Kamis, 09 Oktober 2014

Hingga Gas menjadi Plasma

Layaknya gas yang menjadi plasma karena dilecut suhu yang panas hingga ia mampu berbinar lebih indah dari biasa, begitulah ujian mengindahkan kekokohan jiwa.
Meski panasnya ujian memerihkan, pun di ujung lebih memulihkan.
Sedang hadirnya iman kan menjelitakan derap perjalanan di naungan sayap kesabaran.
Aduhaiiii hidup...
Tak ada yang perlu diratapi,
Sudah jelas dan pasti manusia hanya si pengabdi.
Menjalankan agama yang lurus dengan sepenuh hati.
Serahkan segala kemelut pada Ilahi.
Kian taat dan patuh pada titah Pencipta Langit dan Bumi, semakin mantap menjalani hidup ini.

‪#‎perjalanan_untuk_sebuah_mimpi

Jumat, 03 Oktober 2014

Teman

TEMAN.....
Kau dan aku layaknya neutron dan proton yang berpadu kokoh dibawah energi ikat iman. Kita akrab menamakannya dengan ukhuwah.
Lalu menjadikan kita nukleus kebaikan dalam atom kehidupan.
Tentu saat energi ikat iman itu musnah, kau dan aku bukanlah lagi nukleus kebaikan. Karena kita hanya serpihan partikel bermuatan yang kelak melalang buana dalam semesta kesibukan dunia.
Ah ....itu akan terasa amat hambar dan hampa.
Kita tentu memiliki peran masing-masing bukan ? Namun satu tujuan yang mulia yakni Menuju Keridhoan Allah.
Yang menjadi esensinya teruslah membersamai hari dengan takwa.
Baik aku dan kau,,,
Agar energi ikat iman itu istiqamah selamanya menemani kita hingga bersua wajah Allah yang Maha Indah.
Amiiiiiin.
Sungguhpun aku menulis ini saat aku merasa bahwa aku harus terus melejitkan kapasitas ketakwaan yang selamanya ini kerap terlerai dan memudar dalam aktifitas kesibukan dunia.
Jangan sungkan kawan untuk menghadirkan namaku dalam secepis do'a.karna itu amat berarti dan sangat kubutuhkan.
Salam tali cinta diperaduan iman....TEMAN.
Be Fight Intifadhah 2009...!

Selasa, 23 September 2014

TuhanTahan Cinta

Jika hati ini menguapkan rona, tersimpul senyum jumawa menyambut jingga menyelang senja di kemegahan mega.Walau perjalanan akhir bukan titik akhir yang terukir.

Kini....
Ku dengar gemericik hatimu mengundang risau.Pahami dg sebenarnya bhw tetesan itu bukanlah aku melainkan lemahnya iman di dada.Tenangkan dengan kedekatan pd-Nya.

Kau pasti tau...
Saat bulan disimpan awan, langit menjadi suram kehilangan cahaya. Begitupun dengan hati yang terselimuti dosa menayangkan langit kehidupan yang nestapa.

Sayangnya..
Dikau yang tengah bergelut mesra di bawah bisikan setan, hingga tak ada celah cahaya tuk menerangi jiwa. perlahan terjungkir dalam kehinaan.

Wahai angin buatlah tarian2 ranting, agr smesta dan hati berpadu tuk menafsirkan dzikirmu dan mengerti betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.

Wahai fajar, singsingkanlah mentari mekar nan menghangatkan kebekuan jiwa.
Agar sulaman lara kian terlerai.
Menjadi hati suci berbinar.
Merongrong hasrat duniawi, menenggelamkan ke lautan lepas.
Sampai Tuhan tak lagi tahan cinta.
Kau pun jumpalitan dalam bahagia

Bangko, 23_09_14
#AFJ_Syair_Jiwa

Senin, 15 September 2014

Simfoni Hati di Eter Kehidupan Fana

Hatiku gontai...
Jiwaku masai...
Akalku terberai...
Aku lemah dan terkulai...

Kehidupan ini mencercaku.
Karena apalah yang ku punya.
Hanya jasad yang berpadu dengan ruh.
Sedang itupun hanya pinjaman.
Lalu aku dihantam karena kepongahan.
Ditikam sebab ketak-syukuran.
Dilumat-lumat penyesalan.
Waktu geram bersama amarah yang kian memuncak.
Aku lalai dalam kefanaan dunia.
Astaghfirullah.....

