa atas jarangnya mensyukuri sehat yang sekian lama Allah karuniakan. Astaghfirullah....

Saya terus mencoba mencari cara agar sakit ini tidak sampai melontarkan keluh kesah, sebab keluh kesah tak pernah menyelesaikan masalah malah menimbulkan masalah baru yakni naik asam lambung, haha. Maka mengingat pesan-pesan Allah dalam Firman-Nya lebih menentramkan untuk menikmati rasa sakit ini. Sakit itu pasti, tapi mengeluh itu pilihan bukan? Jika bersabar lebih mendatangkan pahala, kebaikan, dan derajat mulia di sisi Allah maka tak ada ruang untuk mengeluh.

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (Q.S .al-Baqarah: 155)

Sakit-sehat tak lebih dari bola kehidupan yang terus menggelinding selama masih menjadi penghuni dunia fana ini. Kita mesti punya seni mengelolanya. Bagi saya seni terindah untuk membuat sakit dan sehat itu lebih berestetika adalah seni bersabar dan seni bersyukur. Allah selalu punya cara agar hamba-hamba-Nya itu kembali. Alhamdulillah.

Ujian berupa sakit itu nikmat dari Allah berupa hati yang mampu khusyuk dalam istighfar dan dzikrul maut. Nikmat dari Allah untuk dapat membuat diri sadar bahwa kita hanya makhluk lemah yang selalu butuh pertolongan Allah. Nikmat dari Allah berupa kasih sayang, rahmat, dan ampunan.

Nikmat lah sakit itu, Alhamdulillah. . .

*Do'akan saya ya ^_^

Maaf Belum Bisa Senang-Senang

Saya tetap berkeyakinan bahwa dunia ini belum tepat untuk dijadikan tempat bersenang-senang. Memang, saya secara pribadi tipe  yang belum bisa terlalu  mengikuti cara temen-temen menjalani kehidupan. Saya suka nolak kalau di ajak ngumpul-ngumpul, walau saya tahu sebenarnya hal itu kurang tepat  jika dipandang dalam perspektif sosial. Untuk menghadapi suasana hati yang sering dapat kecaman dari mereka  yang menyatakan bahwa  saya adalah orang yang  kurang bersosialisasi maka saya terus memohon petunjuk dam pertolongan Allah  bahwa apa yang dilakukan ini bukan karena saya tidak ingin bersenang-senang dengan temen-temen, tapi saya takut jika saya terlalu banyak merayakan kesenangan di dunia ini akan mengurangi kesenangan abadi yang akan saya dapatkan di yaumul akhir.

"Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)."( Q.S Yasim:55)

Sudahlah, hidup ini telalu menyesangsarakan jika mengikuti penilaian manusia. Seti kita punya peran masing-masing dalam mendistribusikan manfaat diri. Bisa jadi peran saya bukan disana tapi di tempat lain (cukup saya yang mengerti dan Allah yang lbih memahami)

Maaf temen-temen belum bisa ikut senang-senang. Karena saya ingin bersenang-senang kelak, dalam kesenangan yang diridhoi Allah.