Hidup memang perjuangan yang mesti dimenangkan,
sebongkah tantangan yang harus diterjang, dan kilauan anugrah Tuhan yang patut
disyukuri. Siapa pun, bagaimana pun, dimana pun kita bisa membentuk masa depan
yang baik dan damai melalui ketekunan, kerja keras, kerja cerdas, dan kerja
ikhlas yang tak putus-putus. Tuhan sudah ter-Maha Adil dalam menetapkan takdir
pada para hamba. Keputusan-Nya telah didesain dalam program terpadu yang anggun
dan indah untuk memapah kita menjadi sosok pribadi yang tangguh dan bijaksana
dalam mengarungi bentang kehidupan dunia. Perhatikan lagi dengan seksama dalam
Kalam Ilahi:
"dan
Dia-lah yang menjadikan orang TERTAWA dan MENANGIS." (QS. 53:43).
Pola
rasa akan selalu membentuk suka lalu duka kemudian kembali lagi pada suka
karena ia adalah fitrah dan telah tertitah. Yakinlah pada Allah, sesungguhnya
manusia itu sulit mengetahui potensi maksimum sampai pada ia berada di
koordinat kala dipaksa kuat untuk bisa bertahan.
Inilah suatu kisah yang dapat membuktikan bahwa keyakinan penuh
pada Allah atas bersama kesulitan ada kemudahan menjadikan hidup dalam serba
kekurangan terasa enteng dan nyaman. Ibu Murni seorang wanita asal minang,
sosok wanita yang ulet dan gigih untuk menerobos dimensi kemelaratan. Tak jarang
Ia digoncang derita yang tak terperikan dalam menjalani hari-hari. Profesi sebagai
tukang pijat lulur bukan pekerjaan yang
menjanjikan untuk dapat memenuhi nafkah kedua putrinya yang tercinta. Seperti hari
sebelumnya agar hari ini dapat makan dan mencukupi untuk biaya sekolah anak, Bu
Marni harus mencari orang yang akan dipijat lulur dulu. Terkadang jika tidak
ada tepaksa meminjam uang dari tetangga. Apakah Bu Marni mengeluh ?, luar
biasanya adalah keterbatasan ekonomi yang sedang dihadangi membuat Bu Marni
semakin kuat bukan lemah. Walau terkadang harus bekerja dalam kondisi perut
kosong, Bu Marni senantiasa percaya Allah sedang menyaksikan usahanya dan usahanya
pasti akan dibalas dengan imbalan yang terbaik di sisi Allah.
Nani Indah Oktaviani putri keempat dari lima bersaudara yang masih
dalam tanggungan Ibu Nani sekarang duduk di kelas 1 SMP. Sering nani mendapat
cemoohan dari teman-teman sekolahnya saat berkunjung ke rumah. Melihat betapa
miskin dan lusuhnya rumah yang mereka tempati. Tentu lontaran hinaan itu amat
menyakitkannya, terlalu perih untuk dirasakan oleh anak yang baru berusia 13
Tahun. Ia terus menenangkan diri dengan mengingat kisah Rasulullah
Muhammad SAW, lebih
hebat hinaan yang datang, cercaan, dilempar kotoran onta, bahkan dilempar batu,
tapi Rasulullah justru mendo'akan supaya orang-orang itu mendapat hidayah
Allah, karna sesungguhnya mereka tidak mengetahui. Atas hinaan itulah Allah
memuliakan Rssulullah. Bagi Nani, Semakin kuat hinaan yang datang sebagai tanda bahwa semakin mulia dirinya
dimasa mendatang. “Hanya orang bodoh dan dungu lah yang menghina diri ini”,
batin Nani, “mereka belum tahu sesungguhnya saya adalah orang besar yang akan
mengubah dunia kelak”, tegas hatinya meredam kemarahan.
