Minggu, 10 November 2013
Kata Mutiara Hari Ini
Jika diri merasa besar, harus memeriksa hati.
Mungkin ia sedang bengkak.
Jika diri merasa suci, harus memeriksa jiwa.
Mungkin itu putihnya nanah dari luka nurani.
Jika diri merasa tinggi, harus memeriksa batin.
Mungkin ia sedang melayang kehilangan pijakan.
Dan jika diri merasa wangi, harus memeriksa niat.
Mungkin itu asap dari ‘amal shalih yang hangus dibakar riya’.
Inspire: Salim A Fillah
Sabtu, 09 November 2013
Ini Kisah ku
Hari ini tanggal 8 September 2013, tepat minggu pagi. Aku
sudah harus buru-buru mempersiapkan diri untuk serangkaian aktivitas yang tak
pernah ku kenal selama hidupku. Angkutan
kota sudah mulai tersingsing di pelepuk mata, stoppppp! sip aku beringsut menaikinya.
Entah apa yang kurasakan saat pertama kali aku harus berjuang bersama dengan
orang yang kukenal baru satu malam ini. Aneh, canggung, penasaran, menggodok
benak yang sedang kebingungan. Aku di ajak mengikuti DS untuk pemenangan
pilkada bagi salah seorang tokoh yang disongsong sebuah partai politik teradil
dan tersejahtera di Indonesia. Sebenarnya niat ku hanya ingin mencari pengalaman
dan menambah wawasan. Alih-alih dapat pahala atas segala niat lurusku dalam
memperjuangkan pemimpin yang sholeh, arif, lagi bijaksana bagi Kota Padang
tercinta. Acara pun ditunda sampai pukul 10.30 wib dari kehadiran ku yang
mutlak jam 09.15 wib. Hatiku berdetak, mungkinkah salah satu tes untuk melewati
pembekalan ini di mulai dari uji kesabaran. Ini sungguh menyiksa, jelas
kata-kata itu haram untuk ku luapkan. Panas, gerah, pusing, dan kejengkelan
sudah mendidih benar-benar dahsyat saat itu. Untuk menanggulanginya aku ucapkan
istighfar tak henti-henti, mana tahu semua ini dapat mengampuni dosa-dosa ku.
Tambah lagi ku ucapkan kata’ duh nikmatnya ya panas ini.. uuuuuh!. Hehehe agar
aku tak divonis hamba yang kufur nikmat. Jelas saja kondisi ini jauh lebih baik
dari saudaraku yang di Palestina, Syiria, Mesir, dan Negara Muslim yang sedang
dilanda derita karena kedzaliman yahudi durjana. Disini aku masih bisa
menghidup udara panas yang segar sedang mereka menikmati udara mesiu dan gas
beracun yang tak kunjung henti, disini aku masih bisa merasa aman dan nyaman
dengan kegerahan keringat yang menyucur sedang mereka senatiasa dalam terror
dan cucuran darah yang suci mengarus tulus, disini aku juga bisa ngobrol,
ketawa-ketiwi, dengan asyik dalam kepusingan kepala atas terik matahari
sedang mereka tak sempat bicara selain
kalimah Allah lalu peluru sudah melobangi sekujur tubuh tanpa kenal bagian yang
mana. Sudahlah ini jelas lebih menguntungkan dan aku tidak boleh mengeluh. Jika
manunggu kehadiran pemateri saja aku tak
lulus apalagi bersabar dalam ujian, ibadah dan ketaatan. Wah-wah bisa-bisa bau
syurga saja jauh dari penciuman kelak. Huftttt. . .! Tidak ada hari tanpa amal
kebaikan kecuali ia akan mengundang simpatik Allah Yang Maha Penyayang. Semoga
kini Allah memandangku dengan kasih sayang dan ridho melimpahkan rahmat-Nya
untukku. Amin
Alhamdulillah, radiasi sang surya semakin berpacu menyela di
celah-celah kaca untuk menghampiri sang kulit. Kian menyengat, memerahkan rona
wajah yang ayu, sekaligus membilasnya dengan butir keringat yang bening.