Duhai waktu....
Aku tak pernah berniat untuk melukaimu karena kesia-siaan.
Jika itu telah terjadi, pada Tuhan, ku mohonkan ampunan.
Duhai nikmat...
Aku sering merenggutmu dalam kealpaan.
Tanpa berterima kasih pada-Nya.
Membuat malu itu hadir dalam hati yang insyaf.
Pada Mu, Tuhan...aku tunduk dan harapkan ampunan.
Duhai dosa...
Aku kerap mengecapmu..
Pada akhirnya qalbuku keruh, imanku runtuh,taatku lusuh,hari-hari yang terjadi kian ricuh, sedang Tuhanku jadi tak acuh.
Aduuuuuuh !
Racunmu menjalar ke seluruh sel-sel tubuh amalku.
Kini ia terbaring tak berdaya lagi.
Sebab kau ! DOSA....
Huuufffftttt...
Tuhanku, ALLAH....mohon obati diri dengan kasih sayang Mu bersama ampunan yang berlimpah.

Betapa kusadari, Tuhan...
Saat Engkau hidangkan ujian demi ujian.
Membuat lambung jiwaku semakin penuh.
Lalu aku menjadi bernutrisi untuk melangkah lebih kuat dalam menjalani kehidupan.
Terima kasih Allah. . .
Engkau masih memandangku.
Memenuhi cintaMu dalam ujian yang  diberi.
Semua mampu ku raba dalam kebeningan hati.
Bahwa apapun ketetapan Mu adalah baik bagiku.

#perjalananuntuksebuahmimpi

Selasa, 09 September 2014

Pengagum Rahasia

Sungguh aku mengagumi mu dengan kekaguman yang hanya diungkap oleh aksara rasa tanpa perlu kau tau.
Menelusuri rekaman hidupmu yang heroik, menarik, dan unik.
Slalu penuh keceriaan.
Aku ingat pertama kali mengenalmu, kau tampil dengan lelucon yang menyulap semua mendengarnya tuk tertawa.
kau dakwahkan jalan Islam dalam kata-kata yang ringan tapi berkesan.
Itulah yang buat ku kagum.
Kejadian itu sudah 4 tahun berlalu bukan ? Tapi sulit bagiku tuk menghalaunya dari benak ini.
Kau tak pernah tau aku mengagumi mu dan tak perlu kau tau.
Dengannya kau tetap tampil dan berkelakar sekehendak yang kau mau.
Tanpa rasa lain yang mengganggu.
Sebenarnya dibalik kekagumanku terselip iri untuk mu.
Karena amalanmu, hafalan Qur'an dan hadist mu, prestasimu, kontribusimu, dan sosialisasimu yang luwes.
Aku sangat iri padamu namun ia terbendung dalam rasa kagum.
Kau dan aku sangat jauuuuuh tak terkira kini.
Dengan ingatan terhadap teladan mu dulu membuatku merasakan kedekatan denganmu, walau kau tak pernah tau. Bahkan mungkin kau tak mengenalku.
Ntahlah...
Aku tak peduli....
Toh aku hanya seorang pengagum rahasia.

Minggu, 07 September 2014

Simfoni Quantum Cinta dalam Melodi Kerinduan



Oleh: Sulastriya Ningsi (Physic’s 09)
-Nominator karya terbaik se-FMIPA dalam acara SMILE FSI-
 Salamu’alaika Ya Habiballah, Rasululllah, Waliyallah, Muhammad Bin Abdullah
Semoga kemuliaan dari Allah selalu dilimpahkan kepadamu. Anta syamsun anta badrun Anta nuurun fawqa nuuri, Anta mishbahu as-shuduuri.
Wahai purnama yang bercahaya wajahnya
Ini aku, Sang Wanita Pujangga
Dalam  baik syair pujangga merindu
Tertata kata dalam suratku yang takkan pernah terbalaskan
Habibi, kau telah berada dalam singgasana megah syurga-Nya
Wahai hamba pilihan yang diutus untuk kami
Engkau datang  membawa urusan untuk ditaati
Gubahan syair nan indah untukmu
Ya Rasul, hadir ku bukan dalam dimensi yang sama dengan mu. Namun, serasa terngiang gema shalawat dan takbir  mengiringi kedatangan serdadumu.
Wahai penawar hati kami, nan mulia akhlaknya
Aku adalah wanita yang kini telah membuncah kedengkiannya
Betapa dengkiku pada para Shahabiyahmu
Karena keunggulannya yang istimewa dalam pandangan Allah S.W.T
Aku bukanlah Khadjah ra, wanita teragung sejagad raya
Yang beriman padamu saat yang lain mendustakan
Melindungimu kala semua menolak dan memusuhimu
Tidak pula aku Aisyah ra yang kesuciannya diumumkan dari 7 lapis bumi
Sebagai pasangan abadimu dunia dan akhirat
Aku pun tak sedermawan Saudah Binti Zam’ah ra                                                                           
Bukan juga Hafsah Binti Umar ra yang ahli puasa dan shalat
Ya Habibi, aku hanya wanita akhir zaman
Yang mengharap hati dipenuhi kerinduan padamu
Ketika hadir syahdunya alunan rindu padamu, menjadikan lampauan waktu terbingkai pahala
Kini aku harap menjadi wanita-wanita generasi thabi’in yang mulia dalam ukiran jejak sunnahmu
Wahai utusan agung, nan benar tutur katanya
Abad demi abad terkikis musnah oleh waktu
Namun, namamu terpatri dalam kalbu
Tak pernah aku bertemu denganmu, melihat langsung dakwahmu
Tapi sinar cahaya mu mampu menembus zaman
Begitu agung namamu
Indahnya getaran hati ini, buliran air mata dan kerinduan padamu
Mengemis penuh hina pada Rabb Penguasa Alam
Agar rasa ini terkunci abadi dalam ridho-Nya
Wahai penghulu para anbiya’
Bicaramu dalam tuntunan wahyu, sekalipun orientalis jahil menfitnahmu dengan tuduhan tak berdasar Aku yakin kau adalah qudwah hasanah
Habibi, kini ku mulai kesahku dengan malu yang mencabik kalbu
Lihatlah Nabi, dizaman apa kini aku merangkak ?
Aku hadir dalam kemelut pembusukan moral yang mewabah
Dalam fitrah pemuda Islam yang telah terkontaminasi comberan nilai-nilai hedonisme
Wahai Rasul yang terjaga perangainya…
Sungguh tak tega bila aku harus menunjukkan padamu realitas faktual zaman kini. Al Islam mahjubun bil muslimun. Kemuliaan Islam terhijab akibat perilaku penganutnya yang berkubang di tengah lumpur jahiliyyah. Mungkin jahilnya sedikit berbeda dengan tingkah polah Abu Jahal atau Abu Lahab. Ini adalah jahiliyyah modern. Sampai-sampai mereka berani meragukan mutlaknya kebenaran Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu. Sampai-sampai mereka nekad menyebut syariat Allah tak lagi kompatibel dengan zaman. Sampai-sampai mereka secara sok intelek menyimpulkan jilbab hanyalah produk budaya belaka. Sampai-sampai mereka tega menuduh risalah yang telah memuliakan perempuan ini sebagai lembaga yang mengokohkan budaya patriarki yang menindas martabat kaum hawa, lalu mereka secara kompak menyanyikan koor kesetaraan gender. Naudzubillah…negeri ini masih hidup dalam iklim yang takut-takut bersyariat. Bersyariat setengah hati. Totalitas tunduk tidak pasti. Dicap sekuler tidak berani. Astaghfirullah… Ya Nabi
Wahai Rasul yang anggun pesonanya…
Teman-temanku kini sudah biasa membuang waktunya dengan hal-hal yang makruh, syubhat bahkan haram. Hari-hari mereka dihabiskan di warung kopi atau kafe santai untuk bermain game online yang cenderung mengarah pada perjudian dan zina. Awalnya aku coba berbaik sangka. Tapi nyatanya apa? Shalat saja mereka lupa. Sebungkus rokok yang mereka hisap perlahan telah mencerabut secara perlahan kesadaran mereka. Bahwa mereka adalah mahluk ciptaan-Nya yang harus taat pada Maha Pencipta, bukan malah menduakannya lalu memuja-muja thagut durjana.
Wahai Rasul yang lembut tutur-sapanya…