Karakter positif Nani
lah yang membuatnya mampu mengkonversi hinaan itu menjadi prestasi gemilang di
sekolah. Selama 6 Tahun jenjang pendidikan sekolah dasar Nani berhasil
merenggut peringkat pertama di kelas. Tak ayal
Nani sering mendapat pujian dari guru yang menimbulkan keki pada
teman-teman sekelasnya. Nani berprinsip teguh bahwa kemiskinan bukan alasan baginya
untuk menjadi yang terbaik, kemiskinan tidaklah penghalang untuk menggapai
impian, dan kemiskinan bukanlah tabir untuk menjemput kesuksesan di masa depan.
Motivator terbesar dan tak terbatas bagi Nani tidak lain adalah energi nasihat
yang senantiasa disuntikkan oleh sang ibu. Bu Marni kerap menasehati
anak-anaknya dengan membawa mereka wisata ke pemakaman umum sambil berkata, ‘
Nak, lihatlah apakah mereka yang berada di dalam unggukan tanah itu membawa
harta ?. Nani dan adiknya menjawab,’ Tidak Mak !. Nah begitulah besok kita.
Harta tidak menjadi tolok ukur kita sukses. Jangan pernah merasa hina karena
tidak punya harta, namun merasalah hina jika kita tidak bisa bermanfaat bagi
orang lain. Kelak jika mati jangan mengandalkan harta namun bawalah nama. Kata-kata
itu membius habis hingga ke mitrokondria sel-sel pendengaran, hati, dan akal
Nani.
Tinggal di rumah sempit
dan reok bak istana megah dan mewah bagi Nani dan Dila karena selalu ada ibu
yang menyajikan permata cinta dan ruang kasih sayang tumpah ruah untuk
menyantap guliran waktu mereka. Memang sudah 11 Tahun lamanya ayah mereka pergi
merantau dan sampai saat ini tidak tahu dimana rimbanya, kabar tentang suami Bu
Marni seakan gaib di telan buasnya alam. Bu marni tidak ingin larut dalam penantian
sia-sia, tersemat dalam hatinya bahwa masalah itu manis. Agak malu rasanya jika
ia berkata pada Allah bahwa memiliki masalah, rasanya lebih pantas berkata pada masalah itu bahwa ia memiliki
Allah. Tepat sekali lah, ketika kita ditimpa
sebuah masalah, artinya Allah menghendaki kita lebih dewasa dalam mengelola
hidup ini. Kala kita ditimpa musibah, maksudnya Allah ingin kita agar lebih merapatkan
posisi kepadaNya. Saat kita diterpa kesusahan, bermakna Allah sedang
menyediakan untuk kita kemudahan.
Kepada nani ibunya sering membagikan nasihat-nasihat para ulama
diantaranya, kata hikmah dari Al-Imam Asy-Syafi'i
Rahimahullah, yang berkata bahwa ilmu tidak akan didapat oleh orang yang
pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian. Pengagum ilmu akan selalu
berusaha, baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian. Jadikanlah bagi dirimu
bagian yang cukup dan tinggalkanlah nikmatnya tidur. Mungkin suatu hari kamu
hadir di suatu masa dan menjadi
tokoh besar pada masa itu". Sebagai seorang ibu, Bu Marni tergolong wanita
yang kaya akan hikmah, pengalaman telah menempanya menjadi insan yang bijak dalam
mengorganisir kehidupan. Kata-kata bijak yang acap kali disampaikan kepada
kedua putrinya menghadirkan sifat positif dan baik dalam menanggulangi
kesempitan hidup. Contohnya saja makan, setiap harinya Nani dan Dila, adiknya,
terbiasa menikmati sarapan dan makan malam ubi saja tanpa protes sedikitpun. Terkadang
Dila menceletuk,’ dulu para pahlawan Indonesia makan ubi kan Mak, tapi mereka
bisa menjadikan Indonesia merdeka dengan ubi. Hahahaha. Tertawa renyah pun
tergurai mengisi cela-cela kepedihan. Beginilah cara keluarga Ibu Marni
menikmati hidupnya. Dengan mengubah pola
pikir Bahwa Allah tidak pernah menjadikan kekayaan dan kemiskinan, namun Allah
menjadikan kekayaan dan kecukupan.