Pemateri sudah datang sambil mempersiapkan perlengkapan slide dan infocus. Aku
duduk di kursi terdepan. Ini sudah menjadi kebiasaanku, senang saja jika bisa
mendengar suara pemateri lebih jernih dan bisa langsung menatap layar itu dari
jarak dekat, jadi mataku tak perlu beraproksimasi maksimal kan ?. cerita di mulai dari
kehororan kondisi Muslim dan keberadaan Islam kini. MasyaAllah masih semesta
mata hati yang tertutup, telinga yang tuli, mulut yang bisu, tubuh yang kaku
untuk bergerak, melangkah, dan menyeka kemalasan. Islam sangat butuh kita, kita
yang inginkan kedamaian, butuh tenaga kita, kita yang rindukan ketentraman
dalam naungan Ilahi, butuh harta kita, harta yang akan menyokong tegaknya
kebenaran. Butuh cinta dan totalitas kita, cinta dan totalitas yang murni untuk
syahid di jalan-Nya. Apakah paragraf cerita di atas terpapar begitu menegangkan
dan membuat hati kuncup mengulai lemas.
Ini bukan main-main sobat, ini serius. Kita tengah berada di kubang
perseteruan kebatilan dan kebenaran, namun kutub kebatilan lebih mendapat
sorak-sorai lebih meriah daripada mereka yang berada di podium bendera
kebenaran, geng yang senang berada dalam kegetiran asalkan masih untuk
ketakwaan pada Allah. Apalagi ketika
pemateri mengisahkan para syuhada yang dengan gembira mengejar peluru dari
militer Israel. Ini cerita yang menawan sobat, kau tahu jangankan engkau, aku
saja masih tak kuat mental untuk berselancar di medan jihad sana, apalagi
bermain kejaran peluru dengan tentara Israel agar cepat bertemu Allah. Oh air
mata, kini kau baru sadar untuk keluar. Aku terisak dalam hati. Mengapa begitu
lalainya aku selama ini. Betapa sudah jauh tertinggalnya langkahku untuk
mengejar cinta Allah. Cukup sudah, pelatihan ini begitu dahsyat. Aku mulai
mengerti untuk apa aku harus melangkah nanti, pada arena dakwah di masyarakat.
Kuncinya, jangan menyerah, berikan yang terbaik, dan terus melangkah. Aku suka
benget !. okey-okey terlalu ruwet untuk dideskripsikan semua. Intinya jangan
terlena wahai saudaraku seiman, ayo bangkit dekatkan diri pada Allah dan lawan
kedzaliman.
Minggu, 27 Oktober 2013
Menjahit Cahaya Derita Menyulam Tawa
Hidup memang perjuangan yang mesti dimenangkan,
sebongkah tantangan yang harus diterjang, dan kilauan anugrah Tuhan yang patut
disyukuri. Siapa pun, bagaimana pun, dimana pun kita bisa membentuk masa depan
yang baik dan damai melalui ketekunan, kerja keras, kerja cerdas, dan kerja
ikhlas yang tak putus-putus. Tuhan sudah ter-Maha Adil dalam menetapkan takdir
pada para hamba. Keputusan-Nya telah didesain dalam program terpadu yang anggun
dan indah untuk memapah kita menjadi sosok pribadi yang tangguh dan bijaksana
dalam mengarungi bentang kehidupan dunia. Perhatikan lagi dengan seksama dalam
Kalam Ilahi:
"dan
Dia-lah yang menjadikan orang TERTAWA dan MENANGIS." (QS. 53:43).
Pola
rasa akan selalu membentuk suka lalu duka kemudian kembali lagi pada suka
karena ia adalah fitrah dan telah tertitah. Yakinlah pada Allah, sesungguhnya
manusia itu sulit mengetahui potensi maksimum sampai pada ia berada di
koordinat kala dipaksa kuat untuk bisa bertahan.
Inilah suatu kisah yang dapat membuktikan bahwa keyakinan penuh
pada Allah atas bersama kesulitan ada kemudahan menjadikan hidup dalam serba
kekurangan terasa enteng dan nyaman. Ibu Murni seorang wanita asal minang,
sosok wanita yang ulet dan gigih untuk menerobos dimensi kemelaratan. Tak jarang
Ia digoncang derita yang tak terperikan dalam menjalani hari-hari. Profesi sebagai
tukang pijat lulur bukan pekerjaan yang
menjanjikan untuk dapat memenuhi nafkah kedua putrinya yang tercinta. Seperti hari
sebelumnya agar hari ini dapat makan dan mencukupi untuk biaya sekolah anak, Bu
Marni harus mencari orang yang akan dipijat lulur dulu. Terkadang jika tidak
ada tepaksa meminjam uang dari tetangga. Apakah Bu Marni mengeluh ?, luar
biasanya adalah keterbatasan ekonomi yang sedang dihadangi membuat Bu Marni
semakin kuat bukan lemah. Walau terkadang harus bekerja dalam kondisi perut
kosong, Bu Marni senantiasa percaya Allah sedang menyaksikan usahanya dan usahanya
pasti akan dibalas dengan imbalan yang terbaik di sisi Allah.
Nani Indah Oktaviani putri keempat dari lima bersaudara yang masih
dalam tanggungan Ibu Nani sekarang duduk di kelas 1 SMP. Sering nani mendapat
cemoohan dari teman-teman sekolahnya saat berkunjung ke rumah. Melihat betapa
miskin dan lusuhnya rumah yang mereka tempati. Tentu lontaran hinaan itu amat
menyakitkannya, terlalu perih untuk dirasakan oleh anak yang baru berusia 13
Tahun. Ia terus menenangkan diri dengan mengingat kisah Rasulullah
Muhammad SAW, lebih
hebat hinaan yang datang, cercaan, dilempar kotoran onta, bahkan dilempar batu,
tapi Rasulullah justru mendo'akan supaya orang-orang itu mendapat hidayah
Allah, karna sesungguhnya mereka tidak mengetahui. Atas hinaan itulah Allah
memuliakan Rssulullah. Bagi Nani, Semakin kuat hinaan yang datang sebagai tanda bahwa semakin mulia dirinya
dimasa mendatang. “Hanya orang bodoh dan dungu lah yang menghina diri ini”,
batin Nani, “mereka belum tahu sesungguhnya saya adalah orang besar yang akan
mengubah dunia kelak”, tegas hatinya meredam kemarahan.
Karakter positif Nani
lah yang membuatnya mampu mengkonversi hinaan itu menjadi prestasi gemilang di
sekolah. Selama 6 Tahun jenjang pendidikan sekolah dasar Nani berhasil
merenggut peringkat pertama di kelas. Tak ayal
Nani sering mendapat pujian dari guru yang menimbulkan keki pada
teman-teman sekelasnya. Nani berprinsip teguh bahwa kemiskinan bukan alasan baginya
untuk menjadi yang terbaik, kemiskinan tidaklah penghalang untuk menggapai
impian, dan kemiskinan bukanlah tabir untuk menjemput kesuksesan di masa depan.
Motivator terbesar dan tak terbatas bagi Nani tidak lain adalah energi nasihat
yang senantiasa disuntikkan oleh sang ibu. Bu Marni kerap menasehati
anak-anaknya dengan membawa mereka wisata ke pemakaman umum sambil berkata, ‘
Nak, lihatlah apakah mereka yang berada di dalam unggukan tanah itu membawa
harta ?. Nani dan adiknya menjawab,’ Tidak Mak !. Nah begitulah besok kita.
Harta tidak menjadi tolok ukur kita sukses. Jangan pernah merasa hina karena
tidak punya harta, namun merasalah hina jika kita tidak bisa bermanfaat bagi
orang lain. Kelak jika mati jangan mengandalkan harta namun bawalah nama. Kata-kata
itu membius habis hingga ke mitrokondria sel-sel pendengaran, hati, dan akal
Nani.
Tinggal di rumah sempit
dan reok bak istana megah dan mewah bagi Nani dan Dila karena selalu ada ibu
yang menyajikan permata cinta dan ruang kasih sayang tumpah ruah untuk
menyantap guliran waktu mereka. Memang sudah 11 Tahun lamanya ayah mereka pergi
merantau dan sampai saat ini tidak tahu dimana rimbanya, kabar tentang suami Bu
Marni seakan gaib di telan buasnya alam. Bu marni tidak ingin larut dalam penantian
sia-sia, tersemat dalam hatinya bahwa masalah itu manis. Agak malu rasanya jika
ia berkata pada Allah bahwa memiliki masalah, rasanya lebih pantas berkata pada masalah itu bahwa ia memiliki
Allah. Tepat sekali lah, ketika kita ditimpa
sebuah masalah, artinya Allah menghendaki kita lebih dewasa dalam mengelola
hidup ini. Kala kita ditimpa musibah, maksudnya Allah ingin kita agar lebih merapatkan
posisi kepadaNya. Saat kita diterpa kesusahan, bermakna Allah sedang
menyediakan untuk kita kemudahan.
Kepada nani ibunya sering membagikan nasihat-nasihat para ulama
diantaranya, kata hikmah dari Al-Imam Asy-Syafi'i
Rahimahullah, yang berkata bahwa ilmu tidak akan didapat oleh orang yang
pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian. Pengagum ilmu akan selalu
berusaha, baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian. Jadikanlah bagi dirimu
bagian yang cukup dan tinggalkanlah nikmatnya tidur. Mungkin suatu hari kamu
hadir di suatu masa dan menjadi
tokoh besar pada masa itu". Sebagai seorang ibu, Bu Marni tergolong wanita
yang kaya akan hikmah, pengalaman telah menempanya menjadi insan yang bijak dalam
mengorganisir kehidupan. Kata-kata bijak yang acap kali disampaikan kepada
kedua putrinya menghadirkan sifat positif dan baik dalam menanggulangi
kesempitan hidup. Contohnya saja makan, setiap harinya Nani dan Dila, adiknya,
terbiasa menikmati sarapan dan makan malam ubi saja tanpa protes sedikitpun. Terkadang
Dila menceletuk,’ dulu para pahlawan Indonesia makan ubi kan Mak, tapi mereka
bisa menjadikan Indonesia merdeka dengan ubi. Hahahaha. Tertawa renyah pun
tergurai mengisi cela-cela kepedihan. Beginilah cara keluarga Ibu Marni
menikmati hidupnya. Dengan mengubah pola
pikir Bahwa Allah tidak pernah menjadikan kekayaan dan kemiskinan, namun Allah
menjadikan kekayaan dan kecukupan.
"dan
Dia-lah yang memberikan KEKAYAAN dan KECUKUPAN." (QS. 53:48).
Dengan terapi kesederhanaan hidup Bu Marni menempah
anak-anaknya untuk menjadi Insan yang pandai bersyukur dalam kondisi sulit
sekalipun. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal
terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang
hadir dalam hidupnya. Kebahagian keluarga Bu Marni telah disempurkan dengan
sifat pemurah dan suka berbaginya. “Kemeralatan bukan jalan untuk menjadi orang
yang kikir”, begitulah tutur Bu Marni. Kebiasaan Bu Marni yang gemar sedekah
inilah menaikkan derajatnya di sisi Allah Yang Maha Kaya. Pernah suatu hari datang
pengemis langganan ke rumah Bu Marni, maka menyaksikan kehadiran pengemis itu
Bu Marni tersenyum dan langsung menyilanya untuk masuk, lalu memintanya untuk menunggu sejenak. Bu Marni Lihat ketersediaan
beras ternyata ludes, uang tinggal Rp 1000,-
di dompet, dan tidak ada satu pun benda berharga yang dapat di
sedekahkan. Dengan tak banyak pikir uang Rp 1000,- itu langsung dberikannya
pada sang pengemis. Jadilah hari itu keluarga Bu Marni tak punya sepersenpun uang.
Bu Marni sering membatin dengan tetangga sekitarnya yang hidup diatas
rata-rata, enggan sekali mereka membuaka pintu kala orang peminta-minta datang ke
rumah mereka. Padahal pasti peminta itu datang tidak dengan sendirinya pasti
Allah lah yang menggerakkan hati mereka untuk berkunjung. Artinya Allah inginkan
mereka mendapat pahala mengapa harus menolaknya. Sungguh dahsyat Bu Marni. Tak lama kemudian Dila pulang sekolah, bukan
main terkejutnya Bu Marni melihat anaknya pulang diantar oleh mobil mewah dan
membawa belanjaan untuk kebutuhan 1 bulan, beras satu karung, gula, teh, telur,
dan lain sebagainya. Subhanallah, sontak Bu Marni langsung sujud syukur kepada
Allah dan memeluk Dila. Ternyata Dila adalah murid yang sangat disayangi oleh
teman-temannya di sekolah. Sering Dila mendapat bantuan dari orang tua
teman-temannya untuk kebutuhan sehari-harinya. Termasuk kejadian hari ini dan
ini bukanlah untuk pertama kalinya. Tanpa malam, bulan purnama takkan indah.
Tanpa lapar, nikmat makanan takkan terasa. Tanpa dahaga sejuknya air takkan
memberi banyak makna. Tanpa gelap maka cahaya takkan berarti. Begitu juga
kemenangan atau kemudahan takkan banyak memberi makna tanpa didahului oleh rintangan
masalah kesusahan.
Begitulah kisah inspiratif dari keluarga Bu Marni. Banyak
hal yang dapat kita petik dari bagaimana mereka mengatasi derita. ”Jalan yang
lurus dan rata takkan pernah menghasilkan pemandu yang hebat. Laut yang tenang
takkan pernah menghasilkan pelaut yang cekap. Langit yang cerah takkan pernah
menghasilkan juruterbang yang handal.” Di saat kita mencari solusi dalam suatu
masalah, di saat itulah sebuah proses pendewasaan hidup akan bermula. Maka
senyuman mereka yang memiliki masalah adalah bukti awal keberhasilan meretas
ketidakterbatasan diri dan mampu mengatasi masalah tersebut dengan bijak.
Mereka itulah golongan yang selalu yakin kepada keputusan Allah yang Maha Adil.
Kita harus punya keyakinan bahwa apa yang Allah kehendaki pada diri kita itu lebih
baik daripada apa yang kita kehendaki untuk diri kita sendiri.
Jumat, 04 Oktober 2013
Mencari Suatu yang Pasti
Hidup ini terlalu indah untuk di kutuki, setiap rotasi waktu yang berputar menyembunyikan kejutan-kejutan menarik bagi yang berusaha
menjemput dan ikhtiar dengan serius untuk memilikinya. Kejutan itu bukan hanya
kenikmatan dunia dan seisinya namun disertai kenikmatan ukhrawi yang tidak
terperikan senangnya. Itulah amal, sebuah energi yang di produksi dari segenap
jerih tubuh, otak, dan jiwa untuk mereduksinya sebagai suatu aktifitas yang
membuahkan ridho Allah. Ada yang menyia-nyiakannya dan hanya sedikit yang
bersungguh-sungguh untuk mencapainya.
Mungkin kita bertanya-tanya mengapa hanya sedikit
mengimpikan variabel kenikmatan hakiki itu ?. sebenarnya ini berakar dari pribadi dan hati
setiap insannya, ingatlah bahwa Allah yang Maha Adil itu telah memfasilitasi
hamba-Nya dengan SoftWare Qalbu yang
menjadi detektor kebaikan dan kebatilan (Q.S. asy-Syams: 8). Namun program SoftWare akan baik selama tidak dirusak
oleh perbuatan yang menyimpang dari syari’at. Contohnya meninggalkan sholat,
jauh dari al-Qur’an, jarang berdzikir, tidak gigih mencari ilmu pengetahuan
yang mengantarkan pada Ma’rifatullah,
suka maksiat, suka mencela, ghibah, dan lainnya. Virus-virus inilah yang
menggerogoti sistem Qalbu sehingga pemiliknya merasakan indah kedzaliman dan
bergelimang dosa. Hanya pribadi
kokohlah yang mampu mempertahankan keawetan dari qalbunya dengan rutin
melakukan instalisasi iman. Sudah menjadi fitrah sebagaimana Sabda Rasul bahwa
kurva iman berpola fluktuatif. Oleh karenanya, jika sedang merasakan imun imannya
dalam fasa kritis, cepatlah melakukan rehabilitasi dengan terapi pengobatan ampuh yang tersedia kapanpun dan bisa
dilakukan dimanapun. Itulah amalan sunnah, sholat tepat waktu, tilawah, tadabbur,
shalat tahajjud, dhuha, witir, dzikir, menghadiri majelis ilmu, menebar
kebaikan, sedekah, dan lain sebagainya. Ketahuilah suatu kebaikan yang dilakukan
akan membuahkan kebaikan yang lain. Terapi inilah yang dapat menanggulangi
kerusakan qalbu.
Atas apa yang telah Allah amanah kepada kita, seyogyanya
kita mampu mengembani dengan baik yakni sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah bukan berarti hidup hanya untuk hidup dalam
kebaikan. Suatu kebaikan yang dilakukan jika landasannya dunia maka balasannya
hanya sebatas dunia, selanjutnya akan menjadi sia-sia di sisi Allah. Melakukan kebaikan
sebijaknya diwadahi dalam cawan keikhlasan. Ikhlas untuk dipersembahkan kepada
Allah, sebagai suatu persembahan kepada Allah atas kebaikan-Nya yang berlimpah
kepada kita, maka kita pun berlaku baik kepada sesama manusia. Sayangnya, momen ini jarang diaplikasikan pada
setiap diri. Kebanyakan manusia hanya memainkan perannya di panggung sandiwara
dunia. Perhatikanlah, SPG yang ada di swalayan begitu ramah tamahnya melayani
pembeli sampai-sampai rela mengabil apa-apa yang diperintah pembeli. Apakah SPG
tersebut akan melakukan orang tuanya dirumah sebagaimana ia melayani seorang
pembeli itu ? . ya, ada yang bisa melakukannya dan banyak yang tidak. Padahal jika
di ukur dari nilai pahala tentu kebaikan yang dipersembahkan untuk orang tua
akan menghasilkan point yang berlimpah
jika dibandingkan orang lain yang sebelumnya tidak pernah kita kenal. Kebanyakan
manusia melakukanya, berbuat baik, hanya untuk mengharapkan imbalan semu, yakni
uang. Inilah kebahagiaan terbatas itu. Kebahagiaan
yang ada jika hanya ada uang. Namun kebahagiaan sesungguhnya terletak bagaimana
ia mampu melakukan segala sesuatu hanya untuk mencari ridho Allah. Kebahagiaan ini
tidak dibatasi oleh materi, jangkauannya luas dan tak terbatas. Beruntunglah bagi
diri-diri yang berusaha untuk meraih kebahagian hakiki tersebut.
Selasa, 01 Oktober 2013
langkah kaki itu semakin menderu. derapnya seakaan menghunjam hingga ke akar bumi. energi bahagia menjadi tumpah ruah kesekujur organ tubuh bukan hanya kaki, tangannya pun ikut mendayung-dayung riang. dengan sandal kulit yang baru semalam dibuat oleh bapak, Ia tapaki jalan-jalan berkerikil tanpa peduli kalau nanti sandal itu bisa putus jika digunakan terlalu kasar. Seragam merah putih lusuh hasil pemberian dari Pak Haji Marwan kini menghiasi tubuhnya yang ringkih, dekil, dan kecil. Rambut anak itu tidak seperti sudah disisir apalagi diberi minyak rambut, kusut dan kering tapi lurus. Jauh dibelakang ada sosok laki-laki renta yang tergopoh-gopoh mengikuti anak kecil yang setengah berlari itu. Sang surya pun mengintip kelakuan anak kecil itu sembari menjilat-jilat kulitnya dengan sinar pagi yang hangat.
Langganan:
Komentar (Atom)