Kesedihan demi kesedihan terus menggelayutiku hari ini. Apalagi jika terpaksa melihat realitas saudari-saudari muslimah yang kini kehilangan identitas diri. Jilbab dikhianati. Aurat diumbar di sana-sini. Tanpa peduli mata lelaki begitu buas melahap menikmati tontonan gratis yang bermagnet sakti, mengajak menuju neraka penuh api. Baju mereka full pressed body. Ketat, seksi ditambahi dengan wewangian tabarruj pengundang laknat Ilahi.
Wahai lelaki yang gagah perkasa…
Bila terus diceritakan, kisah ini hanyalah berisi kumpulan risau yang membuncah. Dan kami butuh pemecah resah . Aku terkadang miris melihat para da’i pun masih saja berkutat pada selisih pendapat yang tidak produktif: qunut, nawaitu, rakaat shalat tarawih, berapa kali adzan shalat jumat dan semacamnya. Bukankah itu cuma hal-hal furu’ yang para ulama membolehkan terjadinya ikhtilaf? Bukankah lebih baik semua bersinergi membina ummat? Membenahi akidah, mengoptimalisasikan pendidikan, mensejahterakan ekonomi dan sebagainya? Duh…lagi-lagi aku tak kuasa berbuat sendiri. Sebab, lidi yang satu tak kan bisa menyapu dedaun walaupun sehelai. Hanya kebersamaan dalam satu ikatanlah sumber kekuatan ummat ini agar tidak menjadi buih di tengah lautan.
Wahai panglima pasukan mukminin…
Ingin sekali rasa hati bertemu denganmu, menjumpai keluargamu dan para sahabatmu. Rindu betul aku dengan suasana hidup yang rabbani, membayangkan Bilal bin Rabbah dengan adzan yang menggetarkan dan shalat bersamamu yang penuh haru. Lalu aku ikut duduk di halaqah bersamamu. Bahkan kalau bisa menjadi salah satu orang yang turut meriwayatkan hadits langsung dari lisanmu. Oh, indahnya….
Wahai lelaki yang mengimami shalat para mukhlisin…
Membaca sirahmu sesekali saja sudah membuat ghirahku menggelora. Apalagi bila aku hidup bersamamu di zaman itu. Subhanallah. Aku pasti takjub pada peristiwa-peristiwa dahsyat yang tak normal jika menuruti hawa nafsuku. Melihat ketegasan Umar bin Khattab, kelembutan Abu Bakar, kedermawanan Utsman. Juga melihat bagaimana mereka betapa semangat menyambut seruan jihad.
Akan tetapi, tentu saja yang paling ingin kubersamai adalah dirimu. Bagaimana kau mengelola Imperium Madinah, bagaimana lantunan qira’ahmu dalam shalat yang menderaikan air mata makmum, bagaimana lihainya kau memimpin sebuah pertempuran, bagaimana kau menjadi qawwam dalam rumah tangga, menjadi suami romantis penuh cinta kasih dan ayah yang lembut lagi perhatian kepada anak-anaknya.
Wahai lelaki yang lembut hatinya…
Bertemu denganmu di kala jaga adalah sebuah utopia. Maka bermimpi berjumpa denganmu adalah salah satu yang kudamba. Karena kata para ulama, itu mungkin saja. Namun yang paling kuharapkan, insya Allah di surga nanti kita bertetangga. Walaupun dari sisi amal sudah pasti aku yang berlumur dosa ini akan sangat jauh darimu, namun aku ingat betul salah satu sabdamu, “Engkau akan bersama orang yang kau cintai di akhirat nanti.”
Hari demi hari aku hanya terus berusaha merawat cintaku padamu mulai dari basuhan wudhu’ di pagi hari, harmoni sujud di simpang dhuha hingga simfoni zikir menjelang rehat di malam hari. Meski shalat jama’ahku kadang menjadi masbuk, rakaat dhuhaku selalu pas-pasan dan qiyamullail dengan kondisi mengantuk, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu melebihi kecintaanku pada ayah ibu, Cintaku insya Allah lebih dalam dari dalamnya palung Pasifik dan menjulang lebih tinggi dari puncak Himalaya.
Wahai hamba pilihan yang dirindu
Dalam segenap penatku di dunia
Menyentil hati untuk menggubah lirik rindu
Betapa rindu nya pada suri teladan yang kau berikan
Rindu kesederhanaan dan kepedulianmu
Rindu kedamaian yang kau ciptakan
Rindu majelis ilmu yang kau bina
Rindunya yang tiada tara, sangat harapkan syafaatmu
Lirik yang menjadi simfoni quantum cinta dalam melodi kerinduan
Sang wanita pujangga, tertulis pada surat cintanya untukmu
Ya Rasulullah, Mudah-mudahan dengan amalku yang tak seberapa ini, kau tetap mengakuiku sebagai ummatmu yang kelak tetap mendapat kesejukan di telagamu.

Kenanganku

foto ini diambil saat saya tengah berjuang mempersiapkan gelar S.Si. Aduuuuuuh sangat sulit dilupakan kenangan ini. masa tersulit dalam menyelesaikan sarjana. Tapi teman-teman ku slalu ada menyulap suasana suram menjadi terang dan berpelangi.