"dan
Dia-lah yang memberikan KEKAYAAN dan KECUKUPAN." (QS. 53:48).
Dengan terapi kesederhanaan hidup Bu Marni menempah
anak-anaknya untuk menjadi Insan yang pandai bersyukur dalam kondisi sulit
sekalipun. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal
terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang
hadir dalam hidupnya. Kebahagian keluarga Bu Marni telah disempurkan dengan
sifat pemurah dan suka berbaginya. “Kemeralatan bukan jalan untuk menjadi orang
yang kikir”, begitulah tutur Bu Marni. Kebiasaan Bu Marni yang gemar sedekah
inilah menaikkan derajatnya di sisi Allah Yang Maha Kaya. Pernah suatu hari datang
pengemis langganan ke rumah Bu Marni, maka menyaksikan kehadiran pengemis itu
Bu Marni tersenyum dan langsung menyilanya untuk masuk, lalu memintanya untuk menunggu sejenak. Bu Marni Lihat ketersediaan
beras ternyata ludes, uang tinggal Rp 1000,-
di dompet, dan tidak ada satu pun benda berharga yang dapat di
sedekahkan. Dengan tak banyak pikir uang Rp 1000,- itu langsung dberikannya
pada sang pengemis. Jadilah hari itu keluarga Bu Marni tak punya sepersenpun uang.
Bu Marni sering membatin dengan tetangga sekitarnya yang hidup diatas
rata-rata, enggan sekali mereka membuaka pintu kala orang peminta-minta datang ke
rumah mereka. Padahal pasti peminta itu datang tidak dengan sendirinya pasti
Allah lah yang menggerakkan hati mereka untuk berkunjung. Artinya Allah inginkan
mereka mendapat pahala mengapa harus menolaknya. Sungguh dahsyat Bu Marni. Tak lama kemudian Dila pulang sekolah, bukan
main terkejutnya Bu Marni melihat anaknya pulang diantar oleh mobil mewah dan
membawa belanjaan untuk kebutuhan 1 bulan, beras satu karung, gula, teh, telur,
dan lain sebagainya. Subhanallah, sontak Bu Marni langsung sujud syukur kepada
Allah dan memeluk Dila. Ternyata Dila adalah murid yang sangat disayangi oleh
teman-temannya di sekolah. Sering Dila mendapat bantuan dari orang tua
teman-temannya untuk kebutuhan sehari-harinya. Termasuk kejadian hari ini dan
ini bukanlah untuk pertama kalinya. Tanpa malam, bulan purnama takkan indah.
Tanpa lapar, nikmat makanan takkan terasa. Tanpa dahaga sejuknya air takkan
memberi banyak makna. Tanpa gelap maka cahaya takkan berarti. Begitu juga
kemenangan atau kemudahan takkan banyak memberi makna tanpa didahului oleh rintangan
masalah kesusahan.
Begitulah kisah inspiratif dari keluarga Bu Marni. Banyak
hal yang dapat kita petik dari bagaimana mereka mengatasi derita. ”Jalan yang
lurus dan rata takkan pernah menghasilkan pemandu yang hebat. Laut yang tenang
takkan pernah menghasilkan pelaut yang cekap. Langit yang cerah takkan pernah
menghasilkan juruterbang yang handal.” Di saat kita mencari solusi dalam suatu
masalah, di saat itulah sebuah proses pendewasaan hidup akan bermula. Maka
senyuman mereka yang memiliki masalah adalah bukti awal keberhasilan meretas
ketidakterbatasan diri dan mampu mengatasi masalah tersebut dengan bijak.
Mereka itulah golongan yang selalu yakin kepada keputusan Allah yang Maha Adil.
Kita harus punya keyakinan bahwa apa yang Allah kehendaki pada diri kita itu lebih
baik daripada apa yang kita kehendaki untuk diